Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 15b

Suasana bar yang riuh, hiruk pikuk, dan gemerlap, membuat silau para pengujung. Orang-orang berdatangan dengan seribu macam niat, tapi lima puluh persennya untuk bersenang-senang. Sisanya untuk menghilangkan kegundahan. Seperti yang dilakukan Amber. Semenjak bertemu Sean di bar ini, ia bertekat datang setiap hari, berharap bisa bertemu lagi dengan laki-laki pujaannya. Yang harus menderita adalah Jilian. Menerima curahan hati tanpa henti dari seorang perempuan tentang kekasihnya.

"Kamu bisa bayangkan, Jilian. Dia ada di sini. Aku bisa bertemu lagi dengannya."

Jilian yang sedang mencampur minuman, tersenyum ramah. "Senang, ya?"

Amber mengibaskan rambutnya ke belakang. "Tentu saja. Berapa lama kami nggak ketemu? Sepertinya dua tahun. Dia muncul begitu saja di sini. Oh my god, Jilian. Dia ada di sini. Minum bersama dan ... ah, ya. Ngomong ngomong kemarin dia pesan apa?"

Jilian memiringkan kepala. "Sesuatu yang segar. Orange blossom."

Amber menjentikkan jari. "Aku juga mau itu. Ingin coba minuman kesukaan Sean."

Jilian menyerahkan minuman pesana tamu lain sebelum membuat orange blossom untuk Amber Ia tidak habis pikir kenapa perempuan ini begitu posesif pada Sean. Apakah mereka dulu begitu dekat, sampai sampai Amber tidak bisa melupakan Sean? Jilian ingin bertanya banyak hal tapi tidak ingin dianggap terlalu ingin tahu.

Seorang perempuan berambut merah duduk di sebelah Amber dan berteriak pada Jilian. "Mojito, please."

Jilian mengangkat kedua jari dan tersenyum. "Ditunggu."

Amber melirik perempuan di sebelahnya dengan acuh tak acuh, lalu kembali menghadap Jilian. "Jilian, kalau lain kali dia datang. Kamu harus beritahu aku."

Jilian menggeleng. "Miss, itu sesuatu yang nggak mungkin aku lakukan. Privasi tamu."

"Benar juga." Amber menerima minumannya, meneguk dan berdecak. "Enak dan segar. Ternyata, seleranya memang luar bisa. Baiklah Jilian, aku akan minta bantuan orang lain. Daah."

Amber meningggalkan meja, Jilian melambai sebentar sebelum membuat mojito untuk tamu yang baru saja datang. Seorang perempuan cantik berambut merah dengan gaun mini hitam yang sexy. Lipstik perempuan itu berwarna merah menyala dan sangat serasi dengan rambutnya. Ia menyerahkan minuman yang baru saja dibuatnya.

"Silakan."

Perempuan itu tersenyum. "Thanks." Menyesap minumannya dan berdecak nikmat. "Gila, enak sekali. Racikanmu juara."

Jilian mengambil gelas kosong dan bersiap meracik minuman baru. "Senang mendengarnya. Baru pertama kali kemari?"

Perempuan itu mengangguk. "Iya, dengar dari teman soal bar ini dan minumannya yang lezat. Dari kemarin mau datang, tapi nggak sempat. Ngomong-ngomong, namaku Lopita."

"Aku Jilian. Semoga suka di bar ini."

Lopita tersenyum, mengedipkan sebelah mata. "Pasti."

Lopita meninggalkan meja, berkeliling dengan minuman di tangan. Ia menyelinap di antara orang-orang yang sedang menari, berusaha mencari celah untuk duduk. Tertegun saat panggun di bar menyala terang, orang-orang bersorak sorai dan musik menggelegar. Masuk tiga laki-laki berpakaian minim, meliuk-liuk di atas panggung dan membuat histeris. Lopita ternganga, pada satu laki-laki muda berambut ikal. Laki-laki itu terlihat menawan dengan tubuh langsing dan tinggi. Yang membuat terkesan adalah wajahnya yang cantik.

Lopita merengsek ke depan, bersamaan dengan para perempuan yang histeris. Perempuan itu melemparkan uang ke panggung. Ia pun merogoh dompet, mengeluarkan uang dan berusaha untuk berdiri paling depan. Saat laki-laki berambut ikal itu melakukan gerakan menari yang rendah hampir menyentuh lantai panggung, tanpa sungkan ia menarik tangannya dan berteriak keras.

"Hai, aku suka kamu!" Melemparkan uang ke bahu laki-laki itu.

Tidak ada reaksi, laki-laki itu hanya melihatnya sekilas dan mengibaskan tangannya lalu kembali menari. Berganti posisi dengan dua laki-laki lainnya. Lopita tetap menatapnya tak berkedip, sampai akhirnya tarian selesai. Ketiga penari masuk, tidak peduli pada teriakan penonton yang menginginkan mereka kembali menari. Dua pramuniaga naik ke panggung untuk mengambil uang-uang tips. Tak lama, musik kembali terdengar dan masuk dua penari perempuan. Lopita mendesah kecewa. Ia mundur dengan cepat, meliuk di antara para penonton hingga mencapai meja bar. Berusaha mendekati meja tapi harus antri, karena banyak tamu yang sedang memesan minuman.

Jilian tersenyum saat melihat Lopita lagi. "Hai, Kak. Mau nambah?"

Lopita mengangguk. "Buatkan aku yang segar. Karena aku sekarang sedang kepanasan."

"Mau minuman apa? Orange, mint?"

"Apa saja, aku percaya padamu."

Jilian meracik pink sakura cocktail, minuman cantik untuk perempuan yang cantik. Saat menghidangkannya, ia tersenyum pada Lopita yang berdecak kagum.

"Indaah." Perempuan itu mencecap rasanya. "Enaak, aku suka."

"Terima kasih."

"Jilian, boleh aku tanya padamu?"

"Tentang apa, Kak?"

"Tadi ada pertunjukan tari. Siapa dancer laki-laki berambut ikal?"

Jilian mengernyit. "Yang baru saja?"

Lopita mengangguk. "Iya, baru saja."

"Oh, Sammy namanya."

"Sammy, nama yang unik. Seunik orangnya. Bisakah aku meninggalkan nomor ponselku, dan tolong berikan padanya?"

Jilian tersenyum kecil. "Maaf, Kak. Bukannya nggak mau, tapi banyak sekali pengunjung yang melakukan itu, dan pasti tidak akan dilayani oleh Sammy. Maaf, ya, Kak. Dari pada nomor Kakak nanti dibuang sama Sammy."

Lopita mendesah kecewa. "Benar juga. Padahal, aku tertarik dengan postur tubuhnya. Merasa kalau dia akan cocok dengan baju rancanganku."

"Kakak sering datang saja, cari kesempatan untuk bicara dengan Sammy secara langsung."

Lopita mengangguk, mau tidak mau setuju dengan usulan Jilian. Ia memang harus bicara langsung dengan laki-laki itu, untuk mengutarakan niatnya.

Selesai bekerja, Jilian mendapati seorang sopir taxi yang menjemputnya. Sopir itu mengatakan atas suruhan Sean. Jilian merogoh ponsel untuk bertanya dan mendapati ada satu pesan belum terbuka.

"Naik taxi yang sudah aku pesan. Datanglah ke penthouse, aku merindukanmu."

Sebuah pesan yang manis. Jilian membacanya berulang kali sebelum akhirnya masuk taxi. Matahari belum muncul saat taxi meluncur menuju penthouse. Jilian merasa sangat kelelahan, meski begitu tak urung merasa senang karena mendapatkan banyak uang tips. Ia berencana mengirimkan uang tips yang sudah dikumpulkannya pada sang mama. Ia mengambil dompet, mengeluarkan cincin dan memakainya. Tersenyum saat melihat kilau dari berlian. Selama bekerja, ia tidak memakai cincin karena takut terlepas. Firasatnya mengatakan cincin ini sangat mahal. Jilian harus menjaganya, bukan karena mahal tapi karena itu adalah pemberian Sean.

Tiba di penthouse ia membuka pintu, mendapati ruanga sunyi. Mencopot pakaian dan menggantinya dengan pakaian tidur yang sengaja dibawanya dari rusun. Ia mencuci muka dan gosok gigi di toilet depan. Melepas ikat rambut, ia menatap wajahnya yang lembab di cermin. Berjalan pelan ke arah kamar. Ia menyelusup masuk ke dalam selimut dan lengan yang kokoh merengkuhnya.

"Selamat datang," bisik Sean serak.

"Aku pulang." Jilian tersenyum. Mengecup bahu Sean sebelum akhirnya terlelap di pelukan laki-laki itu.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro