Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

🍁 3 🍁

Teriakan bernada sensual, juga siulan penuh godaan hampir menggema keseluruh ruangan yang berhiaskan lagu EDM.

Tak sedikit kaum pria berkerumun di depan panggung yang berbentuk T besar, dan beberapa tiang stainless yang merupakan salah satu properti penting dari pertunjukan yang akan dipertontonkan.

Tiga hari dalam seminggu, klub malam ini mengadakan pertunjukan Pole Dance. Beberapa wanita berpakaian bikini two pieces akan meliuk-liukan tubuhkan di antar tiang-tiang tersebut, dan secara bergantian menuju ujung depan panggung sebagai pusat perhatian para lelaki.

Tak sedikit pula para pria-pria berkeinginan untuk menyentuh tubuh licin sang penari, selain karena keringat para penari itu juga melumuri tubuhnya dengan minyak agar terlihat mengkilap dan semakin seksi.

Bahkan mereka pun juga tertarik dengan para penari tersebut, agar bisa membawanya ke atas ranjang.

Gaji sebagai pole dancer terbilang cukup besar, melihat bagaimana cara kerjanya yang memperlihatkan hampir semua lekuk tubuhnya. Namun bisa berada di atas ranjang bersama pria-pria tersebut, lebih mampu mengendutkan rekening mereka dua kali lipat dari gaji yang diterima.

Uang adalah segalanya bukan. Mereka bahkan mampu mengadaikan kehormatannya, hanya untuk uang. Lalu apa bedanya ia dengan para penari di atas panggung itu? Tak ada. Ia sama-sama mengadaikan tubuhnya hanya untuk mendapatkan uang.

"Alle!" Tepukan di pundak membuatnya kembali ke dunia nyata. "Giliranmu manggung."

Menatap nanar ke arah panggung dengan iringan musik EDM, ia masih tak percaya jika dirinya juga salah satu dari penari pole itu. Bahkan menjadi primadona di sinil.

Tepuk tangan meriah menyambut dirinya, dibarengi oleh siulan dan teriakan memuja tertuju padanya. Padahal ia masih belum menunjukan tariannya. Membulirkan kedua mata, ia memindai seisi ruangan yang terisi penuh oleh kaum adam.

Bisa dibilang malam ini, hampir semua lounge dan bar terisi penuh. Entah untuk bagian private room. Tugasnya malam ini hanya menari di atas panggung, setelah itu selesai sudah kerjaannya untuk hari ini.

Kembali ia mengedarkan pandangan menyeluruh, hingga matanya tertumbuk pada sepasang mata yang menyorotnya tajam tanpa berkedip. Meski dari jarak kejauhan ia tahu jika pria itu tengah memandanginya dengan intens.

Mengalihkan pandangan, ia membuka jubah satin dan mulai menggerakkan tubuhnya perlahan namun terlihat sensual dan menggoda. Seketika ruangan kembali riuh dengan siulan dan teriakan memuja yang tertuju langsung padanya.

Lelaki dan kebiasaannya.

Tarian diselesaikan dengan para penari yang saling memukul bokongnya masing-masing, seraya menengok kebelakang dengan mengigit manja jari telunjuknya dan berkedip menggoda.

"Aku ingin dia ada di tempatku, malam ini!" Tegas pria itu tepat di depan telinga salah satu orang yang berkumpul di tempat yang sama.

"Baik, Pak. Segera saya lakukan."

Ketukan di pintu yang terbuka membuat wanita yang tengah menengguk air mineral dalam botol itu berhenti dan menoleh, siapa gerangan yang masuk ke dalam ruang ganti khusus penari.

Kebanyakan para penari lainnya, lebih memilih menghampiri para pengunjung yang sudah menjadi incarannya. Saling menggoda dan biasanya akan berakhir di atas ranjang.

"Ada yang pengen ketemu sama kamu."

Wanita itu menghela napasnya, kemudian memandang pria gempal yang merupakan pemilik klub malam tempat ia bekerja.

"Kamu tahu kontrak kerjaku, Malik. Aku nggak akan pernah mau terima bookingan. Apapun itu bentuknya."

"Termasuk bayaran berapa pun yang kamu mau? Dia rela bayar kamu berapa aja, asal kamu mau temenin dia malam ini."

"Kamu tau prinsipku. Sekali enggak tetep enggak."

"Demi pengobatan Kei?"

Pria ini selalu saja menyangkut pautkan segala pekerjaan, dengan pengobatan untuk putrinya. Lalu yang pada akhirnya ia akan menerima, walau dengan perasaan tak nyaman dan terpaksa. Ia tidak bisa menampik jika kebutuhan akan uang begitu menguasainya, apalagi kalau bukan untuk pengobatan putrinya.

Putrinya yang malang. Kenapa harus gadis kecilnya yang harus mengalami hal itu. Tidak cukupkah Tuhan menurunkan karma atas perbuatannya dulu hanya padanya? Putrinya tak bersalah, malah justru dia yang menerima karma kejam itu.

Hatinya benar-benar hancur mengetahui jika putri kecilnya itu mempunyai kelainan pada pendengaran juga pita suaranya, sekaligus dokter memvonis jika sang putri mengalami klep jantungnya bocor.

Tak mempunyai sanak keluarga apalagi suami, membuatnya hanya bisa memendam segala rasa dalam hatinya. Ia hanya bisa berdoa dan berusaha setegar mungkin untuk sang putri.

Inikah karmanya yang datang berbarengan dengan anugerah yang telah ia tunggu-tunggu. Jalan satu-satunya adalah menjalani apa yang sudah digariskan Tuhan untuknya, juga menikmati tiap sayatan-sayatan luka yang tercipta dari Sang Pemilik hidup.

"Alle, please! Ia mengancam akan menutup tempat ini, kalo kamu nggak mau temenin dia."

Kalau tempat ini ditutup, bagaimana ia mendapatkan uang untuk berobat putrinya? Argh, sialan!

"Ok! Aku ganti baju dulu." Putus Suri yang beranjak dari tempat duduknya dan mengambil random dari wadrobe dan memakainya cepat, tanpa mengahapus make tebalnya juga wig panjang yang tergerai hingga ke pinggul.

Firasatnya mengatakan akan terjadi hal buruk, dan benar saja. Pria yang yang ia ketahui bernama Giandra Janari Basukiharja menginginkan dirinya berada di atas ranjang, tentu saja dengan aktivitas yang panas dan berpeluh.

Tersenyum sinis ia menyobek kartu nama yang sedari tadi ia pegang. "Maaf saya tidak bisa menerima tawaran anda."

Pria yang sudah menanggalkan jas mahalnya malah tertawa, ketika wanita itu beranjak dari tempat duduknya.

"Nggak usah sombonglah, saya tahu penari seperti kamu udah biasa nerima tawaran seperti ini." Cemoohan lelaki yang masih menunjukan seringaian mengejek membuat wanita yang dipanggil Alle menggepalkan tangannya.

"Saya memang penari, Tuan. Tapi bukan berarti saya menjajakan tubuh ke semua lelaki."

"Berarti kamu pernah melakukan hal itu meski nggak dengan banyak pria, tapi beberapa pria sudah pernah mencicipi tubuhmu ini."

"Saya bekerja hanya sebagai penari, bukan pelacur!"

"Apa bedanya? Kamu juga mempertontonkan tubuhmu secara cuma-cuma, secara tidak langsung kamu menawarkan diri untuk menjadi objek fantasi mereka dan memintanya untuk menjamah tubuhmu yang bergerak begitu binalnya tadi."

"Saya cuma menari. Bukan menjual tubuh saya."

"Apa bedanya kamu dengan para jalang di sini? Sama-sama menjual tubuh, 'kan? Jadi bagian mana perbedaan itu?"

Sekali lagi Giandra menyeringai. Ia yakin bisa mendapatkan wanita yang konon katanya adalah primadona di klub ini. Banyak relasinya yang mengatakan jika wanita penari ini tak pernah mau menerima bookingan dari pengunjung, dalam bentuk apapun itu.

Bahkan saat menari tadipun, wanita yang ia ketahui bernama Allegra ini sama sekali tak mengijinkan para pria yang menontonnya di bawah panggung menyentuh tubuhnya. Walau ia yakin, jika para makhluk berlibido itu tengah bernapsu menyetubuhinya tak terkecuali dirinya.

Pandangan yang saling bertumbuk kurang lebih setengah menit sebelum Alle memulai pertunjukan, membuat sisi liar Giandra keluar.

Ia yang biasanya tak tertarik dengan para wanita jalang penghibur justru menginginkan Alle sang Primadona, dan sekarang wanita ini menolak tawaran satu malam yang jika ia mau berapa saja nominal akan tertransfer ke rekeningnya langsung.

Ego sebagai lelaki jelas terluka. Ia tak pernah tertolak selama ini, lalu wanita ini sekarang berani-beraninya menolak tawarannya.

"Yang jelas saya menolak permintaan, Tuan. Jadi ... saya permisi."

Sialan! Ia tak bisa ditolak begini. Ia harus mendapatkan Allegra.

"Akan aku beri apapun yang kamu mau." Tuntas Giandra membuat Allegra berhenti tepat di depan pintu private room yang ia sewa baru saja, agar bisa leluasa berbicara dengan si Penari.

"Berapa kali saya bilang. Kalo saya nggak menjual tubuh saya ke bapak, kenapa ngeyel sekali, sih?" Kali ini Allegra tak bisa menahan kekesalannya.

Sedari tadi ia berusaha tenang dalam menghadapi pengunjung seperti ini. Bukan hanya sekali, tapi berkali-kali. Kini ia benar-benar kesal dibuat oleh pria yang ia taksir berumur kepala tiga itu.

"Kamu terima tawaranku, atau tempat ini aku tutup selamanya. Jadi kamu nggak bisa kerja di sini lagi."

Allegra mengangkat alisnya mendengar Giandra yang mengancam akan menutup tempat kerjanya.

Pria ini gila!

"Silakan tutup tempat ini. Saya bisa mencari tempat kerja baru yang lainnya," ucap Allegra bernada enteng. Padahal di dalam sana ia berusaha setenang mungkin, walau tak menampik jika ia sedikit takut akan kehilangan pekerjaannya.

"Sialan kamu, Alle!" Giandra mencengkram lengan Alle dan memepetnya ke daun pintu. Sedikit saja ia bergerak akan membuat bibir mereka bersentuhan. "Aku belum pernah ditolak seperti ini, Alle. Jadi...mari kita permudah. Terima tawaranku, atau kamu dan seluruh karyawan di sini kehilangan pekerjaannya karena kamu menolakku."

Alle tak benar-benar santai. Ia tak pernah bisa membiarkan para karyawan kehilangan pekerjaan mereka, hanya karena arogansinya dalam mempertahankan prinsip yang sudah ia pegang semenjak menginjakan kaki di tempat ini.

Sekelebat ide itu muncul bersamaan dengan seringaian di wajah Alle. "Aku terima tawaranmu. Tapi...aku punya satu syarat mutlak. Gimana?"

"Oke, selama aku bisa milikin kamu," bisik Giandra tepat di depan bibir Alle.

Hembusan napas Giandra sempat membuat tengkuk Alle merinding dan salah fokus, karena pegerakkan bibir Giandra.

"Nikahi saya!"

🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁

Semoga kalian suka. Tau dong siapa Allegra. Wkwkwwkwkwk
Sori for typo yak.

Sidoarjo, 24 Oktober 2019
-Dean akhmad-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro