Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

20 💐

Di bawah langit biru yang cerah, seorang gadis mengendap di balik pohon, matanya terfokus pada dua sosok yang sedang berlatih pedang di lapangan terbuka. Seorang lelaki, berpenampilan tegap dengan pakaian latihan yang sederhana, tampak serius menghadapi adik perempuannya yang lebih muda. Gadis itu bergerak gesit meski pedangnya lebih ringan, berusaha mengimbangi serangan dari sang abang. Udara sejuk pagi itu menyelimuti, namun gadis itu tidak merasa kedinginan. Fokus sepenuhnya pada pemandangan di hadapannya.

Gadis itu menyembunyikan tubuhnya di sebalik batang pokok besar, matanya tertuju pada mereka penuh perhatian. Ia mengamati setiap gerakan dengan hati-hati, memperhatikan kecepatan dan ketepatan serangan lelaki itu. Di matanya, lelaki itu tampak berbeda, lebih kuat, lebih terlatih--sesuatu yang menarik minatnya.

Gadis itu perlahan mengalihkan pandangannya, memindahkan posisi ke tempat yang lebih aman. Keinginan untuk mengetahui lebih dalam tentang lelaki itu begitu kuat.

Dengan berhati-hati, gadis itu memutuskan untuk tetap mengamati, memerhatikan dari jauh. Wajah lelaki yang dirindui diperhatikan lama. Senyuman kecil terukir di bibir kecilnya.

*************************


"Hati-hati, jangan terlalu terburu-buru, Zita. Kendalikan gerakanmu!"

"Aku tidak akan menyerah, abang!" Dengan semangat, dia melancarkan serangan baru yang lebih cepat namun Rian berhasil menangkisnya tepat waktu.

"hmm, gerakanmu semakin tajam." Dengan senyum kecil, dia melangkah mundur.

"Aku tidak akan menyerah!!" Zita berura-ura untuk menyerang lagi. Tiba-tiba, ketika pedang mereka bersentuhan lagi, Rian merasakan sesuatu yang aneh--seperti ada yang memerhatikan mereka. Dia berhenti sejenak.

"Zita, aku merasa seperti diperhatikan." ujar Rian sambil mengamati sekeliling.

"Apa? Siapa?" Zita juga meliarkan pandangannya ke sekeliling namun tidak melihat sesiapapun.

Dibalik sebuah pohon, seorang gadis muda berdiri diam, mengamati dengan senyum kecil. Namun Rian sama sekali tidak menyedarinya.

"Tak ada sapa-sapa pun?" Zita menyoal hairan. Wajah abangnya dipandangnya.

"Entahlah. Perasaan abang je kut."

Gadis itu, yang berada di balik pohon, tersenyum lembut. Dia tidak berniat untuk mengganggu, hanya mengamati dari jauh. "Suatu hari nanti..." bisiknya perlahan pada dirinya sendiri. "Aku harap kita boleh bertemu lagi." Dengan langkah perlahan, dia mumdur, menghilang dengan perlahan.

------------------------------------

Brina terbaring lemah di atas katil, tubuhnya masih tidak dapat bergerak. Rasa sakit yang mendera mulutnya masih terasa tajam. Wajahnya pucat, matanya penuh dengan air mata, mengalir tanpa henti, mencerminkan kesakitan yang dalam. Mulutnya terasa kosong dan sepi, seolah ada bagian dari dirinya yang hilang.

"Sakit........Sakit sangatt.." Suara terisaknya hampir tak terdengar.

Setiap detik terasa seperti berjam-jam, dan meskipun giginya sudah dicabut, rasa sakitnya tetap mencekam, seolah-olah rasa perih itu masih menghantui.

Pintu bilik dibuka dari luar, menandakan kedatangan seseorang. seorang gadis cantik masuk lalu menghampiri Brina. Diwajahnya tergambar senyum kepuasan. Brina, yang masih terbaring lemah, menatapnya dengan mata yang penuh keputusasaan.

"Kenapa..? Kenapa buat aku macam ni...?" Soal Brina lemah, hampir tidak terdengar.

Cindy tersenyum lebar, senyum yang tak menunjukkan belas kasihan sedikit pun. "Sebab kau layak. Dulu... kau seksa aku... sekarang giliran aku untuk seksa kau."

Brina menggigit bibirnya. Matanya terpejam bersama sesalan. Air mata semakin laju merembes keluar. Kalau benarlah yang dihadapannya sekarang ialah adik tirinya, yang pernah diseksa nya dahulu, memang jasadnya sahaja lah yang akan tinggal mengenangkan keadaannya sekarang.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro