Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab5 | Belajar Ngaji?!?!



Syifa merasa heran, saat baru saja memasuki rumahnya, dia mendapati seorang lelaki berpeci tengah duduk di ruang tamu. Syifa menautkan alisnya bingung dan masih terdiam di ambang pintu. Syifa melongo melihat lelaki itu, yang sedang membaca Al-Quran dengan pelan. Namun, suaranya yang indah, mampu membuat Syifa tertegun.

Tiba-tiba ada yang mendorongnya dari belakang, ternyata itu Ilham yang merasa terhalangi untuk masuk ke dalam. Padahal, saat itu Syifa tengah khusyuk-khusyuknya mendengar suara indah yang dilantunkan lelaki itu.

"Ish! Lo ngehalangin gue aja," ucap Ilham sambil masuk ke dalam rumah.

"Ish! Lo gak sopan banget sih!" gerutu Syifa sambil mendelikkan matanya kesal.

Melihat Syifa yang tengah marah-marah, lelaki yang tadi membaca Al-Quran itu tiba-tiba berdiri dan tersenyum ke arah Syifa. Syifa mengangkat dagunya seakan berkata, 'Kenapa?'.

"Assalamualaikum." Azam mengucapkan salam sambil menangkupkan tangannya di depan dada.

Syifa menatap Azam dengan tatapan sinis sambil mendelikkan matanya. "Lo siapa?" tanya Syifa.

"Nama saya Azam. Ehm, maaf, lebih baik Ukhti menjawab salamnya dulu," ucap Azam sambil tersenyum tipis.

"Gue gak nanya nama lo!"

Tiba-tiba, Nisa dan Arif menghampiri mereka. Kedatangan mereka berdua disambut dengan senyuman hangat Azam yang begitu menyejukkan hati.

"Syifa, ini namanya Zamzam, biasa dipanggil Azam. Dia akan mengajarimu mengaji," ucap Arif.

Udah gue duga. Dari penampilannya aja udah kaya Pa Ustadz, ya pasti orang yang disuruh ngajar ngaji lah, siapa lagi? Batin Syifa.

"Syifa ganti baju dulu yu!" ajak Nisa lembut sambil meraih tangan Syifa.

Syifa menghempas kasar tangan Nisa. "Gak usah pengang-pegang!"

Syifa pergi menuju kamarnya, diikuti oleh Nisa. Sebelum memakai gamis, Nisa menyuruh Syifa untuk berwudhu, dan Syifa pun nurut. Maskipun wudhunya tidak berurutan, bagi Syifa asalkan basah. Setelah itu, Syifa mengenakan gamis dan kerudung biru muda yang kemarin dibelinya.

Okey, kali ini gue nurut. Inget Syifa, ini demi Ferarri kesayangan dan Ka Bagas. Selain itu juga biar Ayah gak marah-marah mulu kerjaannya, batin Syifa.

Syifa menatap gadis yang berada dihadapannya, begitu cantik. Sama seperti gadis yang kemarin dilihatnya di Mall. Dia sangat terkagum-kagum pada orang dihadapannya itu. Orang itu adalah gadis berparas cantik, yang dikepalanya terbalut kerudung berwarna biru muda. Orang itu tak lain adalah dirinya sendiri. Syifa merasa bahwa ia adalah wanita tercantik. Syifa pun langsung keluar dari kamarnya untuk menemui guru ngajinya.

Syifa menuruni tangga. Terlihat dari cara berjalannya, dia sangat anggun sekali. Entah kenapa, setiap Syifa memakai gamis bahkan kerudung yang lebar selalu merasa malu, apabila dia berperilaku kasar. Meski dia merasa sedikit risi memakai pakaian serba lebar.

Sambil menuruni tangga, Syifa terus menggerutu. "Ish! Ini baju gede amat ya? Emang ga ada ukuran yang lebih kecil dari ini?"

Nisa yang melihatnya tersenyum. "Tapi, Syifa cantik loh, pake itu," puji Nisa.

"Iya gue tau gue cantik. Tadi juga pas ngaca gue cantik banget. Cuman, ini baju gak nyaman dipakenya," gerutu Syifa.

Tanpa mereka sadari, ternyata mereka sudah sampai di ruang tamu, dimana Azam dan Arif berada. Syifa terus mendengus kesal. Jika bukan karena Ferarri dan Bagas, mana mau Syifa seperti ini.

"Syifa, kamu belajar ngaji sama Azam ya, Ayah sama Umi mau pergi ke rumah Nenek dulu," ucap Arif.

Arif berharap, Azam bisa membantu Syifa membaca ayat-ayat Allah. Jujur saja, dia merasa tak mampu mengajarkan anaknya. Terlebih lagi, dia memang tidak pernah belajar. Memang itu adalah hal yang salah. Bahkan Arif tau, bahwa dialah yang seharusnya mengajar Syifa, bukan orang lain. Dia selalu sibuk dengan pekerjaannya, hingga tidak ada waktu untuk mendidik anaknya.

Keadaan Nisa, istrinya, memang membuatnya senang. Namun, Nisa masih belum diterima oleh anak-anaknya dengan baik. Sebenarnya bisa saja Nisa yang mengajar Syifa mengaji, tapi Syifa selalu menolak dengan bentakannya.

Diriwayatkan oleh ibn Majah: "Didik anak-anakmu dan baguskan tata kramanya."

Jika Arif dan Nisa pergi, berarti Azam dan Syifa akan berdua di rumah itu? Tidak! Azam tidak menyukai suasana seperti itu. Azam tak suka berduaan dengan lawan jenis. Berkali-kali Azam mengucap istigfar. Saat itu juga jantung Azam tiba-tiba berdebar kencang, entah karena apa, mungkin karena melihat bidadari cantik duduk tepat di sampingnya.

Eh, tunggu dulu! Di sampingnya? Ternyata Syifa benar-benar duduk di samping Azam. Melihat itu, Azam terperanjat kaget dan menggeserkan tubuhnya beberapa centi menjauhi Syifa.

Syifa mengernyitkan dahinya. "Ish! Lo kenapa sih? Gak suka ya deket-deket sama gue?" tanya Syifa.

"Tidak begitu, tapi kita memang harus jaga jarak," ucap Azam sambil memberi senyuman tipisnya.

"Asal lo tau ya, kalo bukan karena pacar dan mobil kesayangan gue, gue ogah belajar ngaji sama lo," ucap Syifa ketus.

Azam hanya diam, dan sesekali melirik ke arah Syifa yang lantas dibalas dengan tatapan setajam siletnya Syifa. "Ngapain lo liatin gue?" tanya Syifa ketus.

Astagfirullah, batin Azam saat ia sadar telah memerhatikan gadis yang bukan mahramnya.

"Silahkan dibuka dulu Al-Qurannya," ucap Azam.

Syifa menurutinya dengan rasa malas. Ia membulatkan matanya saat melihat tulisan-tulisan Arab memenuhi Al-Quran. Melihatnya saja membuatnya pusing, apalagi menghafalnya?

"Sebelumnya, surat apa aja yang Ukhti hafal?" tanya Azam.

Syifa mengernyitkan dahinya. "Apa lo bilang? Ukhti? Nama gue bukan Ukhti."

Azam berusaha menahan senyumnya saat mendengar perkataan Syifa yang barusan.

"Gue punya nama. Dan nama gue Syifa, bukan Ukhti. Emang Ukhti siapa sih? Pacar lo ya?" Semakin lama, semakin tidak nyambung pertanyaan Syifa.

Azam menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. "Ukhti hafal surat apa saja?" tanya Azam lagi.

Syifa semakin kesal dan ingin sekali menghajar lelaki berkaca mata yang berada di sampingnya ini. "Lo abis diputusin si Ukhti ya? Lo manggil nama dia terus. Udah dibilangin, nama gue Syifa, bukan Ukhti."

"Baiklah... Syifa, kamu hafal surat apa saja?" tanya Azam untuk ke-3 kalinya sambil terkekeh.

Sedangkan yang ditanya hanya diam sambil mendelikkan matanya kesal.

"Surat Al-Ikhlas, tau?" tanya Azam saat Syifa tak kunjung menjawab.

Syifa berdecak kesal sambil menyilangkan tangannya di depan dadanya. "Gue gak tau."

"Kalo Surat Qulhu?" tanya Azam lagi.

"Naah, kalo surat itu gue tau," ucap Syifa sumringah.

"Qul huwallaahu ahad.

Allaahush shamad.

Lam yalid wa lam yuulad.

Wa lam yakul lahuu kufuan ahad."

Mendengar suara Syifa yang seperti anak TK, membuat Azam terkekeh pelan. Bagaimana bisa gadis SMA kelas 10 ini tidak tau panjang pendeknya surat Al-Ikhlas?

Azam tersenyum. "Itu sebenernya surat Al-Iklas, Ukhti. Hanya anak TK yang mengatakan itu surat Qulhu."

"Ih, kok gitu? Awal surat itu kan ada kata Qulhu." Syifa tak mau kalah.

Sudah tak tahan lagi Azam ingin tertawa, namun ia urungkan, takut gadis cantik itu mengomelinya lagi. Akhirnya, Azam pun hanya membalas dengan senyuman tipis yang selalu ia tebar.

"Malah diem aja lagi! Tau ah, makin lama, makin gue kesel belajar ngaji sama lo!" ucap Syifa, "senyum lo emang manis, tapi jangan lama-lama senyumnya, tar gue sakit gigi," komentar Syifa.

Deg!

Azam membeku mendengar perkataan Syifa barusan. Jantungnya sudah hampir jatuh ke bawah. Untuk sekedar bernafas saja rasanya sulit. Dia berusaha mencari oksigen dalam diamnya.

Allahumma, Ya Allah, kuatkan hamba dalam menghadapi ini. Jangan biarkan hati hamba goyah, batin Azam.

Tiba-tiba, seseorang datang menghampiri mereka. Seseorang itu bernama Ilham, satu-satunya saudara Syifa.

"Pacar baru, Fa? Perasaan lo sama Bagas lagi gak berantem," ucap Ilham pada Syifa.

Syifa membulatkan matanya. "What? Ish! Gue setia ya sama ka Bagas."

"Ooh, gue paham sekarang. Lo disuruh Ayah belajar ngaji sama cowo ini, kan? Haha, kasian deh Adik gue," ucap Ilham sambil tertawa.

Bugh!

Sebuah bantal berhasil mendarat tepat di wajah manis Ilham. Dan tentu saja itu Syifa yang melempar.

"Dasar lo Adik durhaka! Udah ah, gue males berantem sama lo. Gue pamit, bye," ucap Ilham sambil berlari keluar rumah.

Mobil Lamborgini yang dikendarai Ilham saat itu melesat dengan cepat meninggalkan lingkungan rumah mewahnya. Syifa begitu iri pada kakaknya, yang tak pernah diatur-atur oleh sang Ayah. Dia bebas pergi kemana saja. Sedangkan Syifa? Pulang saja mesti tepat waktu. Sungguh tidak adil bagi Syifa.

"Bisa dilanjut, mengajinya, Ukhti?" ucap Azam yang berhasil memecah keheningan di antara keduanya.

"Yaudah, kamu hafal surat apa aja?" tanya Azam, namun Syifa tak kunjung menjawab, "surat An-Naas tau?"

Syifa mencoba mengingat kembali isi surat itu, dan YA Syifa tau surat itu.

"Qul a'uudzu bi Rabbin naas.

Malikin naas.

Ilahin naas.

Min syarri maa khalaq."

"Stop!" tahan Azam.

Syifa mengerutkan dahinya. "Apaan sih?"

Azam ingin tertawa, tapi ia menahannya. "Kamu mau baca surat An-Naas apa surat Al-Falaq?" tanya Azam.

Tapi jika dipikir-pikir kembali, ustadz muda itu benar. Kenapa bacaannya jadi loncat ke surat lain ya?

Syifa menggaruk kepalanya yang kali ini tertutup jilbab. "Duuh, gue lupa lagi surat itu. Kayaknya gue amnesia deh."

Azam menghembuskan nafasnya. "Baiklah, kalo gitu, Ukhti baca aja Al-Qurannya."

"Ck," Syifa berdecak kesal.

"Barang siapa yang membaca Al-Quran dan mengamalkannya maka akan dipakaikan kepada kedua orang tuanya mahkota yang sinarnya lebih terang daripada sinar matahari di dunia pada hari kiamat nanti, kalaulah sekiranya ada bersama kalian, maka apa perkiraan kalian tentang orang yang mengamalkannya (Al-Quran)?" itu berdasarkan hadist riwayat Ahmad, Abu Dawud, Al-Baihaqi, dan Al-Hakim." Azam menjelaskan.

Syifa mendelikkan matanya. "Udah ceramahnya, Pa Ustadz?" tanya Syifa sambil menyilangkan tangannya di depan dada.

"Maaf, saya bukan ustadz, Ukhti," ucap Azam.

Syifa melotot kea rah Azam. "Nah, kan. Lo ngomong gak mau dipanggil ustadz, sedangkan lo sendiri manggil gue dengan sebutan Ukhti. Gue tanya sekali lagi, Ukhti itu siapa sih?" tanya Syifa yang tentu saja emosi.

Azam hanya tersenyum tipis.

Ya Rabb, ni cowo setiap ditanya selalu aja senyum atau malah mengalihkan pembicaraan. Maunya apa sih? Kalo dia gak nyebelin kaya gini, mungkin juga gue bakal seneng belajar sama Ustadz muda ini, gerutu Syifa dalam hati.

***

Syifa membuka kerudung dan melemparnya ke kasur. Terasa sangat lelah sekali menghadapi Ustadz tadi. Hmm... Semejak Azam menjelaskan tentang hadist yang lumayan panjang tadi, Syifa jadi memanggilnya Ustadz. Dia tak peduli meski Azam sebenarnya bukan ustadz dan hanya lelaki biasa.

Syifa mengusap kepalanya frustasi. "Haduuh, bisa-bisa gue stress berat ngadepin Ustadz tadi. Ish! Malesin deh, ngaji sama dia."

Tok... Tok... Tok

Suara ketukan pintu itu tertangkap oleh alat pendengaran Syifa. Dengan malas, ia bangkit dan segera membuka pintu kamarnya.

"Ngapain lo kesini?" tanya Syifa ketus saat mengetahui bahwa yang mengetuk pintu dan mengganggunya adalah ibu tirinya.

Nisa tersenyum. "Itu ada Bagas. Katanya, besok kan hari Minggu, dia mau ngajak kamu ke suatu tempat," ucap Nisa.

Saat itu pula, senyuman indah mengembang di bibir Syifa. Bagas, cuma bagas yang bisa membuat Syifa tersenyum di saat ia tengah emosi. Emosi menghadapi Ustadz muda tadi misalnya.

"Bagasnya mana?" tanya Syifa cepat.

"Bagas Cuma bilang itu. Abis itu dia langsung pulang, Fa. Dia jemput kamu besok sore."

***

#07062017

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro