🍁 25 🍁
Jika dulu ia sangat menyukai berada di sekitar Ayudia, maka sekarang Suri teramat ingin pergi dan tak ingin berada satu ruang dengan mantan mertuanya ini.
Ia...hanya ingin tak lagi bersinggungan dengan masa lalu, sedangkan kini Pijar sudah mempunyai istri. Bukan tidak mungkin akan terjadi konflik jika mereka kembali bertemu, meski Keiyona yang sebagai alasannya.
"Mama...udah dengar semuanya dari Pijar. Mama...." Suara serak itu tidak lagi bisa menyembunyikan apapun.
Ayudia kembali terisak di bahu Suri dengan mengumamkan kata maaf berkali-kali, sedangkan ia sendiri tak bisa melakukan apapun kecuali berdiam diri dan mendengar.
Jika saja masa lalu bisa dihapuskan dengan kata maaf, maka Ayudia akan melakukan hal itu meski berjuta-juta kali harus ia ucapakan akan dilakukannya. Tanpa peduli akan harga diri yang selama ini ia junjung, Ayudia mampu meruntuhkan segala ego yang ia punya untuk mendapatkan kata maaf dari Suri.
Dulu ia berusaha mati-matian menutup mata akan tindakan Pijar yang brutal, walau di sudut hatinya ia tidak menyukai hal tersebut. Namun sayang, rasa pedih akan kehilangan membuat Ayudia mengeraskan hati bahwa apa yang diterima mantan menantunya itu adalah hal yang setimpal.
Ada banyak kekecewaan yang menggumpal di dadanya saat itu, yang berujung dengan perginya sang jabang bayi. Bakal cucu pertama keluarga Danuarta dan semua itu merupakan kesalahan Suri yang menjadikan Pijar obesesinya.
Delapan tahun.
Dan selama itu pula ia menaruh kebencian pada Suri dan keluarganya, padahal hubungan mereka bukan hanya sebagai besan. Ada hubungan lain yang lebih erat sebelum kelahiran putra-putri mereka.
Tapi semuanya hancur begitu saja ketika Suri muda ternyata menyimpan rasa pada putranya. Ayudia tahu betul jika Suri begitu tergila-gila pada sulung Danuarta, tapi sayangnya perasaan Suri tak bersambut.
Ayudia setuju-setuju saja jika Suri dan Pijar menikah. Paling tidak dengan melakukan pernikahan, hubungan mereka akan benar-benar menjadi keluarga betulan. Siapa sangka jika perasaan tertolak yang dialami Suri berubah menjadi obsesi yang mengerikan.
Gadis ramah dan baik hati yang Ayudia kenal menjelma menjadi gadis angkuh penuh dengan muslihat terselubung. Suri mampu menggoyahkan bahtera rumah tangga Pijar, dan kemudian berhasil mendepak keberadaan Bunga setelah berhasil melenyapkan nyawa bayi yang tidak bersalah.
Ayudia marah, Ayudia kecewa, dan Ayudia merasa semuanya berawal dari Suri. Namun semuanya meluruh kala ia benar-benar melihat sosok Keiyona secara nyata.
Hari itu selang sehari acara arisan keluarga, Pijar kembali ke rumah dan mengatakan segalanya. Tentang Keiyona dan keistimewaannya.
Ayudia bingung, kala mendapati Pijar yang tiba-tiba bersimpuh di kakinya dan meletakkan kepala di atas pangkuan. Siang itu Ayudia ditampar oleh kenyataan jika apa yang sudah Pijar dan ia sendiri lakukan delapan tahun yang lalu menghasilkan karma yang buruk.
Keesokan harinya Ayudia dan Eru sepakat mendatangi kediaman keluarga Sapta, meski ia sendiri tidak yakin bisa bertemu dengan Suri pun Cucunya. Ayudia optimis untuk meminta maaf pada mantan besannya sekaligus sahabatnya dulu.
"Mama tau...berjuta maaf saja nggak akan bisa balikin keadaan, Ri, maafin mama."
Suri dan Ayudia tengah duduk di Gazebo yang ada di teras belakang rumah Suri, sedangkan Eru dan Yona...mungkin sedang berada di depan bersama orang tuanya dan Naka.
Menggenggam tangan Ayudia, Suri menatap dalam ke wajah sembab Ayudia. Wanita ini pernah memberikan kasih sayangnya setulus yang dia berikan pada putrinya, tapi Suri telah menghancurkan segalanya karena keegoisan yang mendominasi.
Lalu kini bertemu kembali dengan Ayudia kembali membuka tabir masa lalu yang coba ia kubur, tapi sayangnya tidak akan pernah bisa ia hilangkan. Jalan satu-satunya adalah berdamai, dan Suri mencoba melakukannya semenjak delapan tahun silam.
"Suri yang belom minta maaf sama, Mama." Suri merebahkan kepalanya di atas pangkuan Ayudia, secara reflek ibu kandung Pijar membelai kepala Suri dengan lembut.
Suri dan Asmirah sama-sama putrinya, hanya saja masa lalu membuat segalanya hancur.
"Maafin aku dengan segala keegoisan ku, Ma. Aku ngaku salah sama Mama, hukum Suri, Ma. Biar Mama lega, biar Mama maafin aku."
"Sssst! Mama juga salah sama Suri, Mama terlalu menutup mata sampe lupa kalo kamu juga anak Mama. Kamu sama Mirah sama-sama anak Mama. Anak Mama yang salah, karena udah bikin Suri kayak gini. Anak Mama yang udah bikin kamu bertindak seperti itu, dan anak Mama juga yang bikin cucu Mama begitu."
Suri beranjak dari rebahannya dengan Ayudia yang merangkum wajah Suri yang juga sama sembabnya. "Ma...ayo kita berdamai, Suri lelah kalo harus lari lagi. Aku capek lari terus, Ma." Ayudia mengangguk dan memeluk Suri dengan erat.
Mereka hanya bisa menangis, saling meluapkan segala emosi yang telah terkumpul. Tak menyelesaikan masalah memang, tapi cukup melegakan bagi keduanya yang sama-sama melemparkan senyum.
.
.
.
Tidak ada yang bisa dilakukan Giandra selama lima hari ini. Hidupnya hanya berkutat ke kantor dan rumah sakit. semenjak Mamanya di rawat gara-gara serang jantung, Giandra tak pernah absen menjaga wanita paruh baya tersebut meski dari luar kamar.
Mamanya masih tidak mau bertemu dengan Giandra, semenjak tahu ia berselingkuh dari Vanila. Semua orang di rumahnya murka, apalagi sang Papa. Pria tua itu bahkan tak segan menghajarnya langsung di lorong rumah sakit, tanpa peduli disaksikan oleh banyak pasang mata.
Malam itu sang Papa benar-benar memberikan ultimatum yang tidak main-main. Memberikan sebuah pilihan sulit, antara keluarga atau selingkuhan.
Menunduk memandangi ponselnya, Giandra berharap Suri akan menghubunginya sekali lagi. Selama lima hari ia benar-benar tidak mengacuhkan telepon Suri pun pesan-pesannya. Giandra ingin memberikan sedikit saja balasan atas ketidaksetiaannya. Mungkin terdengar kekanakan, tapi ia ingin tahu jika Suri harusnya mengerti kalau ingin ber main-main.
Satu hal yang Giandra benci. Pengkhianatan. Meski ia sendiri juga berkhianat terhadap rumah tangganya, tapi Giandra benci jika ada orang yang berlaku curang terhadapnya.
Ada begitu banyak pertanyaan di kepalanya. Sejak kapan Suri dekat dengan Abra? Kapan mereka bertemu? Bagaimana ceritanya hingga mereka bisa seakbran atau mungkin semesra itu.
Selama ini yang Giandra tahu, Suri hampir tidak pernah keluar tanpa meminta ijinnya. Lalu di mana mereka bertemu? Ia tahu kapan dan ke mana Suri pergi, itu sebabnya Giandra merasa tidak yakin jika mereka berselingkuh.
Ada perasaan marah yang ia tahan perihal foto Suri dengan pria lain. Ada patahan tak kasat mata melihat hal itu, juga remasan-remasan yang semakin menyesakkan di dada menyadari jika Suri dan Abra terlihat begitu bahagia.
Bahu Giandra melemas, begitu ia men-zoom potret Suri yang sedang memeluk mesra lengan Abra. Ada binar yang lain yang Suri tunjukan pada pria itu.
Binar bahagia yang jarang ditunjukan kepadanya. Lalu selama ini, apa hanya ia saja yang merasakan bahagia itu? Nyatanya Giandra tidak benar-benar memperhatikannya. Ia terlena dengan euforia yang diciptakannya sendiri.
Giandra nol jika harus berurusan dengan cinta dan wanita, selama ini ia hanya melakukan one night stand dengan wanita pilihannya. Tak ada permainan hati, hanya permainan olah tubuh di atas ranjang.
Kemudian dinikahkan secara tiba-tiba dengan perjodohan yang dirancang tanpa sepengetahuannya, Giandra merasa dijebak oleh keluarganya sendiri. Ia tidak menginginkan pernikahan itu, kalau saja Mamanya tidak sakit Giandra akan menentang habis-habisan rencana gila itu.
Menghela napas panjang, Giandra mengantongi ponsel retak berisi foto Suri kemudian memandang sendu ke arah pintu pavilun tempat sang Mama dirawat.
Pikirannya benar-benar bercabang, sangat semerawut dan kusut. Giandra dilema mengingat bagaimana kabar hatinya juga Surinya.
Ia teramat ini pulang, karena jauh di dalam lubuk hatinya Giandra merindukan Suri.
Berada di dalam pelukan wanita itu akan terasa lebih menyenangkan pun menenangkan, Giandra begitu nyaman bersandar di dada sang istri dengan jemari lentiknya yang tenggelam di rambut dengan sedikit usapan.
Giandra ingin pulang, tapi mendapatkan maaf juga. Mengingat keadaan sang Mama sekarang, ia lebih memprioritaskannya saat ini.
Menghembuskan napas sekali lagi, Giandra beranjak gontai dari bangku besi yang ada di lorong menuju kantin rumah sakit.
Belum genap ia menjajakan diri di kantin, pemandangan di depan sana sungguhmebuat kemarahan Giandra kembali tersulut. Mencoba untuk tidak mempercayai tapi justru kini ia memergokinya langsung.
Suri dengan Abra, dengan pria itu yang merajuk agar istrinya segera memakan makanan yang disodorkannya. Sedangkan Suri terlihat murung dengan tatapan kosong seperti tanpa jiwa.
Sialan! Di sini ia mencoba tidak mempercayai hal yang dituduhkan Nuria juga Vanila, tapi melihat langsung hal tersebut benar-benar memperlebar retakan itu.
Boleh tidak ia menghajar Abra? Sungguh ia tidak ingin siapa pun berada di dekat Suri. Tanpa terkecuali.
🐾🐾🐾🐾
Done beibeh.
Setelah mengais sisa2 remahan ilham akhirnya kelar. Wkwkwkwkwkwk
semoga suka. Sori kalo anjay. Wkwkwwkkwwkkwk
Tjipok basah dari Nyai buat awtyaswuri 😘😘😘😘
Selamat membaca, Nyai mau bocan. Ngantuk euy. See you in the morning.
Sampe gak nih 2k vote? Kalo sampe itu terjadi..... Nyai bakalan update lagi. Muahahahahahaha...
Siyu 2k vote.
Muuuuach.
Sidoarjo, 17 September 2020
-Dean Akhmad- (02.00)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro