Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

30. something Bad

Selesai sudah tugas Cindy di Bali. Ia kembali bertugas di Rumah Sakit Kalandra Jakarta.
Cindy tidak memberi tahu Claudya atau siapa pun orang di rumah. Jika hari ini ia sudah kembali ke Jakarta. Cindy ingin memberikan kejutan seperti yang Claudya lakukan waktu itu, saat ia tiba-tiba datang begitu saja ke Bali.

Kali ini Cindy juga mengajak dokter Bisma untuk bekerjasama, merahasiakan tentang kepulangannya.

"Dok, beneran nggak bilang Claudya, kan?" tanya Cindy dengan sedikit menelengkan kepala ke kanan.

"Iya. Nggak," jawabnya, kemudian menatap ke depan lagi. Konsentrasi menyetir.

Akhir-akhir ini dokter Bisma lebih sering menghubungi Cindy. Hanya sekadar menanyakan Cindy sedang apa, sudah makan belum, atau cuma sekadar mengucapkan selamat malam dan selamat beristirahat. Lucu memang, seperti anak SMP yang sedang berpacaran.

Setelah Chan dan Claudya kembali ke Jakarta, dokter Bisma juga pulang ke Jakarta. Dokter Bisma sudah lebih dulu bertugas kembali di Jakarta di bandingkan Cindy dan rekan yang lainnya.

Dokter Bisma yang menjemput Cindy di airport. Cindy sudah katakan berulang-ulang, ia bisa pulang sendiri menggunakan taksi online.

Sekeras Cindy menolak, sekeras itu juga dokter Bisma memaksa. Yang berakhir lagi-lagi Cindy mengalah menuruti kehendaknya. Cindy adalah tipe orang yang tidak enakan terhadap orang lain.

Mobil milik dokter Bisma sudah memasuki halaman rumah. Tumben pagar rumah terbuka dengan lebar.

Entah kenapa, suasana hati Cindy seketika berubah tidak nyaman. Seperti ada sesuatu mengganjal tapi entah apa.

Cindy melepas sabuk pengaman yang tadi melingkari tubuhnya. Ada perasaan ganjil, yang mendorongnya harus cepat-cepat masuk ke rumah.
Cindy turun begitu saja dari mobil dokter Bisma, tanpa menghiraukan dokter Bisma yang terlihat bingung.

Saat kakinya sudah di ambang pintu, Bude Yanti berlarian panik menuju kamar atas. Tepatnya kamar Claudya.

Cindy mengikuti langkah Bude Yanti, Cindy termenung saat sampai di kamar Claudya. Melihat bunda memeluk Claudya yang sudah terbaring lemah. Ekspresi bunda sama terkejutnya dengan Cindy, saat tatapan mereka beradu.

Cindy merasa kakinya mengambang di udara. Lemas, bingung.
Yang ia ingat, tangannya bergerak mencari kontak nama dokter Bisma pada ponselnya.

Cindy menelepon, saat sambungan sudah terhubung, tanpa mendengarkan ucapan dokter Bisma, Cindy langsung memotongnya. "Dok, ke kamar atas, sekarang! Claudya pingsan," ucapnya dengan suara bergetar.

Tidak membutuhkan waktu lebih lama. Dokter Bisma sudah berada di dekat bunda, dengan tas kecil di tangannya. Cindy syok, bingung hendak melakukan apa. Itulah sebabnya, ia masih berdiri menatap dokter Bisma. Dengan cekatan dokter Bisma mengeluarkan stetoskop dari tas kecil itu, memeriksa Claudya dengan seksama.

Dokter Bisma menelepon ambulan. Tiga puluh menit setelahnya, suara sirine terdengar memasuki halaman rumah, suara langkah gaduh mendekat ke arah kamar Claudya. Satu pria berjas putih khas dokter, menyapa dengan sopan saat melihat dokter Bisma sudah berada di sana.

***

Kosong! Layaknya korban perampokan dengan menggunakan metode hipnotis. Cindy tidak mengingat banyak kejadian apa saja setelah itu.

Seingatnya, ia sudah berada di rumah sakit. Claudya sudah ditangani dengan baik. Cindy bersandar duduk pada sofa, di ruangan dokter Bisma.

Cindy yang berniat memberikan kejutan, tapi malah ia sendiri yang dibuat terkejut. Hidup terkadang tidak main-main dalam memutarbalikkan nasib umatnya.

"Kamu baik-baik saja?" Suara berat dan dalam itu menyapa gendang telinga Cindy.

Cindy mendongak, dokter Bisma sudah berdiri di depannya. Ia mengangsurkan satu botol air mineral. "Minum dulu," lanjutnya.

Pandangan Cindy berkabut, air matanya sudah siap berlomba untuk keluar. Cindy tidak bisa menahannya, ia terisak. Awalnya pelan, tapi lama kelamaan semakin tidak bisa mencegahnya.

Isak tangisnya semakin menjadi. Dokter Bisma meraih bahunya, membawa kedalam pelukannya. Cindy ingin meluapkan semua yang ia tahan.

"A-aku, bukan kakak yang baik. A-aku tidak b-bisa menjaga Claudya," ucapnya dengan tersendat.

"Kamu boleh menangis, tapi jangan menyalahkan dirimu. Ini bukan kesalahan kamu, oke?" Suara dokter Bisma menenangkan.

Kamu bukan kakak yang baik. Kalimat itu terus saja berputar-putar di kepala Cindy. Entah berapa lama Cindy menangis dalam pelukan dokter Bisma. Mencurahkan semua beban yang menghimpit di dada.

Dokter Bisma bersusah payah meraih botol air mineral di atas meja, karena posisi Cindy yang masih berada dalam dekapannya. "Minum dulu, kamu bisa dehidrasi jika begini," tegasnya.

Cindy meraih air mineral itu, menenggaknya tergesa. Mungkin Cindy akan menghabiskannya dalam satu tarikan napas, jika saja dokter Bisma tidak mencegahnya.

"Pelan-pelan, kamu bisa tersedak," ucapnya penuh penekanan.

"Dok, Claudya?" Mata Cindy menatapnya, menanti jawaban yang mungkin cukup membuatnya lega. Seperti Claudya baik-baik saja, atau Claudya sudah pulih dan diperbolehkan pulang.

"Claudya sudah ditangani dengan baik, tapi ia belum siuman."

Malah Kalimat itu yang keluar dari mulut dokter Bisma. Dada Cindy kembali sesak, ingin menangis rasanya tak mampu lagi.

"Aku mau lihat Claudya," pintanya pada dokter Bisma.

Dokter bisa mengangguk. "Ayo," ajaknya. Tangannya terulur menunggu Cindy meraihnya.

***

Cindy menatap lekat wajah pucat pasi Claudya, ia terbaring pada bed pasien.
Suasana kamar Claudya hening, hanya ada suara dari medical oxygen regulator yang sesekali terdengar.

"Maaf," lirihnya pada Claudya. Cindy berharap Claudya bisa mendengarnya. "Gue bukan kakak yang baik, gue nggak bisa jagain lo. Gue nggak bisa melakukan apa-apa saat tadi lo pingsan."

Cindy menghapus air matanya, berbalik menuju pintu. Sudah ada bunda, ayah, dan Bang Cakka.
Cindy menghambur kedalam pelukan bunda. "Bunda, Cindy salah. Maaf nggak bisa jagain Cla."

Bunda mengusap punggung Cindy. "Udah, udah. Kak Cindy nggak salah. Ini bukan kesalahan Kak Cindy. Jangan sedih dong."

Cindy tahu bunda mencoba menenangkan, tapi pikiran jika Cindy tidak becus menjaga Claudya terus saja mengusik. Derap langkah terdengar, bukan suara langkah kaki berjalan tapi lebih sedikit tergesa. Chan datang dengan napas memburu, bisa dipastikan kakinya ia gunakan untuk berlari, agar cepat sampai.

"Gi-gimana, keadaan Cla, dia baik-baik aja, kan?" desak Chan, napasnya masih belum stabil.

"Claudya belum siuman, dia ada di dalam," sahut Bang Cakka.

Cindy tidak tahu bagaimana Chan bisa mengetahui Claudya ada di rumah sakit, yang  tahu ia sudah berada di sini.

"Mau pulang?" tawar Bang Cakka, memecahkan hening yang tadi sempat tercipta.

Cindy menggeleng. "Cindy mau nemenin Cla," sahutnya.

Bang Cakka tidak menyelang ucapan Cindy. Ia hanya mengusap punggung Cindy. "Nggak apa-apa, Cla pasti baik-baik saja."

Cindy harap ucapan Bang Cakka bisa terwujud detik ini juga. Claudya siuman. Menyambutnya dengan senyum terbaiknya.

***

"Cin ...." Suara lemah itu terdengar, sangat lirih.

Cindy membuka pelan matanya. Yang pertama kali netranya tangkap, Chandrika tertidur di sofa panjang. Cindy berdecak, ia bermimpi Claudya memanggilnya. Cindy memutar kepala, sekarang yang ia lihat tangan Claudya dengan jarum infus yang berada tepat di depan wajahnya.

Semalam Cindy bertekad menjaga Claudya, meski harus memelas terlebih dahulu kepada Bang Cakka. Bang Cakka ingin Claudya pulang, beristirahat di rumah.

Jari Claudya bergerak. Cindy mengerjapkan mata. Kali ini jari telunjuk dan tengahnya bergerak bergantian. Claudya menggerakkan jarinya, itu berarti Claudya sudah siuman.

Iya. Claudya siuman.

Cindy langsung terduduk, semalaman ia tidur dengan posisi setengah duduk. Cindy bangkit tergesa, suara dentuman daun pintu terdengar keras karena ulahnya. Mungkin membuat Chan terbangun.

Cindy berlari ke luar ruangan, di depan nurse station Cindy memberi tahu suster yang jaga, jika pasien di ruangan 037 sudah siuman. Cindy kembali membenci dirinya, ilmu-ilmu yang ia dapatkan sejak kuliah kedokteran sampai menjadi seorang dokter, serasa lenyap begitu saja. Cindy sudah banyak menangani pasien, tapi entah kenapa saat seperti ini kemampuan itu hilang.

Claudya sudah ditangani oleh suster dan dokter jaga. Seorang suster mendekati Cindy dan berkata, "Dokter Cindy, saya sudah menghubungi dokter Bisma. Ada pesan dari dokter Bisma. Jangan khawatir, beliau sudah dalam perjalanan kemari."

Cindy mengangguk. "Terima kasih, sus," ucapnya.

Setelah memberi kabar kepada orang-orang di rumah, Cindy kembali masuk ke ruang inap Claudya. Chan sudah berdiri di sisi Claudya. Cindy turut berdiri di sampingnya, memperhatikan gerak kecil dari mata Claudya. Claudya sudah siuman, tetapi belum sepenuhnya. Sesekali bulu matanya yang lentik bergerak perlahan.


Pintu bergerak terbuka. "Selamat pagi," sapa suara berat itu.

Cindy tahu itu suara dokter Bisma. Ia melirik jam pada pergelangan tangannya. Pukul 05.48 wib. Masih sangat pagi. Cindy bersyukur Claudya ditangani dokter Bisma, yang rela menerjang udara dingin pagi hari demi satu pasiennya. Yang mungkin ia baru saja bangun dari tidurnya atau bahkan baru beberapa jam lalu beristirahat, kemudian harus ke mari.


Semoga orang-orang seperti dokter Bisma, diperbanyak di dunia ini. Tanggung jawabnya sangat perlu dicontoh.
.
.
.
.
To be continued
TanjungEnim, 22 Juni 2020
Revisi : 20 Des 2020

Kasih bintang ya gengs.

Salam
RinBee 🐝

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro