Bab35 | Datang ke Rumah
Keadaan rumahnya saat itu masih sama seperti satu tahun yang lalu. Tak ada barang yang diubah tata letaknya. Ah, Syifa begitu merindukan rumahnya. Dia merasa seperti bukan siapa-siapa di rumah, selain menjadi seorang anak bungsu. Jika di Pesantren, sudah pasti kesehariannya mengajar tahfidz anak-anak santri. Sedangkan di rumah, ia harus bisa mengistiqomahkan kebaikannya selama di pesantren.
Tiga tahun dia menghafal Quran. Masih di Pesantren Al-Ikhlas. Dan sekarang ia diangkat menjadi pengajar tahfidz di sana. Memang baru satu tahun dia mengajar, tapi progresnya baik. Dia juga selalu memotivasi santriwati dalam segala hal. Dalam belajar, menghafal, hijrah, dan lain-lain. Dia sudah menginspirasi banyak orang.
Namun, ada satu hal yang belum ia ketahui. Yaitu mengenai perpulangannya. Ada apa? Umi Nisa, Bunda Shilla, Bi Inah, Om Adit dan istri, semua terlihat sehat dan baik-baik saja. Kalaupun ada acara, acara apa?
"Assalamualaikum, De Arsyad. Udah lama ya, gak ketemu sama Tante?" Syifa mencubit gemas pipi adiknya itu.
Umurnya sudah 3,5 tahun. Arsyad sudah mulai pandai bereksperimen. Mulai dari mengacak-ngacak kasur, main air di kolam renang dan membasahi ruang tamu, juga membantu Nisa dan Shilla dengan mengacak-ngacak bahan di dapur. Masih banyak lagi yang sudah bisa Arsyad lakukan.
Saat ini, Nisa dan Shilla sangat kompak dalam urusan rumah tangga. Walaupun di dalam rumah itu, tidak ada kepala rumah tangga. Kegiatan mereka akhir-akhir ini adalah menjaga Toko Muslim yang dibangun sejak 2 tahun yang lalu bersama. Di toko tersebut, mereka menjual pakaian gamis, Al-Quran, buku-buku islami, Obat-obatan herbal, dan yang lainnya. Itu strategi mereka untuk mempertahankan keuangan.
Syifa menggendong Arsyad yang tengah sibuk dengan mainan barunya. Kemudian dia membawa Arsyad ke ruang keluarga untuk menemui Ilham yang ternyata saat itu tengah terlelap di depan televisi.
Hmm, mungkin Ka Ilham cape, pikir Syifa dalam hati.
"Tuh Om Ilhamnya lagi tidur. Bangunin yuk!" Syifa menatap mantap Arsyad, hingga Arsyad mengangguk tanda menyetujui dengan menjawab, "Yuk!" sahut Arsyad.
Syifa menurunkan Arsyad dari pangkuannya. Lantas Arsyad menggoyang-goyangkan lengan Ilham. Ilham memang kebo. Dia tak bergerak sama sekali. Padahal Arsyad cukup mengguncang Ilham.
"Oom Ihaaaaam!!!" Arsyad berteriak.
Ilham menggeliat kecil. "Emm... apa?"
"Banguuun! Asyad mau es kim," pinta Arsyad dengan manja.
"Hah? Sekarang?"
Arsyad mengangguk.
"Besok aja ya, Ka Ilhamnya cape nih."
Arsyad terlihat cemberut marah. Dan lantas Ilham meraih tangan mungilnya agar mendekat. "Dengerin Om ya? Orang sabar itu disayang sama Allah loh, makannya Arsyad harus sabar biar disayang Allah. Oke?"
Arsyad mengangguk namun masih cemberut.
"Ett, gak boleh marah sama Om yang ganteng loh. Nanti gantengnya gak turun ke adeknya." Ilham terkekeh sambil mencubit gemas pipi Sang Adik. Arsyad tak menanggapi. Ia langsung sibuk memainkan mobil-mobilan barunya di atas kursi.
Syifa melempari Ilham dengan bantal yang ada di sana. "Euuu, gantengan Arsyad lah," tolak Syifa mengenai kepedean Ilham.
"Eeeeh, Arsyad ganteng juga siapa dulu kakaknya!"
Syifa lantas berekspresi seperti ingin muntah saat mendengar perkataan itu.
_____________________________________
Nisa dan Shilla terlihat sibuk sekali di dapur. Bi Inah pun begitu cekatan merapikan rumah. Syifa ingin membantu, tapi semua menolaknya. Tentu saja ada yang aneh. Masa, ingin membantu ditolak? pikir Syifa.
Shilla menghampiri Syifa yang menopang dagu dengan tangannya di atas meja makan.
"Ayo cepet mandi. Abis itu ganti baju pake gamis," ucap Shilla sambil membenarkan kerudung yang baru-baru ini ia kenakan.
Syifa mengernyitkan dahinya bingung. "Loh, mau kemana, Bun? Syifa kan, baru pulang dari pesantren. Cape," keluhnya.
Shilla hanya tersenyum. "Kita gaakan kemana-mana. Tapi akan ada tamu."
"Siapa, Bun?" Syifa penasaran.
Ting...
Suara bel rumah terdengar.
"Itu pasti Adit," gumam Shilla.
"Loh, tamunya Om Adit? Kok harus perfect gini, sih?"
"Om Adit bukan tamunya, tapi wali kamunya. Udaah, ayo cepetan ganti baju!" Shilla menyuruh Shifa agar cepat membersihkan diri dan bersiap.
Syifa sendiri saat itu tak mengerti. Ia hanya bisa menggaruk kepalanya yang tak gatal dan menebak-nebak. Ada apa gerangan dengan keluarganya ini?
Tak basa basi lagi, Syifa segera ke kamarnya untuk mengganti baju yang ternyata telah disiapkan di atas ranjang. Gamis biru muda yang cantik. Syifa menyukainya. Ia segera mengganti baju karena sudah mandi.
Setelah itu, ia menatap diri di depan cermin. Kemudian memakaikan ciput dan ia tutupi dengan kerudung segi empat yang lebar. Dengan hati-hati ia menusukkan jarum ke kerudung itu hingga menutupi dada.
Hampir lupa, ia memakai bedak bayi untuk wajahnya dan bibir yang ia poles dengan lip gloss. Entahlah, Syifa tak ingin mengganti bedaknya dengan bedak yang lain. Ia merasa nyaman dengan bedak bayi, walaupun itu bedak Arsyad yang ia ambil dari kamar sebelah.
Tak lama setelah berdandan, Nisa dan Shilla datang bersamaan ke kamar gadis bernama Syifa itu.
"Udah siap, Sayang?" tanya Nisa yang berhasil membuat Syifa menoleh reflek.
Nisa dan Shilla menghampiri meja rias yang di sana ada Syifa.
Shilla mengelus puncak kepala anak kandungnya. "Syifa sudah besar. Kemarin, kamu ninggalin Bunda dan Umi Nisa untuk menuntut ilmu dan menghafal Quran. Dan tak lama lagi, kamu akan dibawa oleh pasanganmu."
"Maksudnya apa, Bun?"
"Kamu akan dipinang, Fa," ucap Nisa sambil tersenyum.
Syifa terkejut. Matanya tak berkedip beberapa saat.
"Hah, maksudnya dilamar? Sama siapa?" Syifa panik.
"Sama orang yang siap bersama-sama baik denganmu. Yang siap selalu membimbing saat kamu tak tau," ucap Nisa.
Ya Allah. Aku pernah janji, untuk menerima orang yang datang pertama seandainya dia baik agamanya. Dan aku tak peduli, apakah aku mencintainya atau tidak. Karena cinta akan tumbuh seiring berjalannya waktu. Tapi yang datang dengan agama yang baik belum tentu datang sekali lagi.
"Dia sudah datang dari tadi, Fa. Mereka lagi ngobrol-ngobrol sama Om Adit. Ayo, ke bawah," ajak Shilla sambil meraih tangan Syifa.
Mereka bertiga pun berjalan menuruni tangga dan segera memasuki ruang tamu di mana di sana terdapat keluarga pelamar. Mereka duduk di shofa bertiga dengan Syifa berada di tengah. Ada Ilham dan Om Adit yang juga duduk di shofa lain.
"Syifa... mungkin kamu sudah tau, kedatangan Bagas ini untuk apa?" Om adit mulai bertanya pada Syifa.
Mendengar siapa nama yang melamar, membuat mata Syifa membulat sempurna dan tentu saja saat itu juga jantungnya berhenti bedetak sejenak. Setelah itu mulailah jantungnya menjadi tidak teratur berdetak.
Terkejut, itu pasti. Saat Syifa benar-benar melupakan semua tentang mereka, sekarang ia justru hadir kembali dengan membawa penggalan kisah baru penuh haru. Jika Syifa menerima lamaran itu, maka tak lama lagi penggalan kisah itu akan menjadi kisah bersama.
Syifa ingat, saat Bagas dulu memutuskannya secara sepihak. Bukan karena tak sayang lagi, tapi karena Bagas tau bahwa itu salah.
Sakit, kesal, kecewa bahkan benci yang dulu pernah dirasakan akan berganti seiring dengan berjalannya waktu.
Sakitnya saat diputuskan, akan Allah ganti dengan seseorang yang datang untuk mengobati.
Beratnya melupakan, akan Allah ganti dengan sesuatu yang lebih baik.
Sulitnya berhenti berharap, akan Allah ganti dengan harapan yang pasti.
Karena saat kita meninggalkan dan mengikhlaskan sesuatu karena Allah, maka Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik.
Kita hanya perlu percaya dan yakin. Saat kita mengejar cintanya Allah, maka Allah dekatkan kita dengan seseorang yang mencintaiNya pula.
Saling mengikhlaskan itu perlu.
Agar kita tidak merasa sakit saat tidak ditakdirkan bersama.
Jika Allah menghendaki, sangat mudah bagiNya untuk menyatukan kembali dua insan.
"Jadi, gimana? Diterima atau tidak, Syifa?" tanya Om Adit yang saat itu berhasil membuyarkan pikiran Syifa. Tentu saja Syifa semakin terkejut. Apalagi yang Adit tanyakan mengenai diterima atau tidaknya Bagas.
Aduh, ini jawaban yang sensitif, pikir Syifa.
_____________________________________
Ayoo, apa yang akan Syifa jawab??
Tuangkan ekspresi dan perasaanmu saat membaca bab ini di komentar. Ini berpengaruh pada semangatnya author lohh.
Hehe, gimana bab ini?
Salam,
Saifa Hunafa❤
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro