Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

🍁 26 🍁

Tanpa bermaksud menyeka air yang memasuki wajah, Suri menatap lekat-lekat pantulan dirinya di cermin wastafel.

Ada kantung mata yang menghitam, juga wajah kuyu dengan mata sembab mltercetak jelas di sana.

Pikirannya bercabang ke mana-mana. Selain karena kondisi Keiyona yang kembali drop, keberadaan Giandra pun sama sekali tidak ia ketahui.

"Kamu kemana, sih, Mas?" guman Suri menatap wajahnya di cermin.

Pria itu menghilang tanpa kabar. Seharusnya ini sudah menjadi hal yang biasa, tapi ada kekhawatiran yang menyerbunya, setelah lima hari tanpa kabar. Ia tidak pernah tahu ke mana dan sedang apa Giandra di luar sana.

Selain Surui tak pernah terlalu banyak tanya soal masalah pribadi suaminya, ia juga tidak mau di cap sebagai wanita berisik pun posesit.

Suri menyadari posisinya. Dinikahi siri bukan berarti ia mempunyai kedudukan yang spesial di kehidupan Giandra. Ada banyak kepentingan yang melandasi pernikahan ini terjadi.

Mereka berdua sama-sama menyimpan rahasia. Terlebih latar belakang keluarga Suri yang tidak main-main. Bukan tidak mungkin ia mencoreng kembali nama baik dan kehormatan keluarganya, begitu mengetahui lagi-lagi dirinya menjadi istri siri dan benalu dalam keluarga orang lain.

Bukan ia tak pernah memikirkan, kalau-kalau Giandra sudah mempunyai rumah yang lain selain dirinya. Jika memang ia istri satu-satunya, setiap hari Giandra akan pulang ke rumahnya. Menemaninya menghabiskan kebersamaan, meski hanya berbelanja kebutuhan bulanan, pun quality time.

Seharusnya Suri tahu dengan gelagat Giandra yang hanya tinggal bersamanya tiga hari dalam seminggu, kalau pria itu mempunyai prioritas yang lain.

Ada setitik nyeri menyerang ulu hatinya, begitu menyadari jika lagi-lagi ia menjadi istri simpanan. Walau tak menampik, jika sulur-sulur rasa itu tengah mengerogotinya perlahan.

Ia mulai jatuh cinta pada Giandra.

Menatap sejenak ke arah cermin, Suri membenahi ikatan rambutnya yang mulai berantakan dan menguncirnya menjadi satu.

Suara notifikasi ponsel membuat Suri mempercepat kegiatannya, dan segera mengambil benda pipih tersebut dari balik kantong celananya.

Big Bro
Lama banget, sih, Dek. Buruan!

Sepertinya ia harus segera kembali ke paviliun. Untuk saat ini biarlah Giandra menghilang sesuka hatinya. Bukankah sudah menjadi hal biasa pria itu tiba-tiba menghilang, lalu muncul tiba-tiba juga. Saat ini ada yang lebih Suri prioritaskan.

Berniat menghampiri Naka yang sudah menunggu di dekat kasir, Suri merasakan tubuhnya oleng dang terseret pasrah.

Bahkan pekikan kaget Suru tak menghentikan pria berkemeja itu memperlambat langka kakiknya.

"Lepas!"

"Kita perlu bicara, May!"

Dada Suri berdegub kencang menyadari pemilik suara bariton tersebut. "Mas Ian...."

Entah kenapa tiba-tiba saja mata Suri berkaca-kaca, hanya karena Giandra ada di sini, bersamanya. Walau ia tidak tahu sedang apa suaminya ini ada di rumah sakit, sedangkan ia sama sekali belum mengabarkan apapun.

"Mas Ian gimana kabarnya? Kamu sehat, Mas? Kamu ke mana aja, Mas?" Nyatanya berondongan pertanyaan Suri hanya di balas dengan tatapan lekat dari pemilik netra gelap itu. Bahkan Giandra tetap bergeming kala jemari lentik Suri merabai wajah juga tubuhnya, hanya untuk memastikan pria tersebut baik-baik saja.

Berbanding terbalik dengan Suri. Giandra kembali merasakan getaran halus itu merambati dadanya, membuat amarah yang sedari tadi ditahannya seketika menguap.

Ada banyak pertanyaan yang ingin ia lontarkan, tapi mendadak saja lidahnya kelu.  Giandra lebih senang memandangi wajah Suri yang terlihat kuyu.

Jujur saja ia bahagia melihat pancaran kekhawatiran yang Suru berikan, berikut gumpalan yang menganjal ingin dikeluarkan.

Sayangnya Giandra lebih suka menatap wajah Suri dari pada menanyakan hal itu secara langsung. Ia hanya takut mendengar jawaban Suri nantinya.

"Kabarku baik." Tak bisa lagi menahan buncahan rindu, Giandra menarik tangan mungil yang sedari tadi ia genggam dan menyusupkannya ke dalam pelukan.

Wangi apel dari rambut Suri, juga parfum beraroma vanila dan lavender semakin membuat Giandra mengeratkan pelukannya.

Ia begitu merindukan wanita ini.

"Suri, kamu ngapain di sana?" Pertanyaan itu membuat tubuh Suri membeku, sama halnya dengan Giandra.

Sumpah Demi apapun. Ia teramat ingin mengahajar pemilik suara yang menginterupsinya, dan mengatakan jika wanita ini adalah milik Giandra Januari Basuki harja, bukan miliknya.

"Mas...aku harus pergi. Jaga kesehatan, ya. Aku sayang kamu." Suri mengecup pelipis Giandra.

"Jangan pergi!" putus Giandra menahan lengan Suri agar tidak menghampiri pria yanga bahkan tak mau ia lihat.

"Aku harus pergi, Mas. Keiyona lebih membutuhkan aku. Maaf aku pergi." Suri mengurai cengkraman Giandra di lengannya dan berlalu begitu saja, melewati sosok wanita yang berdiri tidak jauh dari mereka dengan bersendekap menatapnya penuh keangkuhan.
.
.
.
Siapa yang tidak cemburu, mendapati suaminya berpelukan dengan wanita lain? Apalagi tatapan penuh cinta itu, membuat Vanila iri. Sedangkan ia yang notabene istri sah, justru seperti tidak dilihat keberadaannya.

Untuk kesekian kalinya Vanila mempertanyakan apa yang kurang pada darinya? Sehingga Giandra sama sekali tak mau melihat ke arahnya sebagai wanita.

Sialnya lagi, ia terlalu takut mempertanyakannya secara langsung pada Giandra. Dan hal itu pula yang membuatnya seperti seorang istri yang teraniaya, dan terdzolimi oleh suami.

Cinta boleh, bego jangan. Agaknya pepatah itu sama sekali tidak diindahkan oleh Vanila, karena sejauh yang orang sekitarnya lihat adalah gadis itu sudah masuk kategori bucin.

Menghembuskan napas beratnya, Vanila kembali menatap ke arah Giandra yang masih setia berdiri tegak seraya memandang adik madunya.

Cih! Adik madu? Yang benar saja. Vanila bahkan tak mau mengakuinya. Akan lebih baik ia menyebut wanita yang usianya terpaut beberapa tahun di atasnya itu sebagai pelakor.

Kalau boleh, Vanila ingin melabrak wanita itu sekarang dan mempermalukannya di depan publik saat ini juga.

Terkutuklah harga diri dan kehormatan keluarga. Jika ia sampai melakukan hal itu, bukan tidak mungkin secara sukarela ia mempermalukan diri sendiri.

Di antara banyaknya rumah sakit di Jakarta, kenapa mereka dipertemukan ditempat yang sama.

Lima hari ini Vanila seakan menerima tambahan energi untuk kembali memperjuangkan haknya sebagai istri, pun dengan cinta suaminya. Ia bahkan rela menemani Giandra menginap di rumah sakit, demi untuk berdekatan dengan sang suami.

Walau tak terlalu pesat, setidaknya Giandra tidak lagi menolak kehadirannya dan menerima apa yang selalu ia tawarkan setiap kali mereka menjaga ibu kandung Giandra.

Bolehkah ia berterima kasih atas foto itu, walau tak bisa dipungkiri jika ia terlihat begitu jahat karena bahagia di atas kesedihan adik iparnya.

Vanila teramat ingin memeluk punggung lebar suaminya, yang sayangnya hingga saat ini ia hanya berani menyentuh beberapa bagian tubuh Giandra disaat si empuhnya sedang terlelap.

Pernah suatu kali Vanila memeluk Giandra secara spontan dan sedikit paksaan, pria yang kini berkemeja hijau army itu pulang ke rumah dua minggu setelah kejadian itu.

Vanila tak lagi berani menyentuh Giandra sembarangan. Akan lebih baik melihat suaminya pulang setiap hari, daripada meninggalkan dirinya sendirian di rumah dengan kerinduan yang mencekik tanpa bisa diurai.

Meneguhkan hati, Vanila mendekati Giandra dan mencoba mengenggam tangan suaminya.

Seolah merasakan ada yang menyentuh tangannya, Giandra menoleh pada tautan tangan tersebut kemudian mendongak mendapati Vanila berada di sampingnya seraya tersenyum tipis.

Masih dengan berawajah datar dan rahang yang mengeras, Giandra melepaskan tautan tangan yang dibuat Vanila. Tanpa mengeluarkan kata-kata, pria yang masih mengenakan kemeja kerjanya itu pergi begitu saja, meninggalkan Vanila dengan wajah penuh kekecewaan.

Semuanya tetaplah sama. Ia hanya akan berada dalam satu ruang yang takkan pernah bisa Vanila lewati, walau betapa kerasnya ia mencoba dan berjuang mendobraknya.

🌹🌹🌹🌹

Yeay akhirnya update setelah teror yang membabi buta dari awtyaswuri minta up teroooooos. Sampe Los dol.

Embuh lah ada feelingnya apa enggak. Ngapunten sanget yes. Rutinitas owe begitu mencekik, sampe kang ilham gak mau balik2.

So makasih yang udha nungguin, sorry for typo.

See next part.

Dean Akhmad
9 Oktober 2020 (02.00)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro