🍁 10 🍁
Apa tadi katanya?
Menikah?
Suri menatap horor Giandra yang malah memperlihatkan seringainya. Sungguh di luar dugaan jika pria mapan ini benar-benar merealisasikan celutukannya kapan hari.
Bencana!
Jelas ini bencana bagi Suri. Ia tak mungkin menikah dengan Giandra, karena Suri tahu jika pernikahan ini hanya berlatarkan nafsu belaka. Mungkin saja pria itu tengah terobsesi pada dirinya, karena sempat menolak permintaan Giandra untuk menghangatkan ranjangnya.
Ck! Dasar Pria dan egonya.
Seumur hidup Suri hanya Pijar yang menyentuhnya. Sekalipun ia di cap sebagai pelakor, bukan berarti ia bisa semurah itu menjajahkan tubuhnya pada pria manapun. Apalagi sebagai janda semakin menguatkan statusnya sebagai wanita kurang belaian. Lengkap sekali rasanya julukan yang didapat Suri.
Berstatus janda bukan berarti dirinya haus akan belaian lelaki, ia bahkan tak pernah berpikir untuk mencari kesenangan. Malah yang ada ia sibuk mencari uang demi penggobatan putrinya. Tidak ada yang lebih berharga melebihi Keiyona juga ibu Santi. Bagi Suri mereka berdua adalah harta yang patut disyukuri ketika ia berada di tengah-tengah musibah.
"Bapak nggak usah bercanda, ya. Ini nggak lucu."
"Aku nggak bercanda, Allegra. Aku serius ingin nikahin kamu."
Mantap kali pria ini menjawabnya.
"Apa sih yang membuat bapak nekat seperti ini?"
"Alasannya karena aku harus mendapatkan apa yang aku mau." Sudah ia duga. Mendengus tak suka, Suri memilih menjauhi Giandra dan menyibak tirai balkon kamar suite tempat pria itu menginap.
"Jangan main-main sama pernikahan, pak."
"Bukannya kamu sendiri yang meminta saya nikahin kamu?" Giandra mengangkat kedua alisnya dan mendekat ke arah Suri yang masih membelakanginya.
Menghela napas panjang, Suri membalikan badannya. Sedikit berjingkat karena mendapati jarak Giandra yang begitu dekat dengannya, justru membuat Suri tak bisa berpikir. "Bapak terlalu dekat." Elak Suri yan mendorong tubuh Giandra, tapi tak berhasil.
"Aku malah berniat menergapmu sekarang." Giandra berjalan selangkah mendekati Suri yang terpojok dengan posisinya yang mepet jendela kaca.
"Jangan dekat-dekat, Pak. Saya nggak nyaman." Suri jelas merasa terancam dengan posisi seperti ini.
"Kenapa?" bisik Giandra bernada sensual.
Suri bisa merasakan hembusan napas hangat Giandra tepat di tulang selangkanya. Bahkan pria ini sudah mendaratkan kecupan singkat di sana, membuat bulu kuduk Suri meremang seketika. Tak hanya itu, suri juga merasakan jika perutnya terasa geli.
"Pak, stop!" Keberanian Suri kembali setelah meremas kemeja Giandra hingga kusut, hanya karena kecupam.di lehernya. Mendorongnya perlahan, Suri hanya menatap pria itu dengan tatapan sendunya. "Saya cuma ingin nggak nambahin dosa lagi, Pak. Cukup saya ngeliatin tubuh saya ke para mata lelaki, saya juga nggak mau kalo harus ngangetin ranjang mereka juga. Sudah cukup karma yang saya dapat." Ia hanya memikirkan Keiyona. Suri tak mau jika putrinya itu akan bernasip sama dengan dirinya.
"Kamu harus tanggung jawab, karena penolakanmu bikin saya nggak bisa berpaling. Cuma kamu yang saya mau buat manasin ranjang saya, bukan wanita lain," bisik Giandra.
Suri terkekeh mengejek. "Jadi semua ini perihal nafsu."
"Apa lagi?" Giandra mengendikan bahunya cuek. "Kalo kita nikah, kamu nggak perlu lagi kerja di sana. Kebutuhanmu saya yang nanggung. Saya dapat kehangatan dari kamu, dan kamu dapat nafkah lahir batin malah. Cukup impas, kan? Lagian apa yang akan kita lakukan nggak akan menimbulkan dosa, karena kita udah nikah. Seperti yang kamu mau."
"Jadi kita melakukan pernikahan kontrak?"
"Nggak ada kontrak. Kalo aku bosan, aku akan mentalakmu, dan urusan kita selesai." Perkataan Giandra jelas begitu menusuk ulu hati Suri, tapi ia harus memaksa dirinya untuk kembali menyerah pada keadaan.
Ya Tuhan! Bukan ini yang Suri mau. Jikapun menikah, ia ingin menikah karena memang saling mencintai. Bukan karena hawa nafsu. Namun melihat keadaannya yang sekarang, mana sudi ada laki-laki baik yang mempersunting wanita hina macam dirinya. Pria itu mungkin menerimanya, tapi Suri sangsi jika keluarga pria itu akan menerima dirinya yang sepaket dengan Keiyona.
Ia juga tak bisa menggelak, jika tawaran Giandra begitu menggiurkan. Suri tak perlu lagi bekerja di dua tempat sekaligus, hanya untuk mendapatkan tambahan uang lebih.
Jika menuruti egonya, jelas ia akan menolak mentah-mentah penawaran Giandra. Tapi sudut hatinya yang lain tak bisa memungkiri, jika ia juga membutuhkan sandaran dari seorang pria dan juga materinya.
Suri benar-benar dilema.
Jika ia menerima tawaran Giandra, artinya Suri harus membongkar siapa ia sebenarnya. Selain itu ia harus siap menjadi istri siri pria ini. Ah, siapa yang mau memperkenalkan dirinya sebagai pendamping hidup yang diinginkan. Dulu Pijar juga menyembunyikan status pernikahan mereka, lalu kini ia kembali menjadi istri yang disimpan. Naas sekali nasibnya.
Apakah dirinya memang tak selayak itu, untuk dikenalkan di muka umum?
"Saya nggak mau menerima penolakan, Allegra." Lamunan Suri buyar ketika menyadari jika kedua lengan Giandra melingkari pinggangnya.
"Pak!" pekik Suri mendapati tubuh mereka saling merapat, belum lagi wajah Giandra yang begitu dekat hingga ia bisa melihat gurat kedewasaan dalam diri pria ini.
"Besok kita nikah jam sembilan. Jadi...siapkan dirimu, calon istri." Mata Suri membulat sempurna mendapati Giandra telah membungkam bibirnya.
Suri akui ia bukanlah orang yang pro soal cium mencium, tapi merasakan lumatan bibir Giandra membuat pikiran Suri kosong sekaligus lemas.
Gerakan konstan lidah Giandra yang mencecap secara bergantian dari bibir atas ke bawah, terkesan lembut dan tak terburu-buru tapi sekaligus menuntut Suri untuk membuka mulutnya.
Sesaat Suri merasa linglung kala bibir Giandra menjauhinya. Sedangkan pria itu terkekeh geli melihat wanitanya hanya bisa mengerjap kebingungan.
"Biasakan dirimu dengan sentuhanku." Giandra mengelus pipi Suri dengan tatapan intens tepat dibibirnya. "Karena setelah besok, aku nggak akan pernah berhenti buat nyentuh kamu." Sekali lagi Giandra mencuri kecupan di sudut bibirnya.
Sialan! Hanya menyentuh bibirnya saja, efeknya sedemikian rupa. Giandra merasakan dadanya mendesir hebat, saat bibir mereka bersentuhan pertama kali. Membuat kejut-kejutan listrik yang entah mengapa terasa menyenangkan, belum lagi denyutan yang menegangkan tapi anehnya ia begitu menikmati bersentuhan langsung dengan Allegra.
Allegra benar-benar membuat Giandra menggila.
.
.
.
Maysuri Sheallegra Sapta.
Ah, Giandra baru saja mengetahui jika ternyata Allegra termasuk dalam nama panjang wanita itu. Dan yang lebih mengejutkan lagi jika wanita yang setengah jam lagi akan menjadi istrinya adalah karyawan hotelnya.
Lucu sekali bukan? Selama sebulan ini ia dibuat kelimpungan, mencari siapa itu Allegra dan segala informasi yang bersangkutan. Tak tahunya ternyata tersangkanya adalah karyawan housekeeping dihotelnya. Belum lagi kenyataan jika seringkali mereka berada dalam satu ruangan dan berinteraksi, membuat Giandra tak habis pikir. Bagaimana ia bisa luput dari hal sekecil ini.
Penampilan Allegra dan Suri jelas tampak berbeda di mata Giandra. Ketika menjadi Allegra, Giandra akan menemukan tampilan wanita itu dengan wig panjang berwarna coklat bergelombang. Jangan lupakan make up sekelas tangan dingin seorang MUA, menjadikan Giandra tak bisa mengenali wajah asli Allegra.
Sedangkan saat menjadi Suri, wanita itu akan menjelma selayaknya karyawan biasa. Hanya mengenakan celana jeans yang warnanya memudar, juga kaos usang yang sedikit kedodoran hingga menyembunyikan bagaimana lekukan tubuhnya. Jangan lupakan Make up tipis dengan rambut yang dicepol ala SPG departemen store. Membuat siapa saja tak menyangka, jika karyawannya itu juga menyambi pekerjaan di klub malam.
Membuat pengusaha itu melongo tak percaya, selama ini ia telah ditipu dengan tampilan polos dan sensual dalam sekali tepuk.
Kejutan lainnya adalah wanita itu juga seorang janda beranak satu, dengan mantan suami yang telah mentalak tiga dirinya. Tapi bukan itu persoalan Giandra. Ia bahkan tak perlu repot-repot berurusan dengan anak kecil. Baginya anak kecil itu berisik dan menganggu.
Dan urusannya hanya dengan Maysuri Sheallegra Sapta.
Giandra akui ia merupakan pria brengsek kebanyakan yang hidup di ibukota. Beberapa kali memakai jasa wanita malam, hanya untuk menyalurkan hasrat biologisnya.
Lebih brengsek lagi karena mempermainkan sebuah pernikahan.
Andai saja semudah itu menyeret Allegra ke atas ranjangnya, dengan aktivitas berpeluh kesukaannya mungkin ia tak perlu melakukan hal sepicik ini.
Menjadikan pernikahan untuk melegalkan hubungan yang berlandaskan hawa nafsu memang sama sekali tak dibenarkan. Paling tidak ia tak lagi menimbun dosa.
Hubungan mereka legal, meski hanya di mata agama. Paling tidak Giandra tak perlu repot-repot mencari wanita yang biasa ia sewa hanya untuk melepaskan hasratnya. Ia punya Allegra yang bisa ia jamah sewaktu-waktu.
Paling tidak Giandra mendapatkan keuntungan dari pernikahan siri tersebut. Brengsek sekali bukan?
Giandra tak bisa menyembunyikan senyumnya, begitu kata sah keluar dari bibir pak Penghulu. Itu artinya Allegra sudah menjadi miliknya.
Setelah beramah tamah dan berbasa-basi sebentar, akhirnya tinggal lah mereka berdua di kamar Suite milik Giandra.
Tak mendapati Allegra di ruang tamu, Giandra sudah mengira jika wanita itu berada di dalam kamar mereka.
Memikirkan kamar mereka, tak urung membuat hasrat Giandra beranjak naik. Pikirannya berkelana, apa saja yang bisa ia lakukan di dalam kamarnya bersama Allegra.
Mungkin mereka bisa melakukan seks yang panas, dengan beberapa gaya sekaligus hingga berakhir lenguhan panjang Allegra dengan meneriakan namanya.
Giandra seperti remaja tanggung sekarang. Membayangkan dirinya berada dalam tubuh Allegra tak urung membuat wajahnya memanas, hingga telinganya memerah sekaligus bergairah.
Allegra muncul dari dalam kamar mandi hanya memakai jubah mandi berwarna putih selutut. Wajahnya terlihat segar dan natural tanpa make up, juga rambut sebahunya yang basah semakin membuat Giandra blingsatan.
Ingin rasanya menyergap Allegra saat ini juga. Karena nyatanya panggilan telepon dari seberang sana, membuat Giandra mengurungkan niatnya untuk segera berhangat-hangat ria dengan Allegra.
"Sabar ya, Jun. Habis ini kita buka puasa."
🍁🍁🍁🍁
Eak ... traktaktakdung.
Gagal deh belah montongnya. Wkwkwwkwkwkwkwkwk.
Ada yg nanya nomer WA akoh? Jawabannya ada di profil say. (Cih!dasar author sok pemes) wkwkwkwkwk.
Yodah lah, silakan menikmati ya. Semoga kalian suka. Fresh barusan ngetik. Sory for typo dan yang lainnya.
See you soon, gaes.
Sidoarjo, 25 November 2019
-Dean Akhmad-
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro