Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

🍁 32 🍁

N: Dek, jangan tarik-tarik, ish! Ntar mas jatoh.
S: terooos, biarin aku yg jatuh? Enak aja, aku jatuh, Mas Naka juga jatuh.
N: yodah, pegangan yang rapet. Buruan, itu kang fotonya mau ambil gambar.

🌾🌾🌾🌾🌾

Beberapa saat lalu untuk pertama kalinya, Giandra mencekik leher Vanila.

Ia terlampau marah dengan kenyataan yang terpampang jelas. Wanita berstatus istri sahnya ini, justru mencoreng harga dirinya sebagai suami.

Harapan Giandra cuma satu, ketika nanti ia mengembalikan Vanila kepada orang tuanya, gadis itu tetap pada posisi utuh tanpa jejaknya.

Teramat sering gadis yang kini menjadi wanita itu mengodanya, bukan tidak mungkin ia bisa terlena. Hanya saja Giandra berusaha menahan diri dari nafsu liarnya.

Vanila istrinya, wanita yang memang halal untuk ia sentuh dan klaim menjadi miliknya. Hanya saja Giandra tidak bisa melakukan hal yang lebih jauh. Tidak ada getaran dan desiran-desiran halus yang merambat, pun buncahan perasaan bahagia karena pada akhirnya bisa menyentuh Vanila.

Bisa saja Giandra melakukan malam pertamanya tanpa perasaan apapun, seperti yang kadang-kadang ia lakukan dengan para wanita profesional. Akan tetapi hati Giandra menolak hal itu. Vanila berhak mendapatkan pria yang lebih baik untuk mengklaim dirinya, dan itu bukan Giandra.

Pernah suatu kali, mereka akhirnya bisa melakukan sesi make out yang panas. Memungkinkan mereka untuk segera melakukan penyatuan. Lalu mendadak bayangan keceriaan Vanila dan Nuria yang selalu bersama-sama tak terpisahkan menyentak kesadaran Giandra, kalau yang mereka lakukan adalah kesalahan.

Vanila sama seperti Nuria, dan seorang kakak tidak bisa meniduri adiknya sendiri. Semenjak saat itu, Giandra memilih jarang pulang ke rumah yang hanya berisikan Vanila. Ia takut hal itu terulang kembali, dan sudah dipastikan penyesalan akan terus mengerusnya tanpa ampun.

Giandra memakir mobilnya sembarang dan memasuki rumahnya bersama Suri, tapi yang ia temukan justru sepi tanpa seorang pun yang menyamvut kedatangannya.

Mendadak Giandra begitu merindukan Suri yang selalu menyambutnya dengan senyuman, seraya menanyakan apa saja yang ia lakukan hari ini.

Mengitari area dalam rumah, Giandra tidak mendapati Suri dan Keiyona di kamar mereka. Ia hanya menemukan Bu Santi yang sedang duduk di gazebo kecil di taman belakang rumah, ditemani secangkir teh hangat.

"Nak Ian?"

"Yona dan Suri ke mana, Bu? Mereka nggak ada di kamarnya." Jangan tanya bagaimana piasnya wajah Bu Santi mendapat pertanyaan Giandra.

Setelah semingguan lebih tidak pulang ke rumah, tahu-tahu suami Maysuri ada di sini jelas membuat wanita paruh baya itu kelabakan. Bagaimana ia menjelaskan keberadaan Keiyona yang sedang berada di rumah kakek-neneknya, sedang pria dengan penampilan yang sedikit berantakan sama sekali tidak mengetahui apapun tentang Suri, termasuk jati diri wanita yang ditolongnya delapan tahun silam.

"May masih di rumah sakit, kalo—"

"Bukannya Yona sudah pulang?" cecar Giandra tidak sabaran.

"May habis jatuh dari tangga darurat, sempat pingsan juga...makanya May masih ditahan di sana, belum boleh pulang."

Tanpa bertanya apa-apa lagi, Giandra langsung pergi meninggalkan Bu Santi yang belum selesai menjelaskan kondisi May. Melupakan tentang pertanyaan di mana anak sambungnya berada.

"May hamil anakmu," bisik Bu Santi ketika tubuh tegap itu menghilang dari pandangannya.

Ya, Bu Santi mengetahui semuanya. Tanpa terkecuali. Termasuk posisi rawan Suri dalam pernikahan mereka, pun dengan kondisi ibu kandung Keiyona. Bahkan Bu Santi sempat menangis tergugu melihat bagaimana keadaan Suri setelah pelabrakan berujung penganiayaan tersebut.

Tanpa sadar Bu Santi meracau tentang semua yang Suri alami selama kurun delapan tahun belakang ini, pada pasangan paruh baya lainnya yang dia yakini adalah Kakek-Nenek Keiyona dari Ayahnya.

Bu Santi hanya berharap akan kebahagiaan untuk Suri juga Keiyona. Mereka berdua berhak bahagia, setelah sekian banyak kegetiran yang dicecapnya.

Giandra menemukan Suri tengah duduk di atas ranjang pasien, tengah mengecap apel ditemani televisi yang menampilkan drama korea tanpa dubbing.

Suri memekik kaget mendapati tubuhnya tiba-tiba dipeluk. Ingin menyentak tubuh ini seenaknya, tapi indera penciumannya justru menghidu aroma kayu-kayuan bercampur citrus membuat Suri mengurungkan niat.

Ini aroma Giandra.

"Kenapa bisa jatuh? Kamu ngapain di tangga darurat? Mana aja yang sakit? Kenapa nggak kasih tau aku?" Berondongan pertanyaan Giandra membungkam bibir Suri yang akan menjawab pertanyaannya.

"Akh!" Pekikan kesakitan meluncur dari bibir Suri, kala Giandra menarik kepala istrinya yang bermaksud ingin menciun kening dan puncak kepalanya.

"Eh, kenapa, ada yang sakit?" Bukannya menjawab, Suri justru memalingkan muka hingga memperlihatkan perban yang menutupi bekas luka jahitannya.

"Ini kenapa bisa seperti ini?"

"Errr...aku mau jenguk temen, tapi lift penuh. Akhirnya inisiatif naik tangga aja, cuma di lantai tiga. Nggak taunya kepleset dan jatuh, bocor deh kepala." Suri meringis dalam hati mendengar alasan tak masuk akalnya.

Teman yang mana? Satu-satunya teman yang ia punya cuma Asmirah, adik Pijar. Sedangkan hubungan mereka sudah membeku atau bahkan telah berada dalam taraf tidak lagi saling mengenal satu sama lain. Sayangnya hanya alasan itu yang paling logis untuk diberikan pada siapapun yang bertanya soal keadaannya, termasuk Janaka.

Untungnya, siang ini Janaka belum mengunjunginya karena sedang meninjau proyek pembangunan rumah sakit di pinggiran kota Bekasi. Hal itu cukup melegakan bagi Suri.

Ia belum siap jujur mengatakan rahasinya pada Giandra, pun sebaliknya.

Mengingat insiden tersebut, kembali membuat Suri berada dalam keresahan. Ia tidak lagi mengelak kenyamanan yang ditawarkan Giandra padanya. Suri menikmati segala hal bersangkutan dengan pria di depannya ini.

Sampai kapan ia bisa menyentuh wajah ini? Melarikan jemarinya ke wajah Giandra, Suri menyusuri alis lebat milik suaminya itu kemudian turun dan membelai pipi Giandra. "Aku baru tahu kalo Mas Ian punya mata coklat gelap, " ucap Suri yang menangkup sisi wajah Giandra.

Sedangkan pria itu justru menikmati usapan tangan Suri di pipinya yang dipenuhi bakal cambang. "Ehm...kok baru sadar?" tanya Giandra yang masih memejamkan matanya.

Pernahkah Suri memperhatikan detail rupa Giandra? Untuk pertama kalinya Suri melakukan hal ini. Jika kemarin-kemarin ia terlalu gamang melakukan hal sepeleh ini, tapi membuat jantung Suri berdesir.

Rupa Giandra dominan khas orang Timur Tengah, entah bagian mana juga Suri tak pernah mempertanyakan hal itu. Kesimpulan cuma satu, Giandra itu rupawan.

Jika dulu Suri membatasi interaksi mereka, bukan berarti tidak memperhatikan Giandra. Ia hanya tidak ingin semakin terperosok jauh ke dalam hidup Giandra, ia takut menjadi egois.

Dulu cintaku membutakan logika dan kewarasannya, menghalalkan segala cara untuk memiliki, tanpa peduli jika hal itu bisa menghancurkan apa yang ada sekitarnya.

Ia tak mau seperti itu lagi, karena rasanya begitu mengerikan dan menakutkan.

Harus seperti apa ia mengakhiri apa yang sudah dimulainya? Cepat atau lambat semua harus berhenti. Sampai kapanpun tidak akan ada dirinya dalam cerita bahagia Giandra, tapi kenapa rasanya ada yang retak di dalam sana dan rasanya benar-benar perih.

"Kamu kenapa?" tanya Giandra melihat Suri mengelus dadanya.

"Nggak ada, cuma sedikit sesak aja. Sisanya aku baik-baik aja."

Ya...ia akan baik-baik saja seperti dulu saat dirinya belum bertemu dan bersinggungan dengan Giandra.

🌾🌾🌾🌾🌾🌾

Sori gaje. 😁😁😁 semoga menghibur.

Buat kang tagih-tagih
awtyaswuri ReyziaAmeera DianSudjiwo nyoh.... Nyoh... Nyoooh.

Dahlah, mau bocan dulu. Markibo.

Tim Mamas Gi, cung?

Tim Babang Pijar, cung?

💫💫💫
Surabaya, 17 Nopember 2020
-Dean Akhmad- (23.56)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro