Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

🍁 21 🍁

Warning 21++

Kira-kira kalo aku target 2k vote dan koment, bisa gak ya? Wkwkwkwkwkwkwkwk... gak jadi deh, ntar Nyai dikejar-kejar kek rentenir.

Awas! Yang belom 21 ke atas, dilarang baca. #plak #kabuur

🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿

Kicauan burung dan Tonggeret menyambut Suri begitu ia menginjakkan kaki di Green Lodge. Wanita bercelana jin itu mengangga melihat rimbunan hijau yang terhampar luas di depan mata, hingga tak menyadari jika Giandra menghampirinya dan mngeratkan syal yang ia kenakan seraya tersenyum geli melihat reaksi kaget yang tercetak jelas di wajah Suri.

"Dingin, May!"

"Hm...." Suri menoleh ke arah Giandra yang malah terkekeh geli melihat wajah tak percaya Suri, karena ia yakin jika istrinya itu akan beranggapan membawa dirinya ke tempat yang romantis atau apalah, selain di tengah hutan seperti ini.

"Terkejut, Sayang?"

"Hm...ya...sangat...sangat...sangat terkejut. Aku nggak nyangka Mas bakalan ngajak aku ke tempat beginian," jawab Suri yang masih saja merotasikan pandangannya menatap ke segala penjuru hutan di kaki Gunung Leuser ini.

Udara dingin menyeruak jelas menembus serat kain, dan membelai halus kulit Suri yang hanya berlapis kemeja kotak-kotak. tadinya ia sempat mengenakan jaket, hanya saja ia lepas begitu mendarat di Medan dan melanjutkan perjalanan menuju Langkat. ia pikir Giandra akan membawanya ke Brastagi atau ke Danau Toba.

"Mas...makasih udah ngajakin aku ke sini. Aku suka banget," bisik Suri terpat di telinga Giandra. sedangkan pria yang sedang berbicara dengan warga sekitar itu jelas kaget mendengar penuturan Suri.

Wah!

"Kamu suka?" Suri mengangguk antusias bahkan tanpa menoleh ke arah Suri yang menatap tak percaya. "Ini di hutan, lho, Yank. Bukan diperkotaan atau pantai."

Kini giliran Suri yang terkikik geli, "Aku tau, tapi aku lebih seneng main di sini daripada di kota."

Giandra jelas melonggo tak percaya, sedetik kemudian pria itu mengulas senyum lebar. Itu artinya ia tak salah mengajak Suri ke Tangkahan dan bersikeras tidak membawa Keiyona, bukan ia tak mau mengajak. ia hanya takut putri kecilnya itu tidak kerasan jika harus tinggal di dalam hutan seperti ini. Ya...anggap saja ini modus terselubung Giandra mengajak Suri berbulan madu dengan kedok meninjau proyek dan tidak mau sendirian di Tangkahan.

Dasar Buaya!

Biar saja, toh modus sama istri sendiri.

Awalnya Giandra memang membangun vila ini hanya untuk kepentingan pribadi, tentu dengan ijin warga setempat dan otoritas setempat, karena lokasi ini berada di dalam Taman Nasional Gunung Leuser. Namun ternyata hal itu banyak menarik minat turis yang sekedar ingin menghabiskan waktu bermain di Sungai Buluh atau Sungai Batang. jadilah kini Giandra dan kedua teman kuliahnya membangun resort untuk menampung lebih banyak pengunjung, sekaligus mengenalkan pada mereka bagaimana merawat gajah-gajah Sumatera yang hampir punah.

Setelah menaruh barang bawaannya di kamar, Suri memilih berjalan-jalan di sekitar Green Lodge, ia begitu penasaran dengan suara aliran sungai yang samar ia dengarkan tadi. sedangkan Giandra sedang meninjau lokasi pembangunan resort yang tak jauh dari tempatnya menginap. Beberapa kali Giandra melirik ke arah Suri yang tengah memandikan para gajah Sumatera ditemani dua orang warga sekitar berkelamin laki-laki, membuat sisi posesifnya tak terbendung lagi.

Dirasa cukup lama bermain dengan para gajah, Suri memutuskan untuk kembali ke kamar untuk mandi karena bajunya yang basah karena bermain di sungai, sekaligus beristirahat sebentar sembari menunggu waktu makan malam.

Suri gerapan, begitu ia merasakan tubuhnya terdorong ke dinding kayu dengan tubuh kekar menghimpitnya rapat. Memukuli lengan Giandra yang didapat Suri malah lengan kekar itu semakin mengerat di pinggang, apalagi dengan tangan satunya memegangi tengkuk untuk mencecap bibirnya secara menggebu-gebu penuh gairah.

Suri meremat kuat rambut Giandra, membuat pria itu mendongakkan kepalanya dan terpaksa melepas tautan bibirnya.

"Mas...Aku...mau...mandi...aku...." belum juga menyelesaikan ucapannya, Giandra kembali menyerang birai bibir istrinya tanpa memedulikan protesan Suri. Giandra semakin mendesak Suri ke dinding, dan cengkeraman tangan Suri meluruh ke tengkuk Giandra dan saling merapatkan diri.

Satu tangan Giandra meremas dadanya, membuat wanita yang sudah menyerah sepenuhnya mendesah lirih akan rangsangan Giandra.

Menatap lekat wajah sayu Suri, Giandra seakan tak bisa berpaling dari wanita dengan napas yang sama menderunya. Detakan itu semakin menguat, tak bisa lagi Giandra pungkiri jika ia sudah jatuh pada pesona Maysuri Sheallegra Sapta dan semakin jatuuh sayang pada wanita ini.

Kembali meremas dada Suri, Giandra dan mendaratkan kecupan di leher Suri. Meninggalkan jejak yang lembab dan hangat, meski disertai sesapan juga gigitan kecil. Sementara tangan Giandra berhasil membuka kancing kemejanya, membuat satu bahu kemeja kotak-kotak merah itu turun dan memberikan ciuman hangat di pundaknya.

Kepala Suri pening, rangsangan yang diberikan Giandra membuat satu bagian di sana berkedut tak nyaman. Tubuh Suri tersentak, menyadari jika tangan Giandra kembali mengusai titik tersebut dan menanggalkan logika kapan kiranya pria itu melucuti celana jin miliknya.

Suri melenguh pelan saat tangan Giandra menguasai sisi lain dari tubuhnya. Meninggalkan jejak panas dari ujung jemarinya, mengusapnya lembut, kemudian menaikturunkan dan bergerak keluar masuk saat tangan Giandra menyelip ke dalam celana satin Suri, membuat Suri tak mampu berpijak di atas kakinya.

Tak lagi bisa menahan rintihannya, Giandra menggiring Suri ke arah ranjang dan menindihnya dengan posisi begitu kaki Suri terantuk kaki ranjang tak bisa menahan berat tubuh suaminya.

Dua tangan Suri dengan berani menelusuri dada kokoh di hadapannya yang masih tertutup kemeja putih itu, bergerak ke punggungnya dan merematnya sebagai pengalihan gelenyar yang mengerubutinya.

Melepas kedua tangan yang sempat menguasai tubuh Suri, Giandra memberi jarak hanya untuk membuka kemejanya dengan tergesa-gesa. Melemparkannya ke sembarang arah. Menaruh kedua sikut di ke dua sisi kepala Suri, kembali ia mencium bibir istrinya dengan tubuh yang semakin merapat. Giandra mulai mendorongnya begitu Suri membuka paha, mendesaknya lebih dalam dan perlahan.

Ada desahan lirih dan basah sekaligus, ada peluh yang jatuh dan saling menyatu, dan ... ada ungkapan cinta yang tengah membumbung tinggi ke udara secara tam kasat mata dan tanpa suara.

Gerakan lembut Giandra perlahan berubah menjadi kasar. Terlebih saat berkali-kali Suri mengumamkan namanya di sela-sela desahan, seolah menjadi undangan bagi Giandra untuk segera mencapai akhir dari gelombang yang ia ciptakan. Sampai pada titik itu datang, Suri merasakan Giandra mendesaknya lebih kencang dan menghunjamnya lebih dalam dengan erangan tertahan. Baik Suri ataupun Giandra sama-sama tergulung ombak yang mereka ciptakan ketika titik itu tercapai.
.
.

Menggerakan bahunya beberapa kali membuat Suri berdecak sebal, apalagi mendapati Giandra kembali mendaratkan kecupan yang bertubi-tubi di pundaknya. "Aku capek, Mas. Nggak usah mulai deh," keluh Suri yang memilih telungkup dan memandang ke luar jendela.

Pria yang sama telanjangnya itu justru melarikan bibirnya ke punggung Suri yang terekspos jelas, mengabaikan si pemilik tubuh mendesis. Bukannya berhenti, Giandra malah terkekeh geli sembari memeluk Suri.

"Astaga, Mas Ian!" pekik Suri merasakan dadanya diremas oleh sebelah tangan Giandra, membuat wanita dengan rambut berantakan itu mengubah posisinya menjadi menghadap Giandra.

Merasa menang, Giandra mengecup birai bibir Suri berkali-kali. "Ada aku di sampingmu, malah dianggurin." gantian Giandra yang mengeluh.

"Bukannya kebalik, ya, Mas? kamu yang anggurin aku." Giandra mendengus seraya merebahkan kepalanya di atas bantal.

"Aku nggak suka liat kamu basah-basahan, main sama gajah-gajah itu," ujar Giandra kembali menubah posisi menjadi menyanga kepalanya seraya memiringkan tubuhnya menghadap Suri yang masih betah diposisinya tadi.

Suri terkekeh geli mendengar penuturan Giandra. apa salahnya main sama gajah? toh lebih mengasyikan daripada bermain dengan hati. tidak tahukah Giandra jika Suri begitu menyukai aktivitas di alam terbuka. Apalagi ia disuguhi rerimbunan hijau di kaki Gunung Leuser membuat Suri sangat excited.

"Kamu suka di sini?" tanya Giandra menyelipkan lengannya di bawah tengkuk Suri dan mendekap tubuh telanjang itu.

"Suka. Pake banget malah. Makasih udah bawa aku ke sini." Suri menyurukkan wajahnya dipotongan leher Giandra, hingga suaminya itu kini bertopang di atas kepalanya.

"Aku pikir kamu baklan merengek, gara-gara aku ajakin ke hutan. Nggak nyangka aja kamu suka."

"Hm...aku suka akitivitas alam terbuka, tapi lebih seneng naik gunung dari pada mantai. Tapi nggak nolak juga diajakin ke pantai." ingatan itu kembali meyerbu kepalanya.

Pijar suka naik gunung, itu sebabnya ia pun mencoba menyukai aktivitas panjat memanjat tersebut. ia hanya ingin dekat dengan pria yang ia cintai sedari SMA, jadi ia pun harus menyukai hal itu. meski awalnya ia kesusahan untuk beradaptasi, namun seiring berjalan waktu Suri menyukainya.

Dan Pijar bukan lagi menjadi alasan Suri untuk menjelajahi gunung-gunung yang ada tersebar di Indonesia, dan juga membencinya karena hal itu mengingatkan kembali luka-luka yang ia terima.

"Dulu aku pernah muncak beberapa kali, tapi gara-gara satu hal aku mulai membencinya. aku nggak mau lagi naik gunung, karena tiap kali ngelakuin hal itu aku merasakan kesakitan yang aku sendiri nggak bisa jabarin."

Meraih tangan Suri yang bebas, Giandra mengisi kekosongan di antara sela-sela jemari kecil Suri. seolah-olah tangan mereka memang sudah ditakdirkan untuk saling melengkapi. mengecupnya perlahan, Giandra kembali mengecup puncak kepala Suri. "Jangan benci gunung lagi. Sekarang kamu bisa jadiin aku alasan kamu buat mencintai gunung lagi. Jadiin aku sandaranmu, anggaplah aku gunung yang kokoh untuk menopang semua bebanmu. karena gunung nggak akan pergi ke manapun, sekalipun kamu pergi dan nggak pernah datang lagi."

Suri menggeratkan pelukannya, menyusup di antar lengan Giandra yang juga memeluknya dengan posesif. Bolehkah ia menyukai gunung lagi?



*******

Di antara migren melanda, lampu mati dan kesumpekan yang tiada habisnya, dan di sela-sela kesedihan gara-gara henpong jadulku ngambek nggak bisa nyala. dengan kekuatan bulan, Nyai berusaha update.

Cung! Siapa yang baca marathon? kira-kira gimana menurut kalian ceritanya setelah baca lapak ini? kasih kritik dan saran dung.

sorry for typo


Sidoarjo, 16 Agustus 2020 (01.33)

-Dean Akhmad-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro