Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab12 | Tak dapat Menjawab

Sejauh yang diingat, masa kecilnya bersama gadis kecil itu penuh dengan keceriaan. Saat bisa tertawa ria bersama dia, adalah suatu kebahagiaan yang tentu akan sulit dilupakan. Senyum dan tawa orang disayang adalah bahagianya. Sedangkan tangis orang yang disayang adalah sedihnya.

"Aaaaa ... spiderman!!!" Gadis kecil bernama Fatimah itu berteriak ketakutan saat melihat laba-laba merayap di tas sekolahnya. Dia melempar tas itu ke tanah saking takutnya.

"Ada apa, Fatimah?" tanya lelaki yang tak lain adalah Azam.

Fatimah memeluk pinggang Azam dari belakang dan bersembunyi di punggungnya. "Ada ... ada laba-laba, Ka. Fatimah takut, usir Ka ... laba-labanya," ucap Fatimah sambil menangis.

Azam melepaskan pelukan Fatimah secara perlahan, kemudian mengambil tas Fatimah yang tergeletak di tanah. Azam mengambil, kemudian membuang laba-laba itu ke sembarang arah. Setelah itu, Azam mengembalikan tasnya pada Fatimah. "Udah gak ada kok, spiderman nya. Hehe," ucap Azam sambil terkekeh pelan.

Fatimah mengambil tas nya. "Makasih ya, Kak, kalo ga ada Kakak, gatau deh, Fatimah masih hidup atau enggak."

Azam tertawa mendengar penuturan lucu gadis itu. "Haha ... kamu itu lucu, Fa. Kalo kamu ketakutan, panggil Kakak aja. Kakak janji, bakal terus lindungin kamu."

"Makasih banyak yah, Kak. Fatimah sayang deh, sama Kakak." Sebuah senyuman mengembang di bibir Fatimah.

Awan mendung di wajah Fatimah, kini telah tergantikan oleh cerahnya sang matahari ceria.

"Kakak juga sayang ko, sama Fatimah."

"Nanti ... kalo udah besar, Kakak mau nikah sama siapa?" Pertanyaan itu terlontar oleh Fatimah yang masih sangat polos.

Tiba-tiba, Azam tersenyum malu. "Kakak belum tau atuh, Fatimah. Kalo boleh sih, Kakak maunya nikah sama Fatimah aja." Azam masa kecil memang suka menggoda, namun hanya kepada Fatimah. Jika hal menggoda, tentu sifat yang turun dari Faqih, sang Ayah.

"Ih! Kita masih kecil, Kak."

"Kan, nanti, Fatimah," ucap Azam dengan memberi penekanan pada kata 'nanti'.

Fatimah terkekeh pelan. "Hehe ... iya deh."

Azam menatap Fatimah lekat, kemudian berkata, "Kalo Fatimah mau, Fatimah tunggu aja di rumah. Nanti kalo Kakak udah besar, Kakak mau ngelamar kamu. kakak janji deh." Azam mengacungkan jari kelingkingnya, kemudian Fatimah menautkan kalingkingnya dengan Azam.

"Oke ... Fatimah bakal nunggu Kakak."

Anak kecil yang memiliki pemikiran seperti Azam adalah anak yang langka. Azam yang baru berusia 10 tahun itu memang kadang selalu diceritakan tentang nikah muda oleh Abinya, Faqih. Faqih paling sering menceritakan tentang kisah cintanya dengan Aisyah, sang istri, kepada anaknya yang masih kecil itu. Terkadang, Aisyah marah karena Azam diceritakan apa yang memang belum saatnya Azam ketahui. Namun Faqih tetaplah Faqih, yang tak bisa diam jika mengingat kicah cintanya bersama Aisyah dulu.

Masa lalu bersama Fatimah terus memutar di kepala Azam, sampai ia tidak sadar, bahwa di sampingnya sudah ada Zidan yang tengah menggoyang-goyangkan tubuhnya agar cepat tersadar dari lamunan tentang masa lalunya itu.

"Astagfirullah ...," ucap Azam saat tersadar.

"Kakak ngelamun aja. Ngelamunin apa?" tanya Zidan.

Azam mengerjap-ngerjapkan matanya. "E eh, engga, kok. Kamu ngapain, Dan?" Azam justru malah bertanya balik.

"Emm ... ehehe, enggak ada apa-apa kok. Cuma mau minjem buku hadist, boleh kan?"

"Ya udah, ambil aja di rak buku."

Setelah Zidan mendapatkan bukunya, dia pun keluar dari kamar Azam. Azam sendiri heran, sejak kapan Zidan suka membaca buku? Ada saatnya anak itu menjadi rajin, batin Azam sambil menggelengkan kepalanya pelan.

"Oke ... Fatimah bakal nunggu Kakak."

Ucapan Fatimah itu terngiang kembali di telinga Azam. Szam ingin melupakan Fatimah untuk 1 hari ... saja. Namun rasanya sulit. Kemarin-kemarin, Azam sempat lupa pada Fatimah. Namun, setelah dia mengetahui bahwa Syifa juga takut pada laba-laba, membuatnya ingat kembali pada sosok Fatimah.

***

Seperti biasanya, Azam datang ke rumah Syifa untuk mengajar ngaji.

Azam duduk di ruang tamu untuk menunggu gadis bernama Syifa datang. Tak lama setelah itu, gadis dengan gamis berwarna pink, serta kerudung yang warnanya senada dengan gamisnya itu datang menghampiri Azam. Gadis itu berdiri di hadapan Azam. Reflek, Azam mengangkat kepalanya untuk melihat gadis itu.

Untuk beberapa saat, bola mata mereka bertemu. Tatapan teduh Azam membuat Syifa tak ada bosannya memandang Azam.

"Astagfirullah ..." ucap Azam lirih, sambil mengalihkan pandangannya dari Syifa.

"Gue mau duduk di tempat lo. Kalo gue duduk di tempat kemaren, takutnya ada laba-laba lagi."

Azam tersenyum, kemudian bangkit dari duduknya. "Silahkan, Ukh." Azam pun duduk di sofa yang kemarin Syifa duduki.

Sebelum mengaji dimulai, seperti biasanya, Syifa pasti akan mengoceh atau mengajak ngobrol Azam terlebih dahulu. Bahkan, hal sepele pun kadang suka ia bicarakan. Dan hal yang membuat Syifa malas itu ketika Azam mulai menceramahinya. Bagaimana tidak? Syifa selalu kalah berbicara kala Azam menceramahinya dengan berbagai dalil dan hadist.

Syifa menoleh ke kanan dan ke kiri, untuk memastikan, apakah ia sudah aman atau tidak dari laba-laba. Takutnya, akan ada laba-laba lagi.

Azam sempat heran, ketika Syifa membawa baygon dan obat nyamuk. Entah apa yang akan dilakukan gadis itu.

Tak lama kemudian, Syifa menyemprot baygon tersebut ke setiap pojok ruang tamu, termasuk kolong-kolong meja. Menyemprot baygon adalah senjata Syifa membasmi laba-laba.

Setelah dipastikan tidak ada tanda-tanda datangnya makhluk bernama laba-laba, Syifa pun duduk kembali. "Huh ..." Syifa menghembuskan nafasnya pelan.

"Kenapa, Ukh?" tanya Azam.

"Engga ko. Eh, ustadz muda. Gue mau nanya dong."

"Mau bertanya apa, Ukhti?" tanya Azam.

"Eum ... kalo lo suka sama cewe, lo berani gak, nembaknya?" tanya Syifa.

"Pake pistol?"

"Bunuh aja sekalian pake golok!" Syifa kesal, kemudian dibalas oleh kekehan pelan Azam. Syifa menghembuskan nafasnya kasar. "Maksud gue itu, lo ungkapin perasaan lo ke si cewe, terus lo ajak dia pacaran."

"Saya tidak akan mengajak wanita mana pun pacaran, Ukh," ucap azam.

"Lah, terus? Lo emang gak bakal nikah?"

Azam tersenyum tipis. "Jika ingin menikah kan, tidak harus berpacaran dulu. Untuk apa pacaran, jika pada akhirnya putus juga. Untuk apa pacaran, jika nantinya ada yang tersakiti. Untuk apa pacaran, jika hanya untuk mengundang murka Allah saja? Jika ada lelaki yang serius, pasti dia akan mengajak ta'aruf, bukan pacaran."

Syifa terdiam sejenak. Bener juga ya? Ah, tau ah, gue selalu kalah ngomong kalo sama dia, batin Syifa.

"Bisa dimulai, belajar ngajinya, Ukh?" Azam mulai mengalihkan pembicaraan.

Syifa berdecak pelan. "Tunggu dulu ah, gue masih penasaran sama cowo kaya lo," ucap Syifa.

"Ada apa, Ukh?"

"Jadi, kalo lo suka sama cewe, bakal langsung ngajak dia ta'aruf, terus nikah?" Syifa penasaran.

Azam hanya diam, dan membalasnya dengan sebuah senyuman.

"Plis deh, gue lagi gak mau yang manis-manis. Lo jangan senyum, senyum lo itu terlalu manis buat gue."

Deg!

Tiba-tiba jantung Azam berdegup kencang ketika mendengar perkataan Syifa.

"Jawab dong!"

"Insyaallah ..."

"Ko insyaallah?"

"Insyaallah, saya akan mengajak wanita yang menurut saya baik ta'aruf. Jika sudah ada kecocokan, insyaallah menikah."

"Eum ... begitu pun jika lo suka sama gue?"

Azam terdiam.

"E eh, iyaya. Gue kan, bukan cewe baik-baik. Mana mungkin lo ta'arufan sama gue. Haha."

"Mungkin aja kok."

Hanya 3 kata, namun kali ini yang gugup justru Syifa. Syifa terdiam untuk beberapa saat, kemudian berkata, "Gak mungkin lah, kita jodoh!"

"Bukankah, tidak ada yang tidak mungkin, di mata Allah? Jika Allah menghendaki, kan apapun bisa terjadi.'' Azam tersenyum.

"Eh, tapi kan, gue cuma nanya. Nah, kalo lo suka sama gue, terus gue cewe yang baik, lo bakal ajak gue ta'aruf terus nikah gak?"

Azam menelan salivannya dengan susah payah saat mendengar sebuah pertanyaan hebat keluar dari mulut Syifa. Jantungnya pun berdetak dengan cepat, saking gugupnya. Untuk menghembuskan nafas saja, rasanya sulit bagi Azam.

Syifa memutar bola matanya kesal saat Azam tak kunjung menjawab pertanyaannya. "Kan lo bilang, gak bakal ngajak siapapun pacaran. Kalo lo suka sama gue, lo bakal ajak gue ta'aruf terus nikah gak? Jawab ih!"

Bibir Azam kelu, untuk membalas pertanyaan dari Syifa. hingga setetes keringat dingin pun mengalir di pelipisnya. Azam menarik nafas, kemudian menghebuskannya. "Maaf, Ukh. Bisa dimulai sekarang, ngajinya?"

Errr! Dikira mau jawab pertanyaan gue, malah ngalihin pembicaraan. Gue udah nunggu lama, batin Syifa.

"Entaran aja ah! Lo jawab dulu makannya." Syifa menopang dagu dengan tangannya. "Sekali lagi. kalo lo suka sama gue, lo bakal ajak taaruf terus nikah gak?"

"I ... insyaallah ..." ucap Azam kelu.

Syifa tersenyum puas. "Nah, sekarang, gue tanya lagi."

Aduhh... ya Allah. Dia mau nanya apa lagi? batin azam.

"Lo suka sama gue gak?" Syifa menaik turunkan kedua alisnya.

Skakk!

Seketika, jantung Azam berhenti berdetak.




































Masih hidupkah ia?

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro