Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

45. Di Luar Lingkaran Aman


Votes dan komen ditunggu, ya~

Py iding~~~

Langit di rawat di UKS setelah hampir saja dibawa ke RS. Ibunya datang ke sekolah. Wanita yang kerap amat ramah dan kerap menyajikan kue-kue buatan tangannya sendiri itu sekarang terlihat kalut dan khawatir. Dan Navy dapat mengerti kenapa.

Langit itu anak yang kuat, aktif, ceria. Ia yang tiba-tiba pingsan menimbulkan banyak tanda tanya.

Juga rasa bersalah yang menggerogoti. Seandainya ia dapat bersikap lebih baik. Seandainya ia bertindak dengan kepala dingin...

"Kayaknya kecapekan aja, barusan sudah siuman." Perawat sekolah menenangkan. "Nanti kalau misal dia pingsan lagi atau ada keluhan sakit, bisa langsung di bawa ke dokter aja, ya, Bu."

Langit dibawa pulang setengah jam kemudian. Anak-anak yang mengerubungi di depan pintu UKS juga telah lama dibubarkan. Tidak ada siapa-siapa sekarang selain Navy. Semua orang pergi. Namun, rasa bersalah itu menetap. Rasa bersalah yang bercampur frustrasi, kesal, marah, kecewa. Kepada semua orang. Tetapi sebagian besarnya, kepada diri sendiri.

Navy mengusap wajahnya dan meneriksa waktu lewat arloji di tangan. Sudah lewat waktu pulang. Pantas saja ia hampir tidak melihat siapapun sejak tadi di sekitar UKS. Bahkan anggota The Effects yang lain, termasuk Nino sudah lama pergi. Navy tidak bertanya kemana.

Sudah jelas, tidak akan ada lagi latihan hari ini. Entah besok. Mungkin sama. Navy tidak tahu lagi nasib The Effects ke depannya. Percuma. Percuma saja semua perjuangan ini. mungkin Papi benar dengan ucapannya. Bahwa ... kadang-kadang, hidup memaksa kita untuk menyerah pada mimpi.

Ia melangkahkan kaki sepanjang koridor. Pulang, dia tidak punya tujuan lain selain pulang. Mungkin, Candy tengah menunggunya sekarang. Di bawah pohon dekat parkiran, seperti yang biasa dia lakukan. Tidak. Dia bilang akan ada ekskul. Mungkin dia masih di sana, menggambar sesuatu.

Dan, Navy tidak ingin terdengar egois. Bagaimnapun, kekacauan yang terjadi adalah salahnya. Latihan gagal itu salahnya. Langit pingsan itu salahnya. Dia merasa tidak berhak untuk merasa senang sekarang. Meskipun begitu dia ... berharap, bertemu cewek itu cukup. Bertemu Candy cukup dan dia akan merasa sedikit lebih baik.

Tetapi mungkin, ini memang hari sialnya.

Karena Navy sedang tidak merasa baik-baik saja. Pikirannya kalut. Dan melihat Candy bersama Aksal jelas tidak membantu.

***

"Oke, dalam kelas hari ini, kita bakal menggambar objek yang sama!" Ketua klub, Erwan menjelaskan dengan senyum lebar dan kedua tangan ditangkupkan.

Di sampingnya, seorang junior berdiri di depan sebuah meja. Di atas meja itu adalah objek rahasia yang tertutup kain cokelat.

"Kalian bisa menebak kita akan menggambar apa?"

"Apa, ya..."

"Kepiting?"

"Buah! Buah!"

Terdengar bisik-bisik antusias. Candy pun, tak luput menantikannya. Meski gambarnya tidak sejago Selin, kegiatan ini cukup menyenangkan. Ia mulai menikmatinya.

"Benar!" Erwan menarik kain yang menutupi objek tersebut, memperlihatkan susuan beberapa buah. Nanas, apel, jeruk, anggur, dan pisang.

"Ini harusnya gampang banget, ya?" Ia terkekeh. "Naah. Silakan kalian menggambar sesuai perspektif kalian masing-masing."

Candy memulai dengan menggambar buah yang paling kecil dan tunggal; jeruk. Menggunakan salah satu teknik yang kemarin diajarkan, yaitu dengan membuat garis menyilang demi membuat lingkaran sempurna sebelum mengarsir lebih banyak di tepi dan menghapus pola dasar itu.

Ia cukup tenggelam dengan dunianya, membuat gambar demi gambar, memolesnya sedikit demi sedikit.

"Can?" Selin menggoncang pundaknya, mengalihkan perhatian Candy. "Temenin gue ke toilet yuk!

"Kebanyakan makan sambel lo ya?" Candy meledek dan Selin cepat-cepat menutup mulut temannya itu. Suaranya yang keras di tengah ruangan yang sepi membuat Selin ingin menjedotkan cewek itu ke dinding sebelum mempermalukannya lebih jauh.

"Pipis doang elah! Yuk!"

Dan sebelum Candy sempat menolak, Selin menyeretnya. Ia menghabiskan lima menit di dalam toilet yang sepi. Anak-anak jarang pergi ke toilet ini karena letaknya di ujung dan kadang airnya mati sementara ada toilet lain di dekat tangga yang airnya selalu lancar. Lantas mengeringkan tangan ketika Candy merasa bahwa berada di dalam toilet ternyata membuatnya ingin pipis juga.

"Gue tunggu di luar, ya!" seru Selin. Terdengar, pintu toilet dibuka dan ditutup.

Tidak ada lagi suara setelahnya dan Candy menyalakan keran air. Berada di dalam toilet yang terlalu tenang tidak terlalu menyenangkan, apalagi dengan adanya kemungkinan suara-suara lain. Ia mengambil waktu untuk mengeringkan tangan dan memperbaiki penampilan di depan cermin setelahnya, hanya menyapukan bedak tipis dan mengulas lipbalm.

Tidak pernah, dalam pikirannya, ia menduga bahwa akan ada sesuatu yang salah. Hingga, tangannya menyentuh kenop pintu dan pintu itu tidak bergerak. Pintu itu terkunci.

Kepanikan mulai merayap. Candy mulai menggedor-gedor, tanpa hasil. Toilet berada di ujung koridor ruangan ekskul. Lokasi yang tidak pernah dilewati siswa. Mereka yang ke sana hanya mereka yang ingin ke toilet. Dan megingat ruang ekskul tidak aktif di hari yang sama, Candy mulai putus asa. Berapa banyak kemungkinan anak-anak yang segelintir itu untuk pergi ke toilet yang cukup jauh di ujung ini ketika mereka bisa pergi ke toilet di dekat tangga?

Kecil. Sangat kecil.

Candy menggedor lebih keras, meneriakkan permintaan tolong.

Ia merogoh badannya, mencari ponsel, lalu membenturkan kening di pintu. Tidak ada. Ia tidak membawanya.

Harapan satu-satunya adalah bahwa Selin menyadari keabsenannya dan kembali. Yang kemudian membuatnya bertanya-tanya. Kemana Selin pergi? Kenapa ... ia terkunci dan sahabatnya itu tidak menyadarinya?

***

Tiga ratus lima puluh dua. Tiga ratus lima puluh tiga...

Candy menggeleng dan kembali menyenderkan kepala ke pintu. Ia lelah menghitung dan mulai putus asa. Berbagai pikiran buruk menghantui kepalanya. Apakah dia sedang dijahili? Apakah ini prank? April fool? Kalau ya, ini sama sekali tidak lucu. Atau apakah ia dijahati? Apa ada seseorang yang tidak menyukainya dan ini adalah peringatan?

Lalu, apakah ia akan membusuk di tempat ini?

Sampai kapan? Sampai malam? Sampai besok? Sampai ... mati?

Dengan sisa-sisa tenaga yang dalam sepuluh menit terakhir ia habiskan untuk menangis, Candy berdiri. Ia mengusut airmatanya dan mulai menggedor lagi, mulai meneriakkan pertolongan lagi.

"TOLONG! ADA ORANG DI LUAR?! PLEASE, BUKA!"

Masih sepi.

"ADA ORANG?! TOLOOONGGG!!!"

Ketukannya lebih cepat, lebih tergesa. Candy tahu dia sedang putus asa. Bahkan diam-diam, dia mulai menghitung dalam hati. Jika dalam hitungan sepuluh dan tidak ada keajaiban.... ia akan ... menyerah.

"Bukaaa!

Navy. Nama itu terus ia panggil di dalam kepala. Ia berharap Navy datang, menawarkannya rasa aman seperti yang selama ini cowok itu lakukan. Ketika di bioskop. Ketika di mall. Ketika Candy merasa hilang dan putus asa. Cowok itu akan selalu mengulurkan tangan.

Ia berharap ... kali ini pun sama.

Kalau gitu tinggal aja di sini, kata-kata Navy waktu itu kembali terbayang di benaknya. Senyum itu. Kehangatan di udara. Jemari yang membuat lingkaran di sekitar Candy. Dalam lingkaran ini. Di sini, selama masih dalam jangkauan, gue akan melindungi lo. Gue akan pastikan lo aman.

Berada di dekat Navy adalah lingkaran amannya. Dan sekarang ia ingin kembali ke sana. Ia berharap ... Navy datang.

Candy kembali mengetuk meski buku-buku tangannya telah memerah. "Tolong! Ada orang?!"

"Candy?!"

Ada yang menyahut, tiba-tiba saja. Adrenalin segera terpacu dalam darah Candy. Naik ke kepalanya. Bersama airmata.

Akhirnya. Akhirnya seseorang datang. Dia datang.

Pintu didobrak dan Candy mengambil langkah mundur. Matanya dalam sekejap mengabur, disamarkan oleh airmata yang tiba-tiba mengalir deras hingga ia terisak. Ia aman sekarang. Lingkaran amannya kembali!

Jadi, ketika pintu terbuka, Candy tidak berpikir dua kali untuk memeluk sosok itu, yang telah menyelamatkannya. Ia melangkah ke luar, memeluk leher itu erat. Dan menangis di dada cowok itu. Membiarkan seluruh emosinya luruh bersama sedu sedan.

Hingga, Candy mengadari satu hal.

Lengan yang memeluknya terasa janggal. Hangat yang melingkupinya terasa tidak tepat. Dan aromanya ... terasa asing.

Sontak, Candy melangkah mundur. Membebaskan diri.

"Kak Aksal?" Ia mengerjap.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro