Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab23 | Harapan

Lelaki yang baik itu untuk perempuan yang baik...

Itulah yang ada di benak Bagas. Lelaki yang rela meninggalkan gadis terkasihnya demi menjauhi zina. Kini, langkah hijrahnya tak perna terhenti. Sedikit demi sedikit, tapi mampu untuk istiqomah.

Kadang, terbayanglah Syifa di dalam lamunannya. Namun, segera ia hapus dalam pikiran. Ada perasaan ingin menyapa gadis yang menurutnya lucu itu, tapi tekad hijrahnya menghalangi itu.

Drrrrttt....

Tiba-tiba ponselnya bergetar, tanda ada pesan WA masuk.

💬Gas, gue salut sama adek gue. Dia udah mulai rajin tahajud. Lo suka tahajud ga? Ngomong-ngomong, tahajud itu biar apaya?


Pesan dari Ilham itu berhasil membuat Bagas merasa kalah. Bagas mengabaikan pertanyaan Ilham mengenai tahajud. Ia segera memasang alarm jam 03.00.

Bagas merasa, bahwa dialah yang lebih dulu hijrah daripada Syifa. Namun, sejauh ia hijrah, tak pernah ia sholat tahajud. Walau tak pernah, tapi ia pernah membaca artikel mengenai keutamaan tahajud.

Ia merasa kalah.

***

Syifa menghembuskan nafasnya kasar. Liburan sekolah kali ini benar-benar membosankan. Sejak pertama hijrah, ia menjadi anak rumahan. Entahlah, karena Syifa rasa, setiap ia keluar rumah untuk jalan-jalan, ia selalu merasa terlalu bebas. Ia merasa, ada banyak bahaya di luar sana. Terutama bagi kaum hawa. Bukankah, setan akan mengindahkan seorang akhwat saat ia melangkah keluar rumah?

Syifa takut itu. Terlebih, di luar sana ada banyak syahwat dan rawan terjadinya ikhtilat.

Saat-saat seperti ini, kadang ia merindukan seorang Ayah. Karena, dialah pelindung bagi anak-anaknya, termasuk anak wanitanya.

"Yah, Syifa kangen Ayah." Hatinya mulai terpaut pada kata 'Ayah'.

Tok, tok, tok...

Suara ketukan pintu tertangkap jelas oleh indra pendengaran Syifa, tanda ada orang yang ingin masuk. Ketukan pintu yang pelan, ia yakin itu Ibu tirinya. Berbeda dengan ketukan keras tak sabaran, itu adalah ciri khas ketukan Kakaknya.

"Masuk, Mi!" teriak Syifa.

Sang Ibu pun masuk. Ia menghampiri Syifa yang tengah duduk di pinggir ranjang. "Dari kemarin, kok, di kamar terus?" tanyanya.

"Syifa bosen. Mau jalan-jalan juga kan Alya nya lagi liburan keluarga. Syifa kan keluar rumah harus sama mahram Syifa. Sedangkan temen yang bertahan cuma Alya doang," keluhnya.

Nisa, Ibu tirinya tersenyum tipis. "Umi mau ajakin Syifa ke suatu tempat."

"Kemana? Terus mau ngapain? Syifa males ah..."

"Syifa wajib ikut, Umi gak mau tau. Sekarang, Syifa ganti baju. Gak pake lama ya, Sayang," ucap Nisa sambil mengelus kepala Syifa, dan lantas pergi meninggalkan Syifa.

***

Sebuah mobil Ferarri berwarna biru itu melaju dengan kecepatan sedang, membelah jalanan yang masih terbilang sepi. Kali ini, bukan Syifa yang mengendarai mobil kesayangannya, tapi sopir khusus antar jemput keluarga. Tapi mobil Ferarrinya bukan mobil khusus antar jemput. No way! Kata Syifa.

Di jok depan, terlihat ada Ilham yang tengah Vidio call dengan Bagas. Sesekali Syifa yang duduk di jok belakang, melirik ke layar ponsel Ilham. Di sana, tampaklah lelaki tampan berwajah tenang, yang dulu pernah mengisi isi hatinya. Ah, Syifa mulai rindu lelaki yang selalu membuatnya tertunduk patuh mengerjakan kebaikan itu.

Syifa tersenyum, melihat Bagas yang saat itu tengah memakai peci. Ka Bagas memang benar-benar hijrah, batin Syifa.

Tanpa Syifa sadari, Bagas pun saat itu tak sengaja melihat ke arah jok belakang saat sedang mengobrol dengan dengan Ilham mengenai game balap mobil yang kemarin Ilham menangkan. Dan Ilham meraih juara pertama, walaupun hanya di PS2. Di jok belakang sana, terlihat Syifa tengah tersenyum menatap ke layar ponsel kakaknya.

Menyadari aksi saling tatap itu, Ilham kemudian berdeham, "Ehem..."

Baik Syifa maupun Bagas terperanjat kaget. Syifa segera menunduk, sedangkan bagas beristigfar.

"Katanya, saling memandang aja udah termasuk zina mata. Daripada zina, lebih baik dihalalkan saja, agar semua menjadi pahala. Perasaan, perkataan itu dari lo, deh, Gas." Bagas malu, walaupun ia tau, jika Ilham tengah menggoda mereka.

Syifa menunduk dalam. Nisa yang saat itu sedang duduk di sampingnya hanya tersenyum dan menghela nafas.

Ada canggung yang Syifa rasakan. Hatinya saat itu ibarat tengah berlari marathon. Ia benar-benar merindukan Bagas.

Ka Bagaaasssss!!!! Syifa kangen dipanggil Fafa lagi. Syifa kangen sama khawatirnya kakak. Syifa kangen diingetin kakak. Syifa berteriak dalam hati.

***
Mobil Ferarri itu terparkir rapi di parkiran bandara. Sedari tadi Syifa sudah bertanya-tanya, akan kemana ia dibawa pergi? Ke luar negeri, kah?

"Mi, kita mau kemana sih?" Syifa mulai penasaran.

"Ya ke sini lah, ayooo!" Ilham menyambar, lantas menarik lengan Syifa dengan paksa.

Saat ini, mereka bertiga tengah duduk di tempat penungguan. Syifa bingung. Tiba-tiba, keadaan bandara di tempat itu gelap. Syifa meraba-raba, tapi tak ada siapapun.

Dua telapak tangan yang menutupi mata Syifa benar-benar kuat. Syifa ingin membukanya, namun sulit. Siapa yang berani melakukan itu?

"Ish! Lepasin! Syifa gasuka!"

"Tebak dulu ini siapa?" tanya orang itu, yang Syifa ketahui itu suara lelaki.

"Ih, cowo! Lepasin!!! Ih bukan mahram tau ih. Ih lepasin! Gak sopan banget!" teriak Syifa.

Akhirnya lelaki itu melepaskan kedua telapak tangannya. "Dih, garang amat sih. Emang gak kangen sama Om?"

Matanya mulai membuka. "Hah? Om Adit?" Syifa lantas memeluk lelaki yang ia kenal sebagai paman terdekatnya itu. "Syifa kangen Om tau. Ih kuliah mulu, mana di luar negeri lagi!" gerutu Syifa.

"Hehe..." Adit terkekeh pelan melihat keponakannya.

Setelah itu, mereka bubar dari bandara. Syifa mulai berkicau, menceritakan banyak hal pada istrinya Adit. Sedangkan Nisa hanya tersenyum, menyimak. Mereka pulang ke rumah Syifa. Adit dan istrinya dijemput sopir pribadi mereka.

***
💬Main yu, Al!

Syifa mengirim sebuah pesan kepada Alya. Ia akui ia sungguh bosan berada di rumah.

💬Ayo! Besok di cafe Anggrek jam 9 pagi okeyyy 👍

Balasan dari Alya benar-benar membuatnya ingat kembali kisah perputusannya. Di tempat itu Syifa dan Bagas resmi berpacaran, di tempat itu mereka putus, di tempat itu Syifa bertemu orang nyebelin, adiknya ustadz muda, dan di tempat itu pula ustadz muda mengajak Syifa pulang bersama.

Syifa hanya tersenyum tipis mengingat itu. Mengeluh pun tak akan membuatnya kembali ke masa lalu.

Ia harus belajar ikhlas. Karena hijrah itu perlu ada yang dikorbankan.

💬Syifaaaaa....
💬Woyyyyyyyy
💬Ka Bagas Syifffff....
💬Dia ngasih sebuah kotak. Kotaknya lucu, warna ping, pake pita. Kayaknya ada sesuatu di dalem kotak ini. Besok gue kasih kotaknya.

Syifa terkejut membaca pesan dari Alya.

💬Halah... Jangan bercanda Al. Gak mungkin Bagas! Kalo kaya gitu, kenapa dia gak langsung nitipin kotak itu ke kakak gue aja?

💬Lo tau Ka Ilham gimana kan? Dia itu ember. Dia juga paling seneng ngegodain Ka Bagas. Pasti Ka Bagas malu lah.

Syifa menghela nafas. Mencoba mengatur deru nafasnya yang tak teratur. Hatinya takut...

Apa lagi yang akan Bagas lakukan untuknya?

Dengan kedatangannya kembali, proses melupakannya akan hancur.

Tolong, jangan beri aku harapan, jika pada akhirnya kamu akan meninggalkan....

____________________________________

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro