Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

🍁 34 🍁

Gutten morgen. 😘😘😍😍
Babang Gi menyapa, gaes.

Cung siapa yang maraton?

Cung siapa yang nungguin?

Kira-kira endingnya gimana ini?

Surian : Suri - Giandra
Surpij : Suri - Pijar
(Kok nggak enak gini sih singkatannya?) wwkwkwkwkw.

Atoooooo.....

Suri and someone else? Hihihihi (masih Nyai pertimbangin ini.) wkwkwkwkkw.

Dahlah, selamat membaca.
Sori for typo.

🌾🌾🌾🌾🌾🌾

Langkah kaki Suri terhenti di ujung anak tangga paling bawah, saat netra coklatnya menangkap sosok pria tua dengan setelan formal di ruang tamunya.

Dari garis wajah saja, Suri meyakini jika keseluruhan apa yang Giandra punya adalah copy paste dari pria ini.

Menggambil napas panjang, kemudian mengembuskannya pelan. Suri mencoba merilekskan diri juga bahunya yang memegang sejak mata mereka bersirobok.

Tersenyum tipis, Suri menghampiri pria paruh baya yang duduk tak bergeming dengan pongahnya khas seorang pemimpin.

Aura intimidasi dan superiornya sempat membuat nyali Suri sedikit menciut. Apalagi setelah mendengar rentetan kalimat yang keluar darinya.

"Tinggalkan Giandra. Jangan jadi benalu di rumah tangga orang lain." Menipiskan bibir, Suri justru berjalan mendekat dan meraih tangan kanan Janari Basukiharja kemudian menciumnya takzim.

"Saya diajarkan untuk selalu mencium tangan orang yang lebih tua oleh orang tua saya, Om. Maaf kalo saya lancang." Sosok superior itu sempat tertegun mendapati sikap sopan Suri, bahkan wanita yang dinikahi anaknya tampak tenang.

Sedikit berdeham, Janari mengurai keterkejutannya dan menatap Suri dengan menyelisik. Apa yang membuat Giandra bertekuk lutut dengan perempuan yang ada di depannya ini?

Sejenak Janari memperhatikan betul rupa istri kedua Giandra. Sebentar tadi dia tahu ada kegugupan di sana, tapi wanita berpakaian kasual ini lebih terlihat tenang dengan mengulas senyum tipis tanpa mengalihkan pandangannya.

Bukan tatapan kurang ajar yang terpancar di sana, pun tatapan permusuhan. Hanya tatapan teduh yang membuat siapa saja merasa nyaman untuk berlama-lama menatapnya.

"Om...bisa manggil saya Suri atau May, seperti Mas Ian biasa manggil saya."

Janari berdeham dan menyorot langsung yang dibalas dengn senyuman tipis Suri.

"Tiga hari. Setelah itu saya nggak akan mentolelirnya lagi." Suri mengangguk patuh tanpa kata.

Hal itu justru membuat Janari sdikit terkejut. Ia pikir wanita ini akan memelas agar tidak dipisahkan dengan Giandra. Paling tidak dia sama berjuangnya seperti Giandra, tapi Suri justru mengangguk patuh tanpa bantahan.

"Om nggak perlu khawatir. Sampaikan maaf saya untuk istri dan menantu, Om. Kami memulainya secara baik-baik, jadi biarkan saya mengakhirinya dengan baik-baik juga."

Mau tak mau Janari mengangguk. Ternyata wanita ini mempunyai kepekaan dan tutur kata yang sopan tanpa adanya upaya tarik urat seperti yang dia bayangkan.

"Apa alasnmu?"

Menghembuskan napas panjang, Suru tak lagi menatap Pak Janari. "Uang! Saya butuh uang, Om."

"Cih! Sama saja rupanya," gumannya pelan.

"Tunggu sebentar, Om," pinta Suri yang langsung melesat kembali ke lantai dua.

Tak lama ia kembali dengan membawa map cokelat, kemudian mengangsurkannya sembari duduk ke tempat semula.

"Ini surat kepemilikan rumah ini, juga kartu kredit yang diberikan Mas Ian. Saya kembalikan semuanya.

Ini bukan hak saya, Om. Saya hanya memakainya hanya untuk keperluan rumah ini, dan...untuk pengobatan putri saya. Saya sama sekali nggak mengambil lebih dari apa yang Mas Ian kasih ke saya."

Kini Janari tahu apa yang membuat anak laki-lakinya bertekuk lutut. Wanita ini mempunyai apa yang tidak dimiliki Vanila, meski secara harafiah Suri termasuk menantunya juga.

Maysuri mempunyai kharismanya tersendiri, disertai keanggunan yang alami.

"Terserah saja."

Sepasang lengan kekar yang melingkar di pinggangnya, membuat lamunan Suri akan kejadian pagi tadi terhenti. Semenjak kepulangan sang Ayah, Giandra selalu saja menempeli dirinnya bahkan rela membolos kerja.

Gelenyar itu kembali hadir, apalagi kedua tangan besar Giandra tanpa sadar mengusap pelan perut Suri.

Ada buncahan keharuan dalam dada Suri, menyadari jika kehadiran Ayah dan calon jabang bayinya bisa sedekat nadi seperti sekarang.

Kamu seneng, kan, Nak? Soalnya Ibuk bahagia banget, ada Ayah yang ngelus kamu.

Suri memutar tubuhnya, berganti memeluk pinggang Giandra dan menenggelamkannya wajahnya di dada bidang sang Suami.

"Makasih, Mas, makasih...." bisik Suri yang pada akhirnya menangis sesenggukan.

Giandra sendiri memilih diam. Ia malah mengeratkan pelukannya, dan menikmati aroma lavender bercampur vanila khas Suri.

Dadanya jelas bergetar hebat, tapi anehnya ini terasa benar. Rasa nyaman merasuk begitu saja, membuat Giandra yang entah kenapa malah ikut menitikan air mata.

"Jangan pergi! Tetep di sampingku, May," pinta Giandra.

Kedatangan Janari Basukiharja memperjelas segalanya. Wajah tenang Suri justru membuat getir perasaan Giandra. Ia tidak tahu apa yang diobrolkan mereka, tapi firasatnya mengatakan jika itu bukanlah hal baik.

Ia pun tak tahu apa alasan Suri menangis, tapi mendengar tangisan tanpa suara milik Suri jelas terdengar memilukan di telinga Giandra langsung menusuk ke relung hatinya.

Giandra sudah jatuh sejatuh-jatuhnya pada wanita ini, ia bahkan rela menerjang apapun termasuk badai hanya untuk tetap bersama.

Berdua. Mereka membiarkan desau angin malam menerpa tubuh yang hanya dilapisi kaos masing-masing.Membiarkan angin membawa kerusuhan hati masing-masing. Membiarkan kesunyian mengehempaskan apa yang menjadi beban mereka.

"Jangan lakuin apapun, Mas. Aku mohon jangan," ucap Suri di antara isakan-isakan kecilnya.

"Enggak, Sayang." Giandra mengurai pelukannya, kemudian beralih memengan kedua bahu Suri. "Kamu...jangan lakuin apapun, biar Mas yang ngelakuinnya. Kamu cukup diam di samping, Mas."

Suri tidak tahu lagi harus mengatakan yang mana dulu. Cukup! Ia tak mau Giandra menjadi anak yang durhaka pada orang tuanya, juga menjadi suami yang tak bertanggung jawab.

Giandra menjepit dagu Suri dengan jari telunjuk dan ibu jarinya, membuat si empuhnya mendongak. Tanpa kata Giandra merengkuh saja wajah wanitanya dengan kedua tangannya.

Perlahan bibirnya menyentuh bibir Suri. Dirasainya tekstur lembut beraroma ceri itu, lambat...Giandra membuka bibirnya dan menyesap bibir Suri. Menciptakan getaran hebat di dalam diri keduanya. Kedua tangan Suri perlahan naik dan melingkari leher Giandra, menyambut ciuman suaminya dengan ciuman panjang Giandra dalam keheningan yang manis.

Giandra memeluk erat tubuh Suri, bagai ingin meremukkan bersama dirinya kala ia melumat bibir Suri yang lembab namun terasa manis.

Lelaki itu memperlambat ciumannya, memperlambat temponya namun dalam setiap sapuannya, setiap kecupannya, dan setiap pagutan yang ia berikan berisikan emosi yang lebih mendalam, lebih intens tanpa jeda. Menjamah setiap sel di tubuh Suri hingga rasanya ia tenggelam dalam rasa hangat sedalam lautan. Lelaki ini menciumnua dengan penuh kasih.

Kemudian Suri merasakan dominasi atas tekanan yang diberikan bibir Giandra di atas bibirnya, sementara membayang tiap hentak Giandra yang berikan mampu meluluh lantakan segala kewarasan yang Suri punya. Setiap sentuhan yang pria ini tinggalkan menyala bagai bara yang membakarnya dalam lautan hasrat tak bertepi.

"I love you, May," bisik Giandra tepat di depan bibir Suri. I love you too, balasnya dalam hati.

Giandra salah tingkah melihat wanitanya justru tersenyum lebar seraya mengecup pucuk hidungnya. Mencium kening Suri, Giandra menarik tubuh sang Istri agar bersandar nyaman di dadanya.

Bagi Giandra hanya bersama Suri ia merasa lengkap.

🌾🌾🌾🌾

Surabaya, 10 Desember 2020
-Dean Akhmad- (04.10)





Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro