🍁 38 🍁
Makasih buat komenan kalian, banyak banget euy. Aku terkesima, aku terkedjoet, dan Terima kasih. Komen kalian support sistem aku buat pengen cepet update, apa daya aku masih kerepotan. Hehehehe, monmaap ya belom bisa balesin satu2 komen kalian. Tapi aku selalu bacain kok.
Btw makasih DianSudjiwo buat ngasih ide adegan kemaren. Wkwkwkwkwkw perfecto.
Dahlah, selamat membaca semoga kalian suka.
🌾🌾🌾🌾🌾🌾
"May ... Kamu hamil?"
Ruang tamu yang tadinya berisi percakapan dua arah, berubah menjadi lebih hening semenjak kedatangannya. Keterkejutan dan kebingungan sama-sama saling mendominasi.
Kebalikan dari keluarga Basukiharja, Hesti dan Janaka saling menata bergantian ke arah Giandra dan Suri.
"Dek, kamu kenal Giandra?"
Mendapati pertanyaan itu jelas membuat Suri gelagapan. Ia berusaha menyembunyikan identitas ayah kandung dari janinnya, tapi kenapa justru malam ini mereka kembali dipertemukan.
Memejamkan matanya, Suri mengambil napas panjang dan membuangnya perlahan. Menatap sebentar kearah Giandra yang menyorotnya dengan tatapan penuh tanda tanya, Suri mengulirkan bola matanya menatap Pijar dan beralih ke semua orang yang ada di ruangan.
Tenggorokan Suri tersekat hebat, begitu tubuhnya ditubruk oleh Giandra.
"Mas...."
Giandra bahkan tak peduli dengan keterkejutan yang diciptakannya. Sungguh ia tidak peduli.
Persetan dengan semua orang yang ada di sini, ia hanya ingin memeluk Maysuri.
Giandra tidak bisa mendeskripsikan perasaanya saat ini. Terlampau banyak kejutan yang ia terima sekaligus.
Otaknya tak lagi bisa berpikir logis, apalagi begitu mengetahui jika Mayasuri ternyata hamil anaknya. Giandra akan menjadi seorang ayah.
Baru saja Giandra mengurai pelukannya dan berkeinginan memegang perut buncit Suri, ia mendapatkan bogem mentah di wajahnya. Membuat pria berdarah campuran itu tersungkur tepat di bawah kaki Keiyona yang langsung menutup mulutnya dengan kedua tangan.
Tak pelak suara jeritan serempak terdengar dari para wanita.
"Mas...."
"Sialan lo! Maksud lo apa peluk-peluk adek gue hah?" Pijar langsung mengambil alih tubuh Janaka yang ingin kembali melayangkan pukulan kearah Giandra.
"Naka stop!"
"Lo nggak liat, Jar. Dia main peluk adek gue, sedangkan dia ada binik sama orang tuanya."
Pijar mendesis tak suka. Meski ia tahu kebenaran akan hubungan rumit antara Giandra dan Suri, bukan berarti ia berhak membuka segalanya. Pijar menghormati keputusan Suri, walau sebenarnya ia pun merasa keberatan.
"Mas, jangan gini."
Menoleh cepat kearah Suri, Janaka melepaskan cekalan Pijar di lengannya dan memandang tajam kepada sang Adik. Otak Janaka mulai berpikir keras, kejadian malam ini jelas bukan hal yang bisa Janaka bayangkan.
Mulai dari Giandra yang terlihat dekat dengan keponakannya, pun panggilan Papa yang dialamatkan pada Giandra. Lalu kedatangan Suru yang membuat keluarga relasinya terkejut bukan main, kemudian pelukan tiba-tiba padahal Giandra sudah mempunyai istri.
Dan yang terakhir adalah Suri yang tidak pernah mau mengatakan siapa ayah dari bayi yang dikandungnya. Bagai dihantam dengang godam mendadak saja hati Janaka mencelos, mendapati satu kenyataan yang bisa ia ambil kesimpulannya. "Jawab Mas, Ri, Mas butuh jawaban yang jujur."
Suri hanya menggeleng kecil, menanggapi permintaan Janaka dengan mata berkaca-kaca. "Jangan paksa aku, Mas."
"Jangan bilang apa yang dipikiran Mas itu bener, Ri?"
Suri memalingkan wajahnya, tapi justru ia menghadap kearah sang ibu yang sama berkaca-kacanya.
Menekan sudut bibirnya yang sobek dan berdarah, Giandra lalu berlutut seraya menatap Suri yang sudah terisak pelan. "Jangan salahkan Maysuri. Aku yang salah."
"Giandra," pekik kepala keluarga Basukiharja. Pria paruh baya itu tak rela melihat anaknya berlutut demi seorang wanita.
Janaka menoleh cepat kearah Giandra. Pria yang seumuran dengan Pijar terlihat lebih murka dari sebelumnya. Kedua tangannya terkepal sempurna, hanya tinggal melayangkan pukulan saja. "Jelasin ke gue sekarang juga." Tuntut Janaka penuh penekanan.
"Aku yang salah. Aku yang udah maksa May untuk setuju menikah siri, dengan iming-iming materi. Dia butuh uang untuk pengobatan Keiyona, sedangkan aku butuh pelampiasan di atas ranjang."
Baik Hesti maupun Ratih sama-sama menutup mulutnya dengan kedua tangan saking kagetnya.
"Apa?"
Hal selanjutnya yang bisa Suri prediksi adalah Janaka kembali melayangkan pukulannya secara membabi buta. Jeritan para wanita kembali terdengar serempak.
"Mas Naka, stop! Jangan begini, Mas."
Sayangnya pendengaran Janaka seolah tuli, kemarahannya tak lagi bisa ditahan. Ia begitu murka mendengar pengakuan jika adiknya hanya menjadi tempat pelampiasan berstatus istri simpanan.
Demi Tuhan. Egonya sebagai pria sekaligus kakak benar-benar dihancurkan secara bersamaan. Ia sangatlah marah, karena tidak bisa melindungi adik satu-satunya ya g ia punya.
Fokusnya hanya pada Giandra yang sudah berdarah-darah, tapi Janaka belumlah puas mengahajar pria bajingan yang memilih pasrah dipukuli.
Pijar mencoba memeluk Janaka agar tak lagi menyerang Giandra, tampaknya gagal karena ia sendiri juga tersungkur akibat dorongan Janaka. Beruntung tadi ia sudah menyuruh salah satu ART untuk membawa Keiyona kembali ke kamar, agar gadis ciliknya tidak melihat pertengakaran para orang dewasa.
Suri pun berusaha menahan lengan Janaka yang akan kembali melayangkan tinjunya, justru terpental dengan punggung menabrak tembok hingga terduduk di lantai.
"Akh!"
Ringisan Suri berhasil mbuat semua orang menatap kearahnya, termasuk menghentikan adegan baku hantam yang dilakukan Janaka.
Giandra yang melihat Suri seperti kesakitan, langsung saja mendorong Janaka dari atas perutnya dan merangkak ke arah Suri yang meringis sembari memegangi perut buncitnya.
"May...mana yang sakit?"
"Kita bawa ke rumah sakit, Pak Andra."
"Mas...sakit, perutku sakit."
Tanpa memedulikan kesakitanya sendiri Giandra mengendong Suri kemudian berlalu meninggalkan Janaka yang masih tercenung di tempatnya berdiri juga yang lainnya dengan perasaan bersalah.
"Mama di rumah aja sama Papa, aku nyusulin Suri." Janaka pamit tanpa peduli keberadaan Nuriah dan keluarganya. Saat ini yang terpenting adalah adiknya.
"Maaf, semuanya jadi kacau seperti ini. Silakan pulang dulu. Kita akan berbicara lagi jika keadaan sudah kondusif," Ujar Hesti menghapus jejak airmatanya dari wajahnya.
Tanpa banyak bicara lagi, Ratih memilih untuk pergi saja dari rumah keluarga Sapta.
Tidak ada satupun yang berbicara di dalam mobil, hingga mobil terparkir sempurna di carport rumah keluarga Giandra. Tidak ada satupun yang membuka mulut.
"Anu, Pak, ada tamu yang nyari Den Andra." Ucapan Tono si satpam membuat semuanya keheranan.
Memasuki ruang tamu, Ratih melihat sosok pria dengan berkemeja pendek bersanding celana bahan tengah duduk di sofa. Kepalanya menunduk menatap lantai dengan tangan saling bertautan di atas paha.
"Siapa ya?" tanya Ratih mendekati sang tamu yang langsung berdiri mengahadap pada tuan rumah.
"Saya ingin bertemu dengan Giandra, Bu."
"Iya, saya tau, tapi kamu siapa? Kenapa nyari Andra malem-malem begini?"
"Saya...Adrian, Bu."
🍁🍁🍁
Dikit banget ya, udah mentok ini aku mah. Maaf ya...
InsyaAllah next bakalan di perpanjang lagi.
Makasih yang udah nungguin dan spam komen dan lain-lainnya. Sumprit aku baca semua komentar kalian, dunia nyata bener2 menyita waktu. Maaf kalo lamban update-nya.
Hehehehehe.Semoga suka.
Surabaya, 01 April 2021
-Dean Akhmad-
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro