Bab 13a
Keduanya terjatuh ke sofa dengan napas terengah. Jilian mencoba untuk berkelit dari sergapan Sean tapi sulit. Bibir laki-laki itu mengunci bibirnya, dengan tubuh saling membelit. Ia mendesah, saat jemari Sean bergerak liar di tubuhnya.
"Apa aku menyakitimu?" Sean berbisik tidak sabar.
Jilian menggeleng. "Nggak."
"Ehm ...."
Sean mengerang, mengisap leher Jilian dan memosisikan tubuhnya tepat di tengah tubuh perempuan itu. Ia menahan diri saat Jilian sakit untuk tidak melakukan ini. Ia mengerti gadis yang sekarang terperangkap di bawah tubuhnya, bukan hanya menderita sakit fisik tapi juga hati. Sebagai laki-laki, ia sedang mencoba untuk membantu menyembuhkan luka-lukanya. Mungkin tidak sepenuhnya mengering, tapi mungkin akan sedikit lebih baik.
"Bilang saja kalau sakit, aku akan berhenti."
Tentu saja Jilian tidak mau berhenti. Ia menerima cumbuan dan ciuman dengan sukarela, untuk membuktikan kalau dirinya juga punya gairah. Menyambut sentuhan dengan suka cita, seolah-olah Sean adalah miliknya. Mereka memang belum lama saling mengenal tapi seperti ditakdirkan untuk bersama. Kalau suatu saat laki-laki ini akan bersama perempuan lain, tidak masalah baginya. Yang terpenting sekarang adalah mereka bersama.
Sean melucuti pakaian Jilian, mengusap perlahan kulit gadis itu. Sedikit mengernyit saat melihat bilur yang mulai memudar. Bekas luka karena perbuatan Mesha.
"Pak, kulitku lengket," desah Jilian. "Bisa nggak aku mandi dulu."
Sean mengangat tubuh. "Ide bagus. Kita mandi berdua."
"Hah, tapi—"
Jilian menjerit saat tubuhnya diangkat dan dipanggul Sean. Ia dibawa ke kamar mandi, diturun langsung di bawah pancuran dan dalam keadaan telanjang bulat, berciuman sambil berpelukan di bawah curahan air hangat.
"Aku akan membantumu memakai sabun."
Sean mengambil spon lembut, menuang sabun dan membasuhkan di tubuh Jilian. Ia menikmati sensasi tubuh Jilian yang menegang karena sentuhannya. Berlama-lama di dada yang menegang, mengusap sabun, mencubit putingnya yang tegak.
Jilian melenguh saat spon bergerak perlahan dan kini ada di antara pahanya yang terbuka. Begitu lembut, menggoda, Sean membelai perhalan. Jilian menghadap ke dinding, meletakkan kepalanya di sana untuk membantunya menahan gairah yang mulai menyebar. Ia menghela napas, saat spon bergerak makin cepat di pinggulnya. Turun perlahan di paha, betis, dan naik lagi ke area perut. Sean memeluknya dari belakang, menjilat telingannya.
"Kita siram sekarang."
Sean meletakkan spon dan mengguyur tubuh Jilian dengan air hangat. Membilas sisa-sisa sabun. Ia mengecup perhalan area pundak, tulang belikat, punggung, pinggang, dan pinggul. Jilian gemetar oleh sentuhanya. Ia mematikan air, membalikkan tubuh Jilian dan melumat bibir gadis itu.
Jilian bisa merasakan kejantanan Sean yang menegang. Benda itu menusuk perutnya. Rasanya sungguh aneh. Ia membuka bibir, menerima sepenuhnya ciuman Sean. Bibir bertaut, lidah saling membelai dan desahan napas terdengar keras. Sean meraih jemarinya dan menuntunnya di kejantanan laki-laki itu.
"Aku ingin kamu membelainya," bisik Sean.
Jilian mengela napas, mengusap benda yang mengeras di tangannya. Ia tidak tahu harus bagaimana, dan coba-coba untuk membelai ujung dan mengusap perlahan dari pangkal ke ujung. Sean memejam, menikmati sentuhannya. Dengan berani Jilian mencoba lebih cepat untuk mengusap.
Seperti inikah rasanya bercumbu? Pikira Jilian dengan bibir dilumat Sean. Mereka tanpa malu-malu saling menyentuh dan mencecap tubuh masih-masing. Tanpa sungkan Jilian menggigit bahu Sean, dan menyukai kulit keras serta koko milik laki-laki itu. Ia juga mengisap puting Sean, merasa senang saat laki-laki itu memaki, dengan jemari bergerak makin cepat menggenggam kejantanan yang menegang.
"Giliranku," bisik Sean.
Erangan Jilian menggaung di kamar mandi, saat Sean mengangkat satu pahanya dan duduk di depannya. Laki-laki itu mengecup kemaluannya, lidahnya membelai dan memberikan sensasi yang mengejutkan.
"Pak."
"Pegangan di dinding, jangan sampai jatuh."
Jilian hampir saja terjungkal saat bibir vaginanya disentuh lembut oleh lidah Sean. Rasa hangat membanjiri, bermula dari perut, turun ke area intimnya. Ia menggigil dalam gairah. Ingin rasanya berada di ranjang dan bercinta sampai puas dengan Sean. Erangannya terdengar keras dan Jilian tidak bisa mengendalikannya.
Seperti ini rasanya dipuja dan diinginkan. Ternyata begini rasanya menerima kasih sayang. Tidak tahu sampai kapan kemesraan ini bertahan dan Jilian berharap untuk sekarang ini, Sean tidak meninggalkannya. Ia tidak siap menjadi sendiri, dan terluka lagi. Ingin memberikan semua yang dipunya pada Sean, apapun itu termasuk tubuhnya. Tidak peduli apa kata orang, yang paling utama adalah ia merasa bahagia.
"Kamu basah Jilian, sudah siap untuk bercinta?"
Sean bergumam di sela paha, mengusap vagina Jilian dengan jemarinya dan melihat cairah hangat di sana. Matanya terpancang pada gadis itu dan saat Jilian mengangguk, rasa bahagia membuncah dalam dada.
Ia menyalakan air, membasuh tubuh mereka berdua dengan cepat. Mengambil handuk dan mengeringkannya. Mengangkat tubuh Jilian, ia membawa gadis itu ke ranjang.
"Pak, rambutku basah." Jilian tersenyum.
Sean menatap takjub pada gadis yang tergolek di ranjangnya. Begitu cantik, lembut, dan murni. Ingin sekali memiliki Jilian sepenuhnya.
"Apa kamu masih cemburu?" bisiknya.
Jilian terbelalak. "Kapan aku cemburu?"
"Oh, jadi nggak cemburu? Hanya mengomel soal Amber?"
Jilian mencebik, mengusap bulu-bulu halus di dada Sean. Membayangkan Amber yang menggoda Sean dengan terang-terangan. Tentu saja ia kesal karena Sean terlihat menikmati godaan itu. Ternyata, laki-laki yang terlihat berwibawa dan angkuh seperti Sean, juga tidak tahan rayuan perempuan cantik.
"Kamu suka dirayu dia. Ayo, bilang. Apa kamu yang dirindukan Amber?"
Sean tersenyum. "Entahlah. Aku hanya mengenalnya sekilas."
"Sekilas tapi membekas. Itu yang dia bilang sama aku. Setiap kali ke bar, dia cerita tentang laki-laki tampan yang selalu ada di hatinya. Ternyata, itu kamu."
"Jilian, aku sedang membelaimu, membuatmu basah dan kamu bicara tentang perempuan lain?" Sean menunduk, mengisap puting dada yang menegang. Jemarinya membelai vagina Jilian, memberikan sentuhan dan pijatan perlahan. Ia mengulum senyum, melihat gadis itu kesal karena perempuan lain. Setidaknya, meskipun hanya sedikit ada perasaan Jilian untuknya. Secara perlahan ia akan mengusir Alfrdo dari hati Jilian.
"Pak ...."
"Diamlah, kita akan menuju ke sana."
Sean memosisikan diri di tengah Jilian, membuka paha gadis itu dan menunduk untuk mengulum bibir.
"Jangan takut, kita akan lakukan perlahan."
Jilian tidak takut. Sudah siap sepenuhnya dengan apa yang akan terjadi. Ia menggigit bibir saat merasakan kejantanan Sean di perutnya. Memegang bahu Sean ia mengernyit saat laki-laki itu bergerak.
Sean mencoba untuk tetap lembut saat melakukan penetrasi. Tapi, tidak semudah yang dipikirnya, sampai akhirnya ia memaksa untuk menerobos masuk dan melihat Jilian mengernyit kesakitan. Saat sudah sepenuhnya di dalam gadis itu, ia melenguh nikmat dan mulai bergerak.
"Ini baru pertama kali bagimu," bisik Sean mesra.
Jilian mengangguk. "Iya." Mencoba untuk tidak menegang, sampai rasa perih di kewanitaannya sepenuhnya memudar.
"Bertahanlah, dan nikmati Jilian. Kita menjadi satu sekarang."
Bisikan Sean membuat Jilian perlahan menjadi santai. Ia bisa menerima sepenuhnya laki-laki itu masuk ke dalam dirinya. Gerakan Sean yang awalnya perlahan dan lembut, berubah cepat dan menuntut. Desah napas mereka terdengar nyaring di kamar. Jilian tidak segan untuk mengerang saat merasakan kenikmatan yang menyebar di area perut, vagina, dan pahanya.
"Paak ...."
Sean menunduk, memagut bibir Jilian sementara penetrasinya makin kuat. Rasanya sungguh nikmat berada di dalam tubuh Jilian. Rasanya tidak pernah ingin berhenti, ingin terus dan terus. Rasa Jilian yang panas dan ketat, membuatnya suka. Sampai akhinya tidak tahan untuk bergerak cepat dan membiarkan Jilian mencapai puncak.
Ia senang saat melihat Jilian terbeliak dan melemparkan kepala ke belakang. Paha gadis itu melingkari pahanya, dan vagina menjepit kuat. Setelah Jilian mencapai puncak, ia mempercepat gerakannya. Merasakan rasa panas di ujung kejantanannya dan tak lama, ia pun mencapai puncak. Tergolek di atas bahu Jilian, merasakan puas dan nikmat yang tiada tara.
Sean menggulingkan tubuh dari atas Jilian. Merengkuh tubuh gadis itu dan mengecup bibirnya. "Jilian, terima kasih."
"Untuk apa, Pak?" Jilian menjawab, setengah mengantuk.
"Untuk hari ini."
Jilian tidak menjawab, meringkuk lebih dalam ke pelukan Sean. Tidak sampai sepuluh menit jatuh tertidur. Sean menyelimuti mereka berdua, dan menyerah pada rasa lelah. Tertidur pulas di samping Jilian.
**
Cerita ini sedang PO
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro