Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

🍁 4 🍁

Allegra menyeringai melihat reaksi Giandra yang membeku, ketika ia meminta pria itu menikahinya. Jurus 'nikahi saya' masih ampuh untuk mengusir para pria hidung belang semacam pria ini.

Cukup ia menjalani dosanya yang lalu, kemudian ketambahan dengan dosa memamerkan tubuhnya di depan para pria-pria bernapsu. Ia tak ingin menimbun dosa lagi. Alle tahu bersetebuh dengan pria tanpa ikatan pernikahan sama saja dengan berzina.
Ia tak mau karmanya kembali menghantam sang putri.

Mendorong tubuh Giandra yang masih membeku dengan pandangan kosong, Alle pergi tanpa berpamitan. Ia yakin bahwa tak ada satupun pria yang mau menikahi wanita berprofesi sebagai penari telanjang seperti dirinya. Sebejat-bejatnya pria mereka menginginkan gadis baik-baik untuk dijadikan istri, juga ibu bagi anak-anaknya.

Bermimpi saja ia bisa keluar dari kubangan dosa seperti ini, mungkin selamanya takkan pernah bisa. Pengobatan putrnyai membutuhkan biaya yang tak sedikit, belum juga kebutuhan sehari-hari dan biaya sekolah putrinya yang memang berkebutuhan khusus.

Ia tak mau anaknya diejek oleh teman sekelasnya hanya karena ia bisu dan tuli. Berbanding terbalik dengan kehidupannya dulu, yang serba berkecukupan juga fisik yang sempurna tanpa kekurangan apapun kembali menohok dadanya.

Andai ia tak melakukan dosa tersebut, mungkin putrinya sama seperti gadis-gadis lainnya.

Seperti itulah penyesalan. Akan selalu datang di akhir, mengungkungnya dalam sebuah perasaan bersalah yang tak kunjung selesai. Semakin hari ia semakin diperlihatkan hasil dari dosa-dosanya dalam bentuk putrinya.

Hidupnya sudah terlanjur rusak, ia tak mau mengotori takdir putrinya hanya karena dosa-dosanya. Akan lebih baik jika ia tak berurusan dengan pria semacam itu.

Suri menyerahkan helm pemilik ojol langganannya yang ia tumpangi, membayarkan sejumlah uang juga tips yang seberapa besar. Setelah berucap terima kasih, Suri membuka pagar kayu yang sudah tak berwarna juga keropos di mana-mana.

Ia ingin segera melabuhkan tubuhnya di kasur, dan menghirup aroma minyak wangi khas Yona. Entah kenapa malam ini ia begitu merindukan putrinya.

"Wah...apa nggak kurang pagi kamu pulangnya?" Sindiran bernada rendah dari teras rumahnya membuat Suri mengurungkan niat membuka pintu.

Terlampau lelah, hingga ia tak menyadari jika Pijar duduk di sana dengan wajah angkuh dan dingin yang masih mendominasi.

"Wah ... ini sudah malam, Pak. Untuk apa anda mengunjungi rumah seorang janda?"

"Aku hanya ingin bertemu Keiyona, Ri."

Suri mendengus. Bertemu dengan Yona? Yang benar saja.

"Ada kepentingan apa anda ingin menemuinya, di buta seperti ini?"

"Ingin memastikan kalo Yona benar-benar putriku."

Wah...Suri ingin tertawa sekarang mendengar jawaban Pijar, sumpah demi Neptunus. Kenapa baru sekarang pria ini mengakui jika Keiyona adalah putrinya.

Kemana dia dulu saat pria ini mengusirnya saat kandungannya berumur delapan bulan. Ia sudah bersujud di kakinya, bahkan memohon agar tak diusir. Namun kekerasan hati Pijar membuat ia harus berada di posisi ini.

"Ini pagi buta, Pijar. Bisakah kamu kembali besok. Yona pasti udah tidur. Aku juga lelah, butuh istirahat." Pinta Suri secara halus.

Ia benar-benar lelah jika harus bersitegang kembali dengan mantan suaminya ini, setelah menghadapi pria gila di klub ia tak ada lagi tenaga menghadapai orang gila satu lagi.

Tanpa menghiraukan Pijar, Suri membuka pintu rumahnya dan melemparkan tas punggung usangnya di atas kursi sofa yang tak kalah usang.

Suri menunjukan kamar dimana putrinya tengah tertidur pulas, sedangkan ia lebih memilih ke arah dapur dan membuat segelas teh hangat.

Melirik tubuh menjulang Pijar yang menghilang dari balik gorden penutup yang dijadikan sebagai pintu kamarnya, Suri kembali melanjutkan mengaduk tehnya dan duduk di kursi meja makan kayu.

Pijar tak bisa menyembunyikan denyutan tak mengenakan yang menguar begitu saja, kala melihat Yona tertidur pulas tanpa ia tahu jika ada seseorang datang memghampiri.

Hati ayah mana yang tak perih melihat bagaimana kondisi putrinya. Putri yang ia sangka adalah anak pria lain, karena nyatanya wajah Yona adalah jiplakan darinya.

Putrinya. Bolehkah ia dengan bangga menyebut jika Yona memang benar-benar darah dagingnya. Pijar memang laki-laki brengsek yang dengan kejamnya tak mengakui buah hatinya dengan Suri, namun melihat tatapan polos Yona semakin membuat pijar tak mampu mengelak lagi.

Ia menginginkan Yona hadir dalam hidupnya, tapi kenyataan putrinya mengalami gangguan pendengaran dan berbicara sangat menganggu Pijar.

Pijar adalah satu-satunya pria yang menyentuh Suri kala itu, meski ia melakukan hal tersebut dalam keadaan setengah sadar karena pengaruh obat perangsang.  Akan tetapi ia masih bisa merasakan jika keperkasaannya yang menjebol hymen milik Suri.

Keesokan harinya Pijar benar-benar mengamuk pada Suri, dengan beraninya wanita itu memberikan segelas teh yang sudah dicampur obat perangsang. Mulai saat itu Pijar membangun tembok kokoh dengan selalu bersikap dingin, bahkan tak segan melayangkan tamparan di wajah Suri jika sedikit saja melakukan kesalahan.

Dua bulan kemudian Pijar tahu jika Suri tengah mengandung benihnya, mau tak mau Pijar berusaha menerima kehadiran si jabang bayi beserta Suri yang menjadi istrinya.

Sayangnya usaha Pijar berakhir, tatkala ia mengetahui rencana licik Suri untuk mendepak Bunga dari hidupnya. Pijar murka, malam itu juga pria itu memukuli Suri tanpa ampun. Apalagi ada bukti yang berupa foto Suri keluar dari hotel di pagi buta bersama seorang pria dewasa, yang pijar ketahui bernama Martin dan dia adalah salah satu sahabatnya. Tak hanya sekali, dan itu terjadi beberapa kali mereka keluar dari hotel dengan berpelukan layaknya pasangan kekasih.

Mata dan hatinya dibutakan oleh amarah dan dendam, karena sudah menghancurkan hidupnya. Puncaknya ialah ketika Pijar mentalak tiga Suri, dan mengusirnya setelah ia puas menghajar wanita hamil itu tanpa sepersen uang ataupun barang-barangnya.

Bohong jika jauh di lubuk hatinya ia tak tega melakukan hal itu, apalagi melihat Suri memegangi perutnya guna melindung si jabang bayi dari tendangan yang ia sarangkan tanpa ampun. Namun sepertinya isak dan tangisan Suri tak bisa membuat pijar menghentikannya.

Lalu kini ia di hadapkan dengan keberadaan Yona, membuat sebagian hatinya menjerit. Ia pernah ingin membunuh bayi yang sekarang menjelma menjadi gadis cilik ini, ia juga pernah menganiaya ibunya saat wanita itu mengandungnya.

Lalu bisakah ia meminta hal lebih?

Menjambak rambutnya kasar, Pijar menggerang dengan penuh frustasi. Dulu ia berkeyakinan jika anak ini adalah anak Martin, tapi sekarang semuanya ambyar tak berbekas. Bagaimana ia akan menjelaskan pada Yona jika ia adalah ayahnya.

Untuk pertama kalinya Pijar menteskan airmata, sesaat jemarinya hinggap di pipi halus putrinya.

"Put-tri-ku." Pijar tergugu dalam tangisannya, sedangkan tangan satunya terkepal kuat menyumpal mulutnya agar isakkannya tak terdengar hingga keluar kamar.

"Maafkan, Ayah. Maafkan, Ayah."

🍁🍁🍁🍁🍁🍁

Sori for typo

Sidoarjo, 24 Oktober 2019
-Dean Akhmad-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro