🍁 5 🍁
"Hari ini kita kerja mesti ekstra keras, soalnya itu bapak yang punya hotel ada di sini. Dia nginep di kamar...," salah seorang lelaki berambut tipis cenderung botak membalikan kertasnya. "2605. Pembagian lantai sudah di berikan sama Joko, kan?"
"Iya, Pak," jawab mereka serentak.
"Oh, iya, Suri. Bapak Gian minta tambahan towel sama bathrope. Bapak juga minta ganti sprei dan sarung bantal, ganti juga dengan bulu angsa. Beliau ada alergi debu. Jadi...pastikan semuanya bersih."
"Baik, Pak." Suri mengangguk kemudian berlalu ke arah gudang, tempat penyimpan troli yang berisi alat perangnya sebagai housekeeping staff.
Menjadi room attendant gampang-gampang susah, ia harus standby jika sewaktu-waktu reception meminta untuk make up room.
Seperti yang diperintahkan Pak Edi. Setelah mengetuk pintu tiga kali tak ada jawaban, maka Suri memasuki kamar yang sudah diamanatkan untuknya saat briefing pagi tadi. Pak Edi juga berpesan agar masuk saja langsung meski tidak ada jawaban.
Beberapa kali Suri berucap salam, tapi yang terdengar hanya suara gemericik dari kamar mandi yang kebetulan pintu kamar tersebut tak tertutup. Suri memulai pekerjaannya; mengganti gelas di atas pantry walaupun tak terpakai sekalipun, bersanding dengan fruit basket dan welcome juice. Kemudian mengecek makanan kecil dan minuman yang ada di mini bar, dan men-replace-nya dengan yang baru. Kemudian berlanjut memvakum karpet yang terbentang luas di bawah kaki kursi dan meja di ruang tamu, dan beberapa tempat lainnya.
Suri terlonjak kaget mendapati tubuh yang tengah bertelanjang dada, berselimutkan handuk yang bertengger di pinggang berdiri di ambang pintu kamar mandi. Beberapa tetes air masih menetes melalui ujung-ujung rambut basah yang konon katanya adalah pemilik hotel tempat Suri bekerja.
Demi apa? Ini orang gila ternyata pemilik hotel ini.
Suri tak pernah menduga akan hal ini. Dua kali bertemu dengan pria gila yang ngakunya waras, membuat diri Suri was-was. Pasalnya tak ada yang tahu kerja sampingannya yang sebagai penari—hampir—telanjang itu. Riasan tebal juga wig panjang bergelombang selalu menghiasi penampilannya di malam hari, sedangkan untuk siang hari Suri memilih penampilan apa adanya. Make up sederhana dengan rambut di harnet, sebagai syarat utama kerapian. Melirik sebentar ke arah Gaindra yang sedang berkacak pinggang memandanginya.
"Permisi, Pak. Saya mau membersihkan kamar mandi."
Giandra menaikan sebelah alisnya melihat reaksi Suri yang hanya menatapnya sekelebat, tanpa memandanginya ataupun meneliti. Room attendant wanita itu malah meninggalkan Giandra yang berkacak pinggang, kemudian memasuki kamar mandi dengan membawa beberapa room suppliest.
Walau terlihat sopan layaknya tamu dan pekerja, tetap saja Giandra merasa jika dirinya sedang dicuekin.
Sialan!
Sedari dini hari ia sudah uring-uringan, apalagi setelah ditolak begitu saja oleh penari—hampir—telanjang yang berlengak-lengok di tiang. Gian merasakan harga dirinya terluka. Bayangkan saja, seorang Giandra Janari Basukiharja ditolak begitu saja.
Cih! Menikah? Yang benar saja? Apa kata dunia dirinya menikahi wanita penghibur? Oh, tidak. Jangan lupakan bagaimana reaksi kedua orang tuanya, jika ia nekat menikahi wanita itu.
Sialnya! Bayangan lekuk tubuh Allegra terus saja membayangi dirinya sepanjang tujuh jam paska dirinya ditolak. Mencari wanita lain pun juga tak mampu meredam gejolak keperkasaannya yang merasa tak terpuaskan sama sekali.
Giandra mengacak rambut setengah basahnya seraya mengerang frustasi. Bayangan Allegra meliuk-liukan tubuhnya membuat keperkasaannya kembali menegang. Ia tak mungkin memanggil wanita malam di pagi hari seperti ini, karena kenyataannya para wanita itu tak benar-benar bisa meredam gairahnya meski ia sendiri sudah mencapai klimaks.
Masa iya dirinya harus bermain solo? Menggeleng cepat, Giandra mengenyahkan pikiran gilanya. Seumur hidup ia belum pernah lagi bermain solo semenjak bangku SMA menyapa. Ia selalu bisa mendapatkan wanita yang bisa ditidurinya tanpa harus berkomitmen.
Sialan betul wanita itu!
Suri baru saja keluar dari kamar mandi, namun ia terkejut mendapati Giandra masih berdiri di ambang pintu dan menyorotnya langsung. Suri yang masih kaget hanya diam dan menatap sebenyar ke arah GiandraL.
"Udah selesai, kan?" Suri hanya mengangguk, kemudian menundukan kepala. Mengambil peralatannya yang terjatuh karena kekagetan Suri tadi.
"Permisi, Pak." Suri pamit dan kembali ke trolinya dan mengambil beberapa flat sheet dan kembali ke dalam kamar tersebut. Mengambil semua sprei kotor dan mengantinya dalam waktu lima menit.
Setelah melipat sembarang sprei yang kotor, Suri yang akan beranjak dari tempatnya mendadak terdiam mendapati geraman dari dalam kamar mandi yang tak tertutup dengan sempurna.
Ia yakin jika pria itu tengah mengerang dan dibarengi oleh desahan tertahan. Suri bukan gadis bau kencur yang tak tahu apa arti erangan dan desahan dari dalam kamar mandi. Pria yang semalam ingin menikmati tubuhnya tengah bermain solo di kamar mandi.
Wajah Suri seketika pucat mendapati siapa nama yang disebut oleh Giandra dalam permainan solonya. Allegra. Suri bergidik ngeri mengetahui jika dirinya menjadi objek fantasi bahan colian pria itu.
Meski ia tahu resiko seperti ini tak mungkin terelakan karena pekerjaannya, hanya saja mendengar langsung Giandra menyerukan namanya di tengah-tengah permainan solonya sampai klimaks menyebut namanya membuat Suri tak nyaman.
Ibu satu anak itu bergegas pergi dari kamar tersebut, lebih tepatnya pergi dari Royal Suite ini.
Giandra yang merasa lega karena birahinya tersalurkan walau hanya bermain solo, kembali membilas tubuhnya.
Sialan kamu Allegra! Umpat Giandra dalam hati, sepagi ini ia harus mandi hingga dua kali.
Wajah Giandra yang awalanya penuh kelegaan seketika berubah horor. pasalnya ia lupa menutup rapat pintu kamar mandi dan melupakan satu fakta, jika ada room attendant wanita yang tengah membersihkan kamarnya.
Dobel sialan!
Cepat-cepat Giandra memakai kembali handuk yang dilapisi dengan bathrope, dan bergegas keluar kamar mandi.
Mengedarkan pandangan. Kamarnya sudah rapi. Baik sprei, blanket, juga bantal-bantalnya. Mengertakan ikatan bathrope-nya Giandra keluar kamarnya namun tak menemukan wanita itu beserta trolinya.
Harusnya Giandra bernapas lega karena pegawai wanita itu sudah pergi, namun tetap saja ia harus memastikan sendiri jika kejadian yang memalukan di kamar mandi tadi tak tersebar ke pegawai lainnya.
Mau ditaruh dimana mukanya, jika berita dirinya bermain solo tersebar ke seluruh hotel ini. Ia tahu kecepatan gosip yang melebihi kecepatan angin itu.
Awas saja kali pegawai itu menyebarkan kelakuannya di kamar mandi. Giandra sendri yang akan memecat wanita tadi.
Sialan!
🍁🍁🍁🍁🍁🍁
Sidoarjo, 28 Oktober 2019
-Dean Akhmad-
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro