Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

50. Cinderella Effect (END)

Yup... Ini adalah chapter terakhir.

Kalian siap?

Vote dan ramein in-line comment, ya!

Happy reading~

Ini adalah harinya. Hari yang menentukan bagi The Effects. Gugup, optimisme, harapan, frustrasi, semua berkumpul menjadi satu. Semua orang berkumpul di belakang panggung, siap dengan kostum dan instrumen masing-masing, terkecuali Nino dan Aksal. Mereka duduk melingkar di sofa L yang disediakan panitia, saling bergelut dengan kecemasan masing-masing.

Band lain sedang tampil sekarang dan setelahnya, adalah giliran mereka. Samar, mereka dapat mendengar ingar bingar penampilan itu, juga teriakan dukungan dari penonton. Hal ini menambah kecemasan Navy. Audisi ini adalah kompetisi. Mereka, para juri, hanya akan memilih satu yang terbaik. Dan jika band lain melakukannya dengan baik, mereka harus melakukannya lebih baik lagi.

Seorang staf berjalan ke arah mereka, langkahnya cepat, tanda dia sedang diburu waktu.

"Habis ini giliran kalian. Siap-siap," katanya.

Navy mengangguk dan menghadapi teman-temannya satu persatu. Semua wajah tampak tegang, bahkan Nino, yang biasanya paling pecicilan.

"Udah berapa lama kita ngeband?" tanyanya tiba-tiba.

Langit merentangkan jarinya. "Kalo gue dua... kalian tiga, kan?"

Navy, Nino dan Pandawa satu SMP, mereka membentuk band waktu masih duduk di kelas 3 SMP, meski waktu itu dengan nama berbeda. Kemudian di awal masuk SMA, mereka tergabung bersama Langit di klub musik, dan Langit mengenal Aksal. Seperti itulah, awal mula The Effects terbentuk.

"Masih inget arti nama kita?" Navy menambahkan pertanyaan.

"The Effects," Pandawa menyahut. "Karena kita ingin memberikan efek kepada penonton dengan penampilan kita. Kita ingin menciptakan penampilan yang membekas."

Semua orang mengangguk setuju. Begitupun Navy.

"Ya, jadi... itu akan tetap, dan selalu menjadi goals kita. Apapun hasilnya nanti, menang atau kalah, lolos atau enggak, kita ... fokus ngasih penampilan yang meninggalkan efek aja."

Suasana masih tegang, sehingga Navy, sebuah ketua di sana terkekeh demi mencairkan suasana.

"Ayok, guys! Kayak latihan biasa aja. Kita pasti bisa!"

Ia meletakkan satu tangan di udara, menunggu yang lain untuk menumpangkan tangan di atasnya.

"The Effects!"

"Make Effect, Make Perfect!" yang lain menyahut berbarengan. Lalu, tangan-tangan itu di angkat bersamaan untuk menyemangati diri.

Ini adalah saatnya untuk tampil. Ini adalah saatnya ... untuk membuat efek.

***

Pukul tujuh malam lewati tiga puluh menit. Audisi itu seharusnya telah dimulai setengah jam yang lalu. Namun, Candy masih belum beranjak. Ia masing berbaring di kasurnya, memakai baju rumahan, menatap botol yakult yang masih penuh di tangan.

Pikirannya masih menimbang antara dua pilihan; antara harus pergi, atau tidak.

Ia hanya... kesulitan menemukan alasan untuk pergi. Apakah ia diinginkan untuk berada di sana? Apakah seseorang tidak benci ketika melihatnya di sana?

Kemudian, ponselnya bergetar.

Seseorang yang tidak dia ikuti di Instagram ingin mengirim pesan.

***

Di saat band-band yang tampil sebelumnya berkiblat pada musik pop Barat dan Amerika, membawakan lagu-lagu berbahasa Inggris karya musisi ternama dunia, The Effect memilih tampil dengan membawakan lagu grup lawas lokal Caffeine, yang tentu diberi sentuhan mereka sendiri. Lagu yang sempat populer di era 90an itu sekarang hadir dengan aransemen segar. Musik dengan tempo yang sedikit lebih cepat, lebih kuat, dan harmoni yang diimprovisasi.

Hidupku 'kan damaikan hatimu

Diriku 'kan s'lalu menjagamu

Izinkanku s'lalu bersamamu

Kasihku padamu...

Pandawa bernyanyi dengan suaranya yang kuat dan sedikit berat, berpadu dengan alunan instrumen yang menghentak, namun seimbang, membuat penonton bersorak untuk penampilan itu. Tepuk tangan yang meriah pun menyambut mereka di akhir lagu.

Dan untuk lagu kedua, Pandawa mundur, meninggalkan posisinya sebagai vokalis utama. Kali ini Navy-lah yang berada di belakang mikrofon.

"Ini lagu yang saya tulis sendiri sejak enam bulan lalu," ujarnya, menggenggam mikrofon lebih dekat. "Tapi ... baru sekarang-sekarang ini terselesaikan. Berkat seseorang. Her Effect, semoga kalian suka."

Lampu panggung padam sesaat. Lalu menyala, hanya menyorot Navy awalnya. Yang dengan melodi sendu, memetik gitar. Instrumen lain mengiringi di belakang dan Navy pun ... mulai menyanyikan baitnya.

Tahukah? Aku terbangun di pagi hari memikirkan kamu.

Dan tersenyum.

Tahukah? Aku selalu mencari cara untuk bertemu kamu

Dan tersenyum.

Drum ditabuh. Petikan gitar dan bass menambah tempo.

Dulu, langit itu biru. Mendung itu abu-abu.

Jalanan yang ramai itu bising mengganggu.

And life's just dull.

But she came. And changed everything. Her effect.

Langit sekarang merah jambu. Mendung pergi menjauh.

Segala tempat dipenuhi tabuhan musik dan lagu.

Cause she came. And changed everything. Her effect.

Dan... ini chorusnya.

Am I crazy? Did I went crazy? Her effect.

Tolong beritahu dia I miss her.

Am I crazy? Did I went crazy? Her effect.

Tolong beritahu dia I fell for her.

Her Effect...

Jeda. Navy menarik napas sementara musik bermain dengan pelan. Dan ketika cowok itu menarik mikforonnya mendekat kembali, para penonton turut bergerak mendekat, menahan napas, tahu bahwa lagu terus berlanjut.

Tahukah? Aku menganggumu karena suka.

Karena kamu mengganggu pikiranku.

Tahukah? Aku hanya ingin berada di dekatmu.

Karena kamu... membuatku jatuh cinta.

Lalu, sekali lagi, drum ditabuh lebih cepat, lebih bertenaga kali ini, begitupun iringan isntumen lainnya. Begitupun, nada yang Navy nyanyikan. Naik satu oktaf.

Am I crazy? Did I went crazy? Her effect.

Tolong beritahu dia I miss her.

Am I crazy? Did I went crazy? Her effect.

Tolong beritahu dia I fell for her.

Her Effect...

Lalu musik berubah sendu. Navy berbisik di mikrofonnya.

Am I crazy? Did I went crazy? Sesaat, dia terdiam. Lirik meninggalkan otaknya ketika matanya menemukan sosok seseorang di antara keramaian penonton yang tidak mendapat penerangan memadai. Dia. Her. Tetapi dia menemukannya, hampir dengan terlalu mudah. Dia akan selalu menemukannya, di manapun itu. Seperti radar yang pasti akan mendeteksi.

Tatapan mereka bertemu dan musik berhenti.

"Her Effects," bisiknya, menjadi pamungkas penampilan itu.

Dan, sementara penonton bertepuk tangan heboh dan teman-temannya Navy muncul ke depan panggung untuk memberikan hormat kepada penonton serta merayakan penampilan mereka, Navy menoleh kembali pada sosok yang tadi. Namun ... tidak lagi dapat menemukan Candy di ruangan itu.

***

"Kita berhasil!"

"YEAH! WE DID IT GUYS!!!" Nino mengepalkan tinju di udara, lantas tanpa segan memeluk korban yang berdiri paling dekat degannya, Pandawa. Sementara di sisinya, Langit memeragakan tarian Dora sambil menyanyikan "We did it! We did it!"

Tubuh Pandawa ditekan Nino dengan kuat, tetapi karena mood mereka bagus usai menyelesaikan audisi yang membuat mereka kesulitan tidur, Nino menjadi berani mengusik cowok itu dan Pandawa pasrah-pasrah saja diperlakukan demikian. Ia hanya mendorong Nino karena muak dan tertawa.

"Akhirnya, kita bebas!!!" seru Langit. Ia berpikir tentang rebahan, main futsal dan menonton anime sepuasnya. Setidaknya, untuk seminggu, mereka bebas dari latihan.

"Hasil belum diumumin," Aksal menatap mereka semua. "Tapi bagaimanapun hasilnya. Gue bangga sama kalian semua. Kita udah berhasil menampilkan The Effects versi terbaik!"

"Apa ini saatnya kita berpelukan kayak Teletubbies?" Nino menceletuk dan Navy memukulnya sebagai candaan.

"Enggak, ntar lo grepe-grepe," Langit menyahut. Dan yang lain tidak bisa untuk tidak setuju, meskipun semuanya tahu itu semua tidak lebih dari candaan. Nino sesantai itu dalam hal skinship.

Seperti sekarang, wajahnya tampak sangat tidak peduli dengan hal lain, selain perut sendiri yang diusap-usapnya. "Cari makan yuk, guys! Laper banget gue dari tadi."

"Heh? Jangan-jangan yang tadi bukan bunyi drum lo tapi perut lo?! Haha." Langit, secara berani meledek.

"Brengsek!"

Nino merangkul Langit meski cowok itu sedikit lebih tinggi darinya, lantas menariknya menuju pintu keluar ruangan. Yang lain hanya tertawa mendengar suara meminta pertolongan dari Langit dan bunyi gedebuk yang tidak mereka ketahui darimana asalnya. Pandawa dan Aksal mengikuti keduanya keluar. Tertinggal Navy di belakang, yang sebagian pikirannya masih tertinggal di panggung.

Pada Candy, yang ia temukan di antara hiruk pikuk penonton.

Ataukah... ia hanya berimajinasi? Apakah ia, telah seperti lirik yang dia tulis sendiri...? Telah gila?

Navy mengikuti teman-temannya dengan pelan, berjalan jauh tertinggal di belakang. Di luar, ia mendongak sejenak. Langit malam cerah. Bintang-bintang dapat terlihat meski dapat dihitung jari. Di kota yang diliputi polusi seperti Jakarta, ini pemandangan langka.

Ia teringat malam itu kembali. Di parkiran. Bersama Candy. Bersama rahasia yang tidak terucap.

Rahasia yang baru saja ... diungkapkannya. Di hadapan semua orang. Di hadapan cewek itu, seandainya dia memang datang dan bukan sekedar khayalan belaka. Dia menyimpannya, waktu itu. Dan sekarang... mungkin Navy telah kehilangan kesempatan.

Candy mungkin berpikir dia penguntit psiokopat dan─ ah!!

Sesuatu telah melayang tepat mengenai kepalanya. Navy mengaduh dan secara otomatis memegang kepala. Apa itu tadi?

Terasa berat, sedikit keras, seperti karet padat seukuran lebih dari satu tinju.

Tunggu! Sebuah sepatu?

Ia menoleh, menemukan tebakannya benar. Sebelah sepatu mendarat di dekat kakinya. Navy memungut sepatu berwarna dasar putih dengan garis corak biru dan pink itu dan menyadari ... itu adalah sebelah sepatu yang familiar.

Diputarnya tumit sehingga ia sekarang berbalik arah. Tatapannya beralih. Pada cewek yang sekarang berdiri dua meter di depannya.

"Bego!" bentak cewek itu.

Navy mengerjap. "Hah?" Dia nggak salah dengar?

Candy mengambil satu langkah maju, mempersempit jarak. Sehingga, Navy sekarang dapat melihat wajahnya lebih jelas. Dapat melihat cebikan di bibirnya dan keningnya yang nyaris menyatu.

"Kenapa pergi nggak bilang-bilang?! Kenapa waktu itu juga nggak bilang-bilang kalau ... bukan lo, yang nyebarin? Kenapa diem aja dimarahin? Kenapa─"

Navy mengabaikannya. Ia bergerak mendekat. Dengan cepat. Dan ... menarik Candy ke dalam pelukan. Membuat cewek itu berhenti mengomel seketika.

Tangannya sesaat mengepak di udara, tubuhnya kaku. Namun dengan cepat, Candy mejadi lebih rileks. Ia bahkan ... dapat membaui aroma Navy seakarang. Dan yakin bahwa ini adalah aroma yang sama seperti yang dia rasakan di awal masuk sekolah dulu. Aroma orang yang dia suka.

"Karena lo berhak marah," bisik cowok itu kemudian. "Karena gue mau lo marah... lucu aja, mukanya."

Candy dengan cepat melepaskan pelukan dan menatap Navy dengan wajah berkerut, seolah menanyakan, Serius?! Mau mati?!

Navy tersenyum. Rautnya sekarang tidak lagi tampak bercanda. "Lo datang..."

"Hmm. Berkat Kak Aksal dan Kak Nino."

Navy ingin bertanya apa yang sudah dua cecunguk itu lakukan. Namun itu tidak penting sekarang. Candy di depannya., dan itu yang terpenting.

"Lo tadi ... liat gue nyanyi?" Navy mengusap pundak. Tiba-tiba, dia merasa gugup.

Candy mengangguk dan rasa gugup itu bertambah. Berarti, apa yang dia lihat bukan hanya imajinasi. Ini membuatnya senang, tetapi juga ingin kabur. Karena itu artinya... Candy mendengar lagu yang dia nyanyikan, yang dia tulis. Dan dia ... pasti memahami isinya, kan? Dia pasti paham lagu itu tentang siapa, kan?

Secara tidak langsung, dia telah mengungkapkan perasaannya.

"Jadi... gimana?"

"Gimana apa?" Candy mengerjap.

"Jawabannya." Jawaban lo atas pernyataan cinta gue. Navy ingin menambahkan itu, tetapi lidahnya tiba-tiba mati rasa. Sama halnya dengan fungsi otaknya.

Sementara Candy terlihat kesulitan menerjemahkan pertanyaan cowok itu. "Jawaban?"

"Lagu tadi." Navy memperjelas, berharap Candy mengerti.

"Ooohh." Cewek itu membentuk O bulat dengan mulutnya, membuat Navy diam-diam menghela napas lega. Akhirnya. Dia senang cewek itu cukup peka.

"Lagunya bagus," Candy mengangguk.

Oke, Navy menarik ucapannya sekarang. Terlalu awal untuk berasumsi bahwa cewek akan mengerti tanpa dia harus menyatakannya secara gamblang. Yang merupakan hal berat bagi Navy.

Dia tidak bisa masuk dalam kategori cowok pendiam dan pemalu karena level kenarsisannya yang suka membuat teman-temannya mengurut dada. Dia juga tipe orang yang bisa langsung menyatakan keinginannya tanpa berpikir banyak.

Namun ketika dihadapkan pada orang yang dia suka... Navy tengah berjuang sekuat tenaga untuk mempertahankan wajahnya tetap terlihat normal dan kakinya tidak berlari menjauh. Hal yang sudah ia usahakan sejak awal. Sejak sepatu Candy melayang ke kepalanya pertama kali. Dan usaha Navy untuk terlihat normal malah membuatnya terlihat galak.

Seperti sekarang.

"Bukan kayak gitu!" Navy mendengkus dan Candy terlihat semakin kebingungan.

"Terus apa?"

Kali ini pun ... Navy masih kesulitan untuk mengungkapkan secara gamblang. Lebih mudah ketika dia menulisnya, menjadikannya lagu, yang bisa dia mainkan kapanku cewek itu meminta. Lebih mudah ketika bibirnya berkhianat dan mengatakan apa saja yang ada di hatinya. Sayangnya kali ini, lidahnya memilih bersembunyi.

"Lagu tadi..." Lagi, Navy menggaruk bagian belakang kepalanya. "Kan ... di lagu itu gue udah... ngungkapin."

Candy mengerjap. "Ngungkapin apa? Coba diperjelas."

Astaganaga! Rasanya, Navy ingin menggosok-gosok kedua pipi Candy sekarang! Entah dia senaif itu atau dia hanya berpura-pura, keduanya membuat Navy gemas.

Baiklah! Ungkapin aja! Semuanya.

"Itu..."

Gue...

"Hmm..." Berdeham.

Suka...

"Gue..."

Sama lo.

"..."

Suka banget sampai-sampai sulit diucapkan.

"Kita udah seminggu nggak ketemu. Dan... "

Dan gue kangen.

Ayo, ucapkan, Navy. Gue kangen. Banget.

Candy menatapnya. Menunggu. Dengan kedua matanya yang bulat dan bibir yang mengerucut penasaran.

Gemes, banget!

"Dan gue cuma mau bilang kalau lo makin pendek!"

"....." Perlu waktu bagi Candy untuk memproses. Dan wajahnya, yang sudah memerah dengan jantung berdebar, tiba-tiba berkerut marah lagi. "YAAHHH!!! Apa lo bilang?!"

Cepat-cepat, Navy berlutut. Ia meraih sebelah sepatu Candy dan membantu cewek itu mengenakannya kembali. Tatapannya sepenuhnya fokus ke sepatu yang tengah dia ikat talinya, seolah dia tidak berani menatap cewek itu.

"Katakan sekali lagi! Apa maksud lo gue makin pendek?!" Candy masih tidak terima. Ia juga menunduk, menatap sepatunya dan Navy.

"Maksudnya lo imut, lucu, gemesin. Apalagi kalau marah-marah kayak sekarang."

Dan Candy tidak mengantisipasi, ketika akhirnya Navy mengumpulkan seluruh keberanian untuk mendongak. Tatapan mereka ... sekarang bertemu.

"Dan gue suka."

Langit cerah dan tenang. Tetapi rasanya, puluhan kembang api tengah meletup sekarang. Mungkin bukan di langitnya. Mungkin di hati Candy. Mungkin di hati Navy.

Atau mungkin ... empat cecunguk yang telah Navy lupakan keberadaannya ... telah menyalakan kembang api itu.

- E N D -

28 April 2022

A/N

Jadi gimana menurut kalian endingnya???

Pertama-tama, I wanna say so much thanks untuk kalian yang sudah mampir di cerita ini sampai akhir ❤ Semoga ceritanya menghibur~

Proyek ini lama banget selesainya dan aku sempat mau menyerah di tengah jalan 😭 tapi alhamdullillah bisa lanjut sampai tamat 😭

Cerita ini tentu punya banyak kekurangan. Dan aku ingin memperbaikinya, jadi silakan drop kritik saran kalian, atau apa yang mau kalian baca di cerita ini.

Apakah Cinderella Effect akan diterbitkan?
InsyaAllah setelah lebaran. Jadi uang THR jangan diabisin ya 😂

Extra part, hidden part, epilog, insyaAllah di novel ada.

Apakah setelah cerita Navy-Candy akan ada cerita Aksal dan yang lain?
Yup. Tapi perlu waktu. Aku akan hiatus dulu setelah ini buat revisi, bikin extra chapters dan mematangkan ide cerita baru.

Follow my Wattpad (naya_hasan) dan Instagram (nayahasan27) biar nggak ketinggalan info!

Pertanyaan lain silakan komen, nanti aku jawab ❤

PS: Have some Candy 🍭

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro