Bab 41 | THE END Cinta dalam Hijrah
Bismillahirahmaanirrahiim.
Semoga setiap saat kita selalu berada di dalam ketaatan pada Allah. Dan semoga Allah meridhoi setiap langkah kita, aamiin.
***
Dan pada akhirnya, apa yang selama ini kita harapkan ternyata berakhir mengecewakan. Tentu saja, karena kita berharap pada makhluk.
Siapapun yang kita cari, yang kita inginkan, yang kita dambakan, jika memang takdirnya tidak bersama, ya tidak akan bisa. Percayakan saja bahwa kisah hidup terbaik sudah tertulis rapi oleh Sang Maha Pencipta. Bahkan kitab lauh mahfudz pun telah ada jauh sebelum kita dicipta. Yang mesti dilakukan adalah menjadi pemeran skenarioNya dengan sebaik-baik memerankan.
Azam menarik nafasnya dalam-dalam, dan kemudian menghembuskannya. Dia menatap dirinya di cermin. Masih sama seperti dulu. Masih seperti Azam kalem yang menenangkan mata. Sederhana sekali penampilannya saat itu. Hanya menggunakan koko biasa untuk menghadiri acara resepsi Syifa dan Bagas.
Aisyah, Faqih, Zahra dan Zidan telah siap untuk berangkat. Mereka menunggu Azam yang sudah lama berada di kamar, tidak biasanya. Tak lama kemudian, yang mereka tunggu pun keluar dari kamar.
"Ish Ka Azam lama banget sih. Padahal penampilannya biasa aja," ucap Zidan yang memang paling senang mengomentari.
Azam hanya terkekeh pelan. "Orang sabar, disayang Allah," tanggap Azam dengan tenang.
"Yang sabar yah, Zam kamu juga," ucap Zahra yang lantas membisikan sesuatu pada Azam, "aku tau kondisi hatimu. Aku ini kembaran kamu, aku bisa ngerasa apa yang kamu rasa. Aku tau ini berat."
Azam tersenyum tipis mendengar saudara kembarannya itu dan lantas berbisik kepada Zahra, "Sodara kembarmu ini kuat, Ka."
Mereka berdua pun tertawa tanpa memikirkan orang tua dan adiknya yang sedang menunggu.
"Gini nih nasib gak punya sodara kembar, apa-apa sendiri. Udah ah, ayo berangkat kak, Umi, Abi," ucap Zidan yang membuat tawa mereka semua pecah.
Mereka pun berangkat menuju pernikahan Syifa dan Bagas. Sesampainya di sana, Azam mempersilahkan Kakak, Adik dan orang tuanya untuk masuk terlebih dulu. Dia sebelumnya ada janji dengan Ardhan.
"Assalamualaikum, Zam," ucap Ardhan yang baru saja sampai di sana. Saat itu Ardhan menghampiri Azam yang tengah menunggu di dalam mobil.
Azam pun keluar dari mobil. "Waalaikumussalam. Abis dari mana dulu, Dhan?" tanya Azam pada Ardhan.
"Abis nganter pesenan Umi, Zam. Ayo, masuk! Ente siap menerima ini, kan?" Ardhan memastikan kondisi Azam.
Azam terkekeh pelan sambil menepuk pundak Ardhan. "Ane gak selarut itu dalam kekecewaan, Dhan. Udahlah, tenang aja."
Baru saja Azam melangkah, tiba-tiba seorang gadis berapapasan dengannya. Keduanya terkejut. "Astagfirullahal'adziim, " ucap Azam saat mendapati gadis tepat di hadapannya tengah menunduk.
"Maaf, Ukh," ucap Azam yang tidak direspon sama sekali oleh gadis itu.
Sepertinya, Azam mengenali gadis itu. Ya, itu gadis yang kemarin datang ke Pesantren untuk menemani Syifa. Dengan ragu, Azam bertanya, "Namanya siapa, Ukh?"
Gadis yang ternyata Fiany itu tampak ragu pula untuk menjawab. "Eum, cari tau sendiri aja ya." Fiany pun segera pergi, berlalu dari Azam dan Ardhan.
Azam memperhatikan perginya Fiany. Gadis yang dulu pernah ia lihat bersama Syifa. Ada yang aneh dengan Azam yang tidak seperti biasanya jika bertemu akhwat.
"Woy, Zam! Jangan ngelamun!" Ardhan membuyarkan lamunan Azam.
"Astagfirullahal'adziim."
"Ente cari tau di sepertiga malam, Zam. Siapa tau dia jawaban dari doa Ente," ucap Ardhan seakan tau apa yang Azam rasakan.
Azam hanya diam, tak merespon ucapan Ardhan. Lantas mereka berduapun masuk ke acara pernikahan Syifa dan Bagas.
Harusnya, hari ini adalah hari yang sangat menyakitkan bagi Azam. Ditinggal menikah oleh orang yang selama ini dicari dan diharapkan, siapa yang tidak sakit hati? Tapi entah mengapa, hatinya justru bisa bangkit dengan cepat, setelah segala keikhlasan ia lillahkan. Allah memang Maha Membolak balikkan Hati manusia.
Cara agar tidak larut di dalam kesedihan memang salah satunya dengan cara ikhlas. Ikhlas semuanya terjadi walau perih, pahit, bahkan menyakitkan. Yakini saja, bahwa setelah ini hati akan kuat dan tegar.
Di sisi lain, Fiany berlari tanpa arah. Ia sendiri bingung. Yang pasti saat itu seketika hatinya remuk.
Kenapa Syifa begitu beruntung? Hijrahnya seperti mudah ia lewati. Uminya mendukung, Ilham pun hijrah juga, dia juga berhasil mendapatkan Bagas. Sedangkan aku? Kenapa selalu dipersulit, sih? Dan semua temen aku pergi gak tau kemana. Kenapa aku ngerasa ini gak adil, sih? batin Fiany berteriak sambil menangis sesenggukan di parkiran tempat pernikahan Syifa dan Bagas.
___________________________________________________
Kini, mereka sudah SAH menjadi sepasang kekasih yang halal. Syifa masih terlihat malu-malu walaupun hanya untuk mengobrol dengan Bagas. Pipinya selalu seketika memerah. Entahlah, sejak kapan ia menjadi pendiam seperti ini. Padahal yang Bagas tau, dulu Syifa iti cerewet.
"Fa, kamu masih cinta, sama Ka Bagas?" Pertanyaan itu tiba-tiba terlontar dari mulut Bagas. Membuat Syifa seketika membeku.
"Mungkin aja kan, semenjak kita putus dulu, kamu suka ke orang lain?" pikir Bagas.
Syifa mulai angkat bicara. "Kak, masalah perasaan itu fitrah. Terkadang memang harapan itu bukan hanya untuk seorang. Tapi dia yang berani menghalalkan, lebih berhak kita cintai karena Allah," ucapnya yang membuat Bagas terpukau.
"MaasyaaAllah." Bagas mengelus kepala Syifa yang terbalut jilbab.
Saat itu mereka tengah mengobrol di taman belakang rumah Syifa setelah lelah menerima dan menyambut tamu undangan. Mereka memilih untuk istirahat dengan tema alam, agar bisa memulihkan kesegaran hati dan pikiran.
"Syifa bener-bener udah berubah ya?" ucap Bagas yang membuat Syifa menoleh ke arah Bagas.
"Berubah? Enggak kok. Syifa masih cinta sama Kakak."
"Cieee, masih cinta."
Seketika, memerahlah pipi Syifa bak kepiting rebus.
"Hehe, maksudnya, Syifa terasa lebih baik. InsyaaAllah lebih sholehah ya," ucap Bagas.
"Aamiin, Kak. Doain Syifa terus."
"Itu pasti. Nanti, kita berdoa bareng-bareng ya. Biar kebersamaan kita selalu berada di dalam ketaatan pada Allah, hingga Allah pun ridho."
"Aamiin."
"Setelah kemarin kita memutuskan untuk hijrah masing-masing. Melewati ujian masing-masing. Sekarang, kita hijrah bareng-bareng. Kita terus memperbaiki diri kita dan mengistiqomahkannya. Kita saling mengingatkan dalam kebaikan. Semoga kebersamaan ini bisa sampai surga." Bagas tersenyum.
"Aamiin. Taqobbal Yaa Kariim."
Ka, maafin Syifa. Syifa pernah menyukai orang lain. Syifa pernah mengharapkan orang lain. Dan itu bukan Kakak. Sebenernya, jauh sebelum Kakak melamar, sudah tidak ada lagi perasaan pada Kakak. Tapi Syifa semakin sadar, bahwa Syifa salah besar telah mengejar masa lalu yang ternyata memang bukan takdir Syifa.
___________________________________________________
Fiany menjalani hari seperti biasa. Ia sempat ingin mengakhiri proses hijrahnya karena merasa semua sia-sia. Namun, dengan tulus ikhlas, Syifa kembali menggenggam erat tangan Fiany agar kembali kepada jalan hijrah. Meski Syifa telah menikah, tapi ia selalu bisa membagi waktu untuk membersamai Fiany di dalam hijrah.
"Karena memang, kita itu tak bisa sendiri. Hakikatnya juga kita adalah makhluk sosial yang akan selalu membutuhkan orang lain. Hijrah tanpa teman akan terasa sekali beratnya. Tapi, ketika kita memiliki teman, pasti akan selalu ada yang mengingatkan dan menguatkan.
"Ka Fiany, aku akan selalu ada buat kakak. Aku sangat kagum pada Kakak yang memilih untuk hijrah. Jangan pernah berpaling dari jalan kebaikan ini. Kita saling menguatkan agar bisa selalu berada di dalam ketaatan, ya?" ucap Syifa.
Fiany meneteskan air matanya saat mendengar perkataan Syifa yang telah membuka hatinya kembali. Ia merasa sangat bersalah di masa lalu. Telah mencaci, memaki, menghina dan berbuat sangat buruk pada Syifa. Tapi apa balasan Syifa? Tidak sedikitpun Syifa membalasnya dengan keburukan. Justru Syifa sangat baik padanya.
Setelah Syifa memperteguh kembali hijrahnya, Fiany mendapati Ibunya sudah mulai setuju dengan hijrahnya Fiany. Ujian yang bertubi-tubi dihadapi mereka ternyata membuahkan pelajaran dan hikmah luar biasa.
Kemarin, Ayah Fiany yang pernah selingkuh dengan Ibunya Syifa pun telah bebas dari penjara. Ayah Fiany kembali rujuk dengan Ibunya. Ada perbedaan drastis yang Syifa lihat pada penampilan Ayahnya. Kini lebih terlihat islami, ditambah lagi peci yang Ayahnya kenakan. Singkat cerita, Ayahnya bertaubat selama di penjara. Dia mengakui berbagai kesalahannya di masa lalu. Hingga kini, ia pun kembali pada keluarga kecilnya. Walaupun hartanya tidak bergelimang, tapi rasa syukur selalu terucap di bibirnya, karena Allah masih memberi kesempatan untuk membuka lembaran baru. Dan memulai harinya dengan membimbing keluarga agar selalu taat pada Allah.
Fiany terharu melihat kebersamaan sederhana ini dengan keluarga utuh. Ia begitu bersyukur pada Allah telah memberinya kesempatan untuk merasakan kebersamaan sederhana yang indah ini. Tanpa harta, kita masih bisa bahagia. Tapi tanpa syukur, kita tak akan merasa cukup.
Melihat itu, Syifa dan Bagas mengambil banyak sekali pelajaran tentang hijrah. Mereka saling bertukar cerita tentang masa hijrahnya masing-masing. Mereka semakin bersyukur atas segala rahmat Allah.
Tentang Ali, lelaki masa lalunya Syifa?
Kini lelaki itu telah diterima oleh seorang gadis. Seorang gadis yang tak asing lagi bagi kita. Siapa?
Fiany.
Azam dan Fiany tak lama lagi akan melangsungkan akad. Jarak dari ta'aruf, khitbah, dan nikah tidak terlalu jauh. Karena bagi Azam, jika telah siap segala-galanya, maka lebih baik untuk disegerakan.
Fiany semakin yakin, bahwa Allah itu Adil dan akan selalu menjadi Yang Maha Adil.
Cinta dalam Hijrah.
Kisah cinta di tengah perjalanan hijrahku. Ku berusaha untuk selalu memperbarui dan meluruskan niat. Agar hijrah ini hanya karena Allah semata.
Cinta itu fitrah. Dan sebaik-baik kita adalah yang mampu menjaga fitrah itu agar selalu bersih tak bernoda.
Cinta di dalam hijrah adalah ujian hati. Agar kita senantiasa berhijrah karena Allah, bukan karena cinta, bukan karena makhluk.
____________________THE END__________________
Alhamdu...lillah.
Boleh yang mau memberikan kesan pesan dan saran. Aku selalu tunggu komentar kalian. Komentar kalian itu penyemangat utama para penulis tau gak?😂
Salam,
Saifa Hunafa❤
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro