Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab24 | Yang terakhir, kah?


1

0.38, Kafe Anggrek...


Bunga Anggrek berwarna ungu itu mampu menyejukan mata setiap orang yang memandangnya. Berbeda dengan perasaan gadis cantik yang berada di depannya itu. Ia terlihat kesal sambil menopang dagu dengan telapak tangannya.

Sesekali ia melirik ke arah jam dinding Kafe, walaupun ia sendiri memiliki jam tangan. Lama sekali ia menunggu. Hingga beberapa menit kemudian, yang ditunggu pun mulai menampakan batang hidungnya.

"Lama banget sih, Al. Gue udah lama nunggu tau!" Syifa mengerucutkan bibirnya.

"Aah... Gue tau nih, yang lo tunggu-tunggu pasti kotak dari Ka Bagas kan?" selidik Alya.

Syifa diam seribu bahasa. Lebih baik diam daripada nantinya terjadi perdebatan tak penting, atau dia malu.

Alya meletakan kotak berukuran sedang yang ia ceritakan kemarin malam di atas meja. "Nih, gue gak buka kok, tenang aja."

Syifa mengambil kotak itu, dan langsung membukanya tanpa aba-aba.

Ada sepucuk surat, sebuah buku diary, dan jilbab berwarna biru muda. Warna kesukaan Syifa. Syifa tersenyum melihat isinya. Terlebih, saat tanpa sengaja, ada sebuah gantungan dengan huruf SB yang terselip di jilbab yang Bagas beri.

Segera Syifa membuka surat.

📄Assalamualaikum, Fa?
Maaf, bukan maksud Kakak ngasih harapan. Tapi Kakak mau ngasih beberapa barang aja. Kakak tau kok, ini gak seberapa, tapi Kakak harapkan dapat bermanfaat buat kamu di pesantren nanti...

Syifa tersenyum tipis. Nafasnya mulai tak teratur. Ia tau ini pesan biasa, tapi hatinya bergetar luar biasa.

📄Kalo kamu lagi bingung mau curhat ke siapa, kamu berdoa sama Allah. Curhatin semua pada Allah. Diarynya bebas kamu gunain buat apa aja, mau nulis targetan kamu, mau curhat, mau nulis kata-kata juga boleh.

Syifa tau, bahwa Bagas memang perencana yang handal. Semua targetan lelaki tenang itu tercatat lengkap di dinding kamarnya. Syifa kagum pada Bagas.

📄Buat gantungan SB nya. Itu gantungan persahabatan. Artinya "SahaBat". Kita putus bukan berarti putus silaturahmi. Kita hanya memutuskan perasaan yang tak seharusnya.

Ada rasa kecewa saat Syifa membaca bagian ini. Saat Bagas hanya menganggapnya sahabat. Namun, mau tak mau Syifa harus paham, bahwa 'putus' adalah cara terbaik untuk membawa cinta kita pada cinta yang sesungguhnya;  Allah.

📄Di sisi lain SB juga berarti 'Syifa&Bagas'. Oiya, di sana ada kerudung biru muda. Kakak tau pasti kamu suka biru. Dipakai ya kerudungnya.

Syifa tersenyum. Alya yang melihat itu justru malah mendelikan matanya. "Bahagianya bagi-bagi dong!" sindirnya. Syifa tak menghiraukan sindiran itu.

📄Fa, jangan pernah mengharapkan siapapun, karena itu hanya akan mengecewakanmu. Mengharapkan keridhaan Allah, sungguh, itu sudah lebih dari cukup...
Hiduplah, namun kau akan bertemu dengan ujian. Maka, hadapi ujian. Kelak, Allah akan beri kamu kemampuan untuk menghadapinya... :)

~Bagas

Sebuah senyuman manis tak lepas dari bibir gadis bernama Syifa itu. Ia segera memasukan semuanya ke dalam kotak lagi. Senyumnya tak kunjung luntur.

Sebahagia apa sih tuh orang? Batin Alya.

"Apa sih, yang bikin lo senyum-senyum gak jelas gitu? Bagas bilang apa?" tanya Alya penasaran.

"Dia bi-."

"Heh Syifa!!" teriakan itu sontak membuat mereka berdua terkejut. Nada bicaranya seperti ingin menghajar. Syifa mengedarkan pandangan, dan didapatinya Fiany dan Flo. Mereka mendekati kursi yang Syifa duduki.

"Heh, lo tau kenapa gue ke sini?" tanya Fiany sambil terkekeh pahit.

"Gak."

"Lo tau Ibu kandung lo? Lo tau dia? Masih inget cewe perusak itu?"

Syifa terdiam, menunduk. Bahkan sampai saat ini ia lupa, bahwa ia punya ibu kandung. Karena yang ia rasa, Nisa adalah ibu kandungnya. Sejahat-jahatnya, Syifa tak akan pernah terima jika ibunya disebut 'cewe perusak'. Itu tak sopan.

"Maksud kamu apa, manggil dia cewe perusak?"

"Asal lo tau!" Fiany meunjukan telunjuknya tepat di depan mata Syifa, "Ibu kandung lo udah ngerusak kehidupan gue. Hidup ibu gue!"

"Maksudnya apa sih?"

"Gak usah sok polos deh! Ibu lo udah ngehancurin keluarga gue. Ibu lo perusak hubungan orang! Lo tau gak? Ayah gue ninggalin gue sama ibu gue hanya gara-gara ibu lo"

"Pantes aja anaknya PHO, orang ibunya juga kaya gitu!"

Alya panik. Sambil bersembunyi, ia mengirim pesan ke Bagas. Kebetulan rumah Bagas tak jauh dari sini.

💬Ke kafe anggrek sekaranaga syifa dalang bahaya...

Alya mengirimnya. Tak peduli ada typo atau tidak, yang penting bagas harus datang.

"Gue gak mau tau, lo bener-bener udah ngerusak hidup gue!"

PLAKK...

Suara tamparan itu sangat keras, bahkan Syifa pun sampai terjatuh ke lantai. Alya menolong Syifa. "Jangan maen fisik dong! Dasar cemen lo!" bela Alya.

"Apa lo anak kecil, hah?" Fiany mendekati Syifa, ia menjambak kerudung Syifa dengan keras. "Inget ya, tamparan tadi gak sebanding sama yang udah ibu lo lakuin ke keluarga gu-."

"Cukup Fiany!" ucap seorang lelaki dengan tegas dan disegani.

Fiany melepaskan tangannya dari kepala Syifa perlahan. Ia tunduk. Ia malu.

"Pintu kafe udah dari tadi dibuka, lo boleh keluar, dan jangan ganggu Syifa lagi!" ucap lelaki yang tak lain adalah Bagas.

"Tapi, Gas-."

"Lo berhubungan sama Syifa, berarti lo berhubungan sama gue. Jangan ganggu dia lagi. Cari kerjaan yang bermanfaat!"

Tak lama setelah itu, Fiany dan temannya, Flo pergi dengan segumpal kekesalan dan amarah luar biasa.

Bagas segera menghampiri Syifa yang saat itu benar-benar kondisinya mengkhawatirkan. Syifa menangis. Pipinya merah lebam. Tamparan gadis itu cukup keras. Keras tak ada bedanya dengan kerasnya lelaki.

"Al, bawa Syifa ke klinik!" Bagas sebenarnya khawatir, tapi ia berusaha terus bersikap tenang.

Alya segera merangkul bahu Syifa, dan berjalan menuju klinik yang berada tak jauh dari area kafe.

***

Keadaan Syifa mulai membaik. Merah di pipinya agak sedikit memudar, namun masih terasa ngilu. Alya pulang, karena ibunya butuh bantuan. Dan di ruang tunggu klinik ini tinggalah Bagas dan beberapa orang pasien yang tersisa.

Bukan rasa sakit yang mendominasi, tapi rasa gugup saat harus berhadapan lagi dengan orang yang belum sukses ia ikhlaskan itu.

"Argh! Seandainya kamu tau, ini yang selalu kakak khawatirin," ucap Bagas, namun tak sedikit pun ia melirik ke arah Syifa yang tengah menunduk.

"Maaf...," hanya itu yang keluar dari mulut Syifa.

"Ini bukan salahmu. Jangan lupa, untuk terus meminta pertolongan Allah. Dia yang mampu menjagamu. Kakak yakin, kamu akan jauh lebih aman di pesantren nanti. Carilah ilmu sebanyak mungkin. Hijrahlah yang sungguh-sungguh, di sana kau akan temukan banyak orang sholeh. Dan berusaha untuk ikhlas lah, dalau itu berat."

Syifa hanya menyimak. Ia semakin menunduk.

"Fa...," panggil Bagas.

Syifa mengangkat dagu, hingga tampilah wajah tenang Bagas di hadapannya. Wajah yang Syifa rindukan.

Bagas menelan ludah, kemudian menarik nafas secara perlahan. "Fa, tunggu Kakak. Insyaallah Kakak akan datang ke rumah kamu, bukan untuk main PS sama Ilham, tapi buat khitbah kamu. Kakak bakal ajak orang tua kakak, sesibuk apapun mereka. Sekarang, cukup kamu perbaiki diri kamu. Kakak memperbaiki diri Kakak. Kita saling mengikhlaskan saja dulu. Karena jika tidak, itu akan mengecewakan. Terlebih jika kita tidak berjodoh. Kita kembalikan hati kita pada Allah. Dan berharaplah hanya pada Allah..."

Sakit pipinya sudah tak terasa. Yang ia rasakan justru jantung yang bergetar di luar batas normal. Bagaimana cara mengendalikannya?

Untuk berkata sepatah kata pun sulit baginya.

"Jaga diri kamu baik-baik di pesantren. Besok lusa kamu berangkat ke pesantren. Siapkan segalanya. Lupakan dulu masalah disini. Ikhlaskan Kakak karena Allah... Assalamualaikum."

Tak lama setelah itu Bagas pergi.
Meninggalkan Syifa sendirian mematung di klinik. Bagaimana Syifa pulang?

"Fa? Lo gapapa?" tanya seseorang yang Syifa kenali ia sebagai 'Kakak'.

"Ka Ilham?" Syifa bingung. Darimana kah, kakaknya datang? Dari atap kah? Tapi atap klinik tak ada yang bolong. Baik-baik saja. Dari mana kakaknya tau, bahwa ia ada di klinik?

"Loh, Bagas mana? Tadi dia telfon kakak, katanya kamu masuk klinik. Terus dia nyuruh kakak jemput kamu. Pulang yu!" ajak Ilham.

Syifa mengangguk.

Teruntukmu, terima kasih telah mengajariku banyak hal. Hari ini, hari terakhir, kah, kita bertemu?
Tapi ku harapkan, kita dapat berjumpa lagi, atas kehendak Allah. Terima kasih, Ka... 💕

___________________________________

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro