Tak Akan Menyerah
Hari Minggu ini Ghea ingin benar-benar quality time bersama Samudera. Setiap hari Minggu ia menutup online shop-nya agar bisa menghabiskan lebih banyak waktu bersama Samudera.
Ghea masih berusaha konsisten untuk mengatur menu makannya dan berolahraga. Selain jalan santai, senam aerobik, dan olahraga kardio lainnya, sekarang Ghea juga mencoba berlatih beban dengan menggunakan dumbbell. Terkadang ia ingin berolahraga di tempat gym, tapi karena alasan waktu dan pekerjaannya yang sering kali mengantar dagangannya ke tempat pelanggan, Ghea memutuskan untuk berolahraga di rumah dengan memanfaatkan channel olahraga di Youtube. Ia sering berolahraga dengan Samudera di rumah. Samudera juga rutin berolahraga angkat beban. Ia sudah mengumpulkan alat-alat olahraga sebelum menikah. Dulu ia rutin berangkat ke tempat gym, tapi sekarang dia lebih sering berolahraga di rumah sekaligus menemani istrinya berolahraga.
Suara bel mengejutkan Ghea dan Samudera di saat mereka tengah sibuk berolahraga. Ghea meletakkan dumbbell-nya. Ia baru bisa mengangkat empat kilogram dumbbell, masing-masing dua kilogram di tangan kanan dan kiri. Berat beban akan bertambah seiring dengan meningkatnya kemampuan dan performa Ghea. Jika ingin berhasil menaikkan massa otot, memang harus progressive overload.
"Siapa ya, Mas? Aku ke depan dulu, ya." Ghea melangkah ke depan, sementara Samudera meneruskan workout-nya.
Setelah Ghea membuka pintu, tampak seorang ibu paruh baya yang tinggal di sebelah kanan rumah Samudera dan hanya berjarak satu rumah saja.
"Eh, Bu Ratmi, ayo masuk, Bu." Ghea tersenyum ramah dan mempersilakan tetangganya untuk masuk.
"Nggak usah, ini saya mau nganterin jambu kristal, metik dari pohon di belakang rumah." Bu Ratmi mengulurkan satu kantong kresek berisi jambu kristal.
Ghea menerimanya dengan senyum mengembang. Ia sudah
membayangkan betapa enaknya makan jambu kristal dicocol sambal rujak.
"Wah, makasih banyak ya, Bu," ujar Ghea.
"Sama-sama. Mbak Ghea lagi olahraga, ya? Lagi diet, ya?" tanya Bu Ratmi sembari memerhatikan kaos olahraga dan legging yang dikenakan Ghea. Wanita itu memang terlihat lebih ramping dari biasanya.
"Iya, Bu, mumpung hari Minggu saya sempatkan olahraga. "
"Besok udah harus ngajar lagi, ya?" tanya Bu Ratmi kembali.
"Yang ngajar suami saya, saya seringnya di rumah terus."
"Oh, kirain sama-sama ngajar juga. Saya ngiranya Mbak Ghea ini dulu teman sekolahnya Mas Sam, sama-sama jadi dosen, terus menikah karena mengajar di universitas yang sama," ucap Bu Ratmi. Dia memang belum begitu paham pekerjaan Ghea. Ia pernah mendengar selentingan gosip tentang Ghea dan Samudera yang dulunya bekerja di tempat yang sama.
Ghea memaksakan kedua sudut bibirnya untuk tersenyum. Ia hanya menanggapi dengan senyum dan tawa kecil. Bagaimana bisa ia dikira teman sekolah suaminya, sedangkan selisih usia Samudera dan dirinya adalah delapan tahun. Samudera lebih tua darinya. Mendadak ia berkecil hati. Apakah dirinya terlihat tua hingga dikira seumuran dengan suaminya?
"Saya pamit dulu ya Mbak Ghea."
"Oh, iya, Bu, sekali lagi makasih banyak ya Bu untuk jambunya." Ghea menganggukkan kepala.
Setelah Bu Ratmi berlalu, Ghea masuk ke dalam sembari bersungut-sungut. Samudera menghentikan aktivitasnya. Ia melangkah mendekat pada Sang Istri.
'Siapa tadi yang datang?" tanya Samudera seraya mengamati kantong kresek berisi jambu kristal.
"Bu Ratmi, Mas. Beliau ngasih jambu kristal. Metik dari halaman belakang katanya."
"Besar-besar jambunya," Samudera mengambil satu jambu dan menimbang-nimbang jambu itu dengan kedua tangannya seakan tengah menimbang beratnya.
Mata Samudera beralih menatap Ghea yang terdiam dengan raut wajah yang sedikit cemberut. "Kenapa Ghea? Kamu kok cemberut?"
Ghea bersungut-sungut. "Masa tadi Bu Ratmi ngira dulu kita teman sekelas terus ngajar di tempat yang sama. Itu artinya aku dikiran seumuran sama Mas. Apa iya aku kelihatan lebih tua? Padahal selisih kita delapan tahun."
Samudera membisu sekian detik, mencoba mencari kata-kata yang tepat untuk menghibur istrinya.
"Mungkin Bu Ratmi nggak bermaksud seperti itu. Dia ngira kita dulu teman sekelas, terus ngajar bareng karena menebak-nebak kalau kita nikah karena udah kenal lama. Nggak semua orang tahu kalau dulu kita dijodohkan. Positive thinking aja."
Ghea mengerucutkan bibirnya. "Tapi bikin bete juga, sih. Kemarin waktu aku beli sayur juga ada ibu-ibu yang nanya soal gimana kita ketemu dulu, terus nanya umurnya berapa. Waktu tahu kita beda delapan tahun, dia bilang, kok nggak kelihatan, ya? Saya pikir malah seumuran. Ternyata Mbak Ghea masih muda banget." Ghea menarik kursi mundur lalu duduk masih dengan menekuk wajahnya.
Samudera mengamati ekspresi wajah istrinya yang justru terlihat lebih cute saat manyun begini.
"Kamu cute banget kalau ngambek gini. Menurutku nggak kelihatan lebih tua. Kalau ada yang komentar kita kayak seumuran, berarti akunya yang kebawa muda, bukan kamu yang terlihat lebih tua."
"Tapi ibu itu bilang, ternyata Mbak Ghea masih muda banget. Berarti selama ini aku dikira udah tua banget, dikira udah 40an lebih mungkin," gerutu Ghea setengah berapi-api.
Samudera menahan tawanya mendengar nada bicara Ghea yang justru terdengar menggemaskan di saat dia tengah kesal.
"Ya nggak sampai dikira 40 tahun lebih, Mas aja belum 40. Udah jangan dipikirin, Sayang. Buat aku nggak penting gimana tampilan fisik kamu. Mau kelihatan lebih muda dari umur yang sebenarnya kek, mau kelihatan lebih tua, kamu tetap cantik di mataku."
Ghea tersipu. Samudera selalu tahu cara menenangkannya dan membuatnya merasa istimewa.
"Mas Sam selalu bisa bikin aku meleleh," senyum mengembang di wajah Ghea. Kekesalannya perlahan luntur.
.
"Bikin seneng istri itu dapat pahala," ucap Samudera.
Ghea tiba-tiba teringat jika teman-teman semasa kuliah mengajaknya ketemuan, bisa dibilang reuni kecil-kecilan.
"Oya, Mas aku lupa. Teman-temanku ngajak ketemuan. Sekitar 8 orang. Yang lain udah mencar-mencar, ada yang di Surabaya, ada yang di Jambi, bahkan ada yang di luar negeri juga."
"Ketemuan kapan?"
"Nanti sore, Mas. Tapi aku juga pingin bareng Mas Sam seharian."
Samudera tersenyum tipis. "Kalau kamu ingin ketemu teman-temanmu, silakan aja. Kan jarang-jarang bisa ketemuan. Mas ngerti kok dan nggak akan melarang."
Ghea bersyukur suaminya begitu pengertian dan tak pernah mengekangnya.
"Makasih ya Mas untuk pengertiannya. Insya Allah nanti sore, Ghea mau ketemuan sama mereka."
******
Sore itu Ghea memutuskan untuk menyambangi restoran tempat ia janjian dengan teman-temannya. Ada delapan orang yang hadir, Reva, Sherin, Intan, Damar, Diko, Desi, Mira, dan satu orang lagi yang membuat Ghea terkejut setengah mati, Devan. Waktu Reva menghubunginya di telepon, ia tak cerita jika Devan juga mengikuti acara itu. Mood Ghea serasa anjlok.
"Hai, Ghea, apa kabar? Akhirnya kamu datang juga." Reva tersenyum merekah. Satu per satu teman perempuannya pun menyambut kedatangannya, cipika-cipiki, sedang teman laki-laki hanya berjabat tangan.
"Alhamdulillah aku baik, kalian semua gimana kabarnya?" Ghea tersenyum sumringah. Ia menghindari kontak mata dengan Devan meski laki-laki itu mencuri pandang ke arahnya.
"Ghea gemoy-nya nggak ilang-ilang, ya. Malah makin seger berisi," tukas Intan.
Bibir Ghea mendadak kelu. Ia sudah berusaha diet sejauh ini dan sudah turun tujuh kilogram. Namun, di mata orang lain ia tetap gemuk. Apa memang belum terlihat perbedaannya? Dari 78 kilogram ke 71 kilogram, apa belum terlihat sama sekali? Ghea berpikir mungkin Intan membandingkan dengan berat badannya sewaktu masih kuliah. Dulu memang berat badannya tidak sebesar sekarang. Berat badannya melonjak lagi setelah lulus dan itu artinya teman-temanya tidak melihat secara langsung ketika Ghea berada pada berat badan tertinggi. Karena itu orang berpikir Ghea semakin berisi. Padahal kenyataannya ia sudah turun tujuh kilogram.
Ghea hanya tersenyum tipis. Jika sudah menyinggung penampilan fisik, ia tak bisa lagi membalas seakan bibirnya mendadak kaku untuk sekadar berucap.
"Ghea ini udah diet, lho. Sebelumnya dia sempat kegemukan banget. Sekarang udah mending, udah turun." Reva menimpali. Ia mengikuti perjalanan diet Ghea dari story medsos yang sering Ghea bagikan.
"Oalah, udah turun berapa kilo?" tanya Intan balik.
"Udah turun tujuh kiloan, masih jauh sih dari target, mesti konsisten," balas Ghea.
"Udah turun tujuh kilo tapi nggak kelihatan. Mungkin karena udah dasarnya gemuk jadi susah turunnya," cetus Devan sekenanya. Ia akui, Ghea terlihat lebih ramping dari yang terakhir ia lihat. Hanya saja ia tak mau mengakuinya.
Ghea terdiam. Ia kesal mendengar celoteh Devan. Sudah jadi wataknya yang tak pernah menghargai usaha orang lain. Ia tatap balik Devan lebih tajam.
"Turun tujuh kilo itu nggak mudah, butuh perjuangan, disiplin, konsisten, dan kesabaran. Nggak ada istilah dasarnya gemuk, karena kalau kita mau mengubah pola makan dan life style kita lebih sehat dan lebih baik, pasti akan ada perubahan yang baik." Ghea mencoba bicara dengan tenang.
"Aku setuju sih sama Ghea. Kalau kita pingin mengubah life style yang lebih baik ya harus berkorban dengan kedisiplinan, harus konsisten, dan sabar juga karena semua butuh waktu dan proses," Damar menimpali. Dia teman dekat Devan, tapi cara pandangnya berbeda dengan teman satu gengnya itu. Jika Devan lebih terfokus pada hal negatif, dirinya mampu memandang sesuatu dari sisi positif.
"Kamu bisa turun tujuh kilo ini, caranya gimana?" gantian Sherin yang bertanya. Ia penasaran dengan cara diet Ghea karena ia pun ingin menurunkan berat badan tiga kilogram saja.
"Aku mengurangi asupan kalori yang masuk. Prinsip menurunkan berat badan itu jumlah kalori yang kita konsumsi lebih kecil dari jumlah kebutuhan kalori harian kita. Jadi harus defisit kalori." Ghea mencoba menjelaskan dengan bahasa yang sederhana agar teman-temannya memahami.
"Cara untuk tahu jumlah kalori harian kita gimana? Terus buat tahu jumlah kalori yang masuk itu berapa, gimana caranya?" Sherin mengernyitkan alis. Membayangkan menghitung kalori saja sudah membuatnya pusing.
"Ya cara paling simpel itu buka google, ketik kalkulator TDEE, terus isi data-datanya, kalian akan tahu jumlah kebutuhan kalori harian. Kalau mau menurunkan berat badan disarankan makan dengan jumlah kalori di bawah TDEE, di atas BMR. TDEE ini kebutuhan kalori harian kalian, sedangkan BMR jumlah kalori minimum yang kalian butuhkan agar organ tubuh berfungsi dengan baik. Biasanya maksimal di-cut 500 kalori. Tapi kita bisa cut pelan-pelan, misal cut 200 atau 300 kalori dulu."
"Nah kalau udah tahu itu 'kan kita harus tahu kalori setiap makanan yang kita makan, 'kan? Aku suka lihat story kamu, kamu input setiap makanan, terus ada rincian kalorinya. Itu gimana caranya?" Reva menyangga dagunya dengan sebelah tangannya. Ia tampak antusias berdiskusi tentang metode diet sehat yang dijalani Ghea.
"Aku pakai aplikasi penghitung kalori. Makanan yang kita input juga ditimbang dulu biar akurat hasilnya."
"Wah, ribet dong tiap makan harus nimbang. Keburu laper, mesti ditimbang-timbang dulu. Terus kalau lagi makan di luar gini, kamu bawa timbangan juga dong?" celetuk Devan. Ia selalu saja menilai segala sesuatu dari sisi kelemahannya terlebih dahulu.
Sebenarnya Ghea malas menanggapi Devan, tapi ia tak ingin menampilkan kesan jutek di hadapan teman-temannya yang lain.
"Ya kalau kita terfokus sama ribetnya, selamanya kita akan stuck di gaya hidup yang gini-gini aja, yang makan sembarangan, nggak terkontrol, berat badan naik terus. Dulu waktu awal tracking kalori aku juga mikir, kok ribet ya ... tapi setelah menjalani, ternyata nggak seribet itu dan malah jadi rutinitas. Semua tergantung niat kita. Kalau kita udah benar-benar niat dibarengi tekad yang kuat, ya insya Allah semua akan mudah dijalani."
"Kalau soal bawa timbangan pas makan di luar, aku sih nggak serempong itu. Kalau makan di luar ya kira-kira aja. Karena udah biasa nimbang, aku pakai kira-kira aja," tambah Ghea.
"Keren kamu lho, Ghea. Bener-bener konsisten. Aku mau diet rasanya susah bener," celetuk Mira, gadis yang saat ini bekerja di perusahaan makanan ringan.
"Eh, kapan nih kita pesen makanan?" Diko mengingatkan jika mereka belum memesan makanan.
"Oh iya lupa, yuk ah kita pesen dulu." Reva tertawa. Ia membuka buku menu.
Ghea memilih memesan dada ayam panggang, nasi, lalapan, dan sambal. Minumnya air mineral. Hal ini berlawanan dengan teman-temannya yang rata-rata memesan minuman manis, seperti es teh manis, es boba, es teler. Makanan yang dipanggang jumlah kalorinya lebih kecil dibanding digoreng, lebih-lebih jika dibalur tepung dan digoreng. Ghea bisa menghemat kalori dengan memilih cara pengolahan yang tepat.
Tak mudah bagi Ghea menahan keinginan untuk makan makanan yang manis-manis dan berkalori tinggi. Namun, sejak mengatur menu makannya, ia bisa mengerem keinginannya pada makanan-makanan yang kurang sehat, berlemak jenuh tinggi, berkalori tinggi tapi minim nutrisi. Cukup baginya menggunakan prinsip 80:20, 80 persen makanan yang bernutrisi dan dibutuhkan tubuh, sedangkan 20 persen untuk makanan yang ia inginkan, yang mungkin minim nutrisi, dan untuk menaikkan mood.
"Kamu nggak minum manis? Hebat ih cuma minum air mineral." Desi melirik sebotol air mineral di hadapan Ghea.
"Iya, aku memang meminimalisir minuman manis soalnya kalorinya lumayan tinggi, selain itu indeks glikemiknya juga tinggi, dan biasanya makanan manis ini justru bikin lapar terus." Ghea membuka tutup botol air mineral dan meneguknya.
"Kok bisa ya makanan manis bikin kita lapar terus?" Mira penasaran juga. Ia mengaduk-aduk es teler pesanannya.
"Soalnya makanan manis itu menekan hormon leptin. Hormon leptin bertugas ngirim sinyal ke otak kalau tubuh kita udah cukup nutrisi atau udah kenyang. Kalau hormon leptin ini ditekan, otomatis kita akan merasa lapar terus karena kita nggak merasa kenyang," jelas Ghea.
"Jadi banyak belajar dari Ghea." Mira tersenyum puas mendengar penjelasan Ghea.
"Tapi aku mikir kalau makan banyak aturan sama saja nggak menikmati hidup. Dan soal makanan manis tadi, Omku nggak suka makan manis dan aku lihat pola makannya baik-baik saja, tapi dia tetap kena diabetes," balas Devan. Dia selalu mematahkan argumen Ghea.
"Soal sakit itu siapa pun bisa kena. Meski udah menjaga makanan ya masih bisa sakit karena faktor penyebab sakit itu juga banyak, nggak cuma dari makanan. Kalau aku sih mikirnya, kalau kita bisa mencegah sedini mungkin, kenapa nggak? Menjaga makanan, olahraga, dan melakukan kebiasaan-kebiasaan baik lainnya itu sebagai bentuk ikhtiar untuk hidup sehat. Yang penting kita sudah berusaha yang terbaik menjaga kesehatan. Kalau pun nanti dikasih sakit, setidaknya kita udah berusaha yang terbaik."
Teman-teman Ghea pun sependapat dengan Ghea dan mengagumi cara berpikir Ghea yang jauh lebih dewasa dibanding Ghea yang dulu. Devan pun sebenarnya mengakui jika Ghea jauh lebih baik pasca putus dengannya dan lebih baik lagi setelah menikah. Namun, ia tetap denial dan tak mau mengakuinya. Ia yakin suatu saat Ghea pun akan bosan dengan life style yang saat ini ia jalani. Ia tahu benar karakter Ghea di masa lalu. Wanita itu suka makan sembarangan, malas berolahraga, dan tidak dapat menahan diri dari makanan enak. Suatu saat Ghea akan kembali pada gaya hidupnya yang lama.
Sepulang dari restoran, Ghea tak lupa untuk memasak untuk Samudera. Kadang ia berpikir, rasanya tak adil jika ia makan ayam panggang, sedangkan suaminya di rumah tidak memakan menu yang sama. Karena itu, dia membuat ayam panggang untuk suaminya. Dia memilih memanggang dengan air fryer karena jauh lebih praktis dan hemat kalori.
"Gimana acara tadi?" Samudera membuka percakapan.
"Ya cukup seru. Teman-teman pada nanya soal diet. Cuma mereka nggak ngeh banget sama perubahanku, Mas. Apa aku kelihatan masih gendut?"
Samudera menatap Ghea lembut. Ia tatap tajam istrinya, terkesan tegas dan lembut di saat yang bersamaan.
"Ghea, kamu diet untuk kesehatan diri kamu sendiri atau demi mendapat pujian langsing dari orang lain? Omongan orang emang punya pengaruh, tapi jauh lebih penting kamu fokus sama usaha kamu, dengan pencapaian kamu dibanding omongan orang yang belum tentu mereka paham gimana perjuangan kamu. Orang bisa seenaknya komentar karena mereka belum pernah ada di posisi kamu. Jadi jangan diambil hati."
Ghea mencerna perkataan suaminya. Apa yang diutarakan Samudera memang benar. Tak seharusnya ia terpengaruh dengan omongan negatif orang lain. Perjuangan masih akan terus berlanjut dan ia tak akan menyerah.
"Makasih ya Mas selalu menguatkan aku. Aku akan terus berjuang sampai goal." Ghea tersenyum sumringah.
Samudera mencubit pipi istrinya lalu mengecup keningnya. Ia akan selalu mendukung langkah istrinya untuk melakukan kebaikan.
******
Lanjut gak? Jangan lupa vote & comment ya. Kalau banyak yang minat, aku akan terus lanjut
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro