Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

33. Questions

Udah nungguin?

Vote dulu, ya. Komen juga yang banyak-banyak~

Happy reading <3

.

.

.

"Cemburu?"

Ada jeda setelahnya. Hanya terisi oleh samar deru napas yang memburu, atau detak jantung yang menggila, yang sulit ditentukan milik siapa. Sementara Candy menatap Navy dengan kedua mata melebar, Navy nyaris melakuan yang sama, menatap cewek itu lekat-lekat.

Tidak ada keraguan sedikit pun dalam tatapannya. Tatapan yang membuat Candy sulit mengendalikan detak jantung, sulit mengendalikan napas, bahkan ia tidak berhasil mengatur agar kakinya tidak menjadi agar-agar atau otaknya agar tetap berfungsi.

Apa ... yang baru aja dia bilang?

Dan seolah mengerti kebingungan yang melanda Candy, Navy pun mengulangi ucapannya. Lebih pelan kali ini.

"Gue cemburu," ucapnya, lambat dan jelas, seolah memastikan bahwa Candy tidak salah dengar. Napasnya yang hangat menyapu wajah Candy. Tatapannya membekukan. " Jadi, jangan deket-deket lagi sama Aksal."

Lalu, tanpa lebih banyak kata, Navy menarik tubuh dan menarik tuas. Ia menyetir pulang dengan kencang. Candy duduk di kursi penumpang di sampingnya, sibuk berusaha bernapas.

Keduanya tidak saling menoleh untuk waktu yang lama.

***

Tidak ada penjelasan apapun bahkan setelahnya. Mereka mengendarai mobil dalam diam. Masih tanpa musik apapun, bahkan hiruk pikuk knalpot kendaraan di sekitar teredam. Ruangan sempit itu terasa lebih menegangkan daripada ruang ujian. Candy punya banyak ribuan pertanyaan berjubel di otaknya, tetapi tidak ada kata yang berani keluar. Jangankan mengatakan sesuatu, ingin melirik pun rasanya dia ciut.

Cowok itu tidak mengucapkan apa-apa. Usai keluar dari mobil, dia mengurung diri di kamar, hanya petikan gitarnya yang menandakan dia masih hidup. Membuat Candy semakin kebingungan. Cowok itu bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. Seolah dia tidak baru saja menyerang Candy dengan kalimat paling tidak dapat dipercaya yang pernah Candy dengar. Seolah dia tidak baru saja memporak-porandakan sistem Candy dengan kalimat sesimpel itu.

Tidak ada pesan atau panggilannya, yang biasanya menyuruh Candy ini itu. Biasanya, Navy akan memanggilnya dari kamar sebelah, minta dibuatkan mie instan, es jeruk, minta diambilkan minum, atau dibelikan sesuatu. Kadang dia mengirim pesan. Kadang isinya menyangkut hal-hal setidakpenting pertanyaan: "Kendi, tetangga Sponegbob yang idungnya mleyot itu siapa? Lupa!" atau, "Kendi, gue lagi mandi tapi lupa bawa speaker, puterin lagu yang Helicopter itu dong kenceng-kenceng!"

Sangat aneh, rasanya, kediaman mereka ini. Tetapi dengan situasinya, Candy juga tidak berharap bertemu. Dia ... tidak siap. Apa yang harus dia katakan nantinya? Ada terlalu banyak pertanyaan, dia tidak tahu harus memulai dari mana.

Sementara, mulai mencegah pipinya dari memerah saja dia tidak berhasil.

Jadi ketika telah memasuki waktu makan malam dan teriakan Bunda telah terdengar untuk kali kedua, menyuruh mereka turun, Candy mulai melongokkan kepalanya dengan hati-hati, lalu menoleh ke berbagai arah, berusaha mengamankan situasi. Tidak ada Navy di manapun. Aman.

Candy tersenyum, lantas, dia membuka pintu lebih lebar dan keluar. Hanya untuk mendapati Navy keluar kamar di saat bersamaan. Tatap mereka bertemu selama beberapa saat, sebelum keduanya dengan cepat saling berbalik ke kamar.

"Ah, earphone ketinggalan!"

"Ah, lupa bawa hape!"

Lalu, keduanya kembali mengunci diri di kamar. Hanya bertemankan cacing-cacing perut yang merengek minta makan.

Pun besoknya, semuanya tidak jauh berbeda. Mereka kembali terjebak di situasi yang sama dalam perjalanan berangkat ke sekolah. Kali ini, tidak ada yang dapat menghindar. Mereka duduk bersisian sementara Daihatsu Copen warna biru milik Navy membelah jalanan perlahan.

Hari ini, dia harus bertanya, Candy memutuskan tadi malam, pukul tiga pagi. Dia harus bertanya dan memperjelas segalanya. Karena... rasanya tidak mungkin, kan, Navy benar-benar cemburu dalam arti... dia suka...

Candy menggeleng dan menarik napas panjang. Jalanan padat merayap dengan mendung yang menggantung di langit. Mobil sepi tanpa musik. Sekaranglah saatnya.

"Kemaren...," Candy memulai, meremas tangannya.

Navy menoleh.

"Kemaren lo bilang─"

Sebuah angkot lewat di samping mobil Navy. Suara musik dangsut yang keras menelan seluruh perkataan Candy, membuatnya mendesah.

Perlu waktu beberapa menit setelahnya untuk mengembalikan keberanian itu. Candy kembali mencoba bertanya. Candy harus bertanya agar dia mengerti dengan pasti maksud cowok itu.

"Kemarin lo bilang ─"

Sudah lampu merah, ternyata. Seorang remaja tanggung menghampiri mobil Navy dengan kecrekan di tangan dan suara lantang menyanyikan Yamet Kudasi.

"Kemarin lo bilang lo cembu─"

"Yamet kudasi. Yamet kudasi. Bang Yameet nggak pake dasi~

"Cemburu. Sama si─"

"Arara kimochi arara kimochi─" sang pengamen melantangan suara dan kecrekannya, persis di samping telinga Candy.

Navy memberinya selembar lima ribuan dan baru saat itulah, remaja itu pergi. Bertepatan dengan lampu merah saat itu sehingga mobil Navy kembali dapat meluncur. Candy meremas kembali kedua tangannya di pangkuan. Ia kembali mengumpulkan keberanian, menahan-nahan agar wajahnya tidak keburu memerah sebelum semuanya jelas.

"Navy!" panggilnya akhirnya.

"Hm?"

"Kemaren itu. Lo bilang lo cem─"

Tin... tin...!

Seorang pengemudi motor barusaja membalap di depan mereka secara mendadak, memaksa Navy untuk menekan rem sambil menyumpah-nyumpah.

"Hah? Lo bilang apa tadi?" Navy bertanya.

Dan Candy hanya dapat menggeleng. Ia hanya dapat menyerah. Keberaniannya sudah benar-benar menciut dan mungkin sampai kiamat, ia tidak akan berhasil bertanya.

"Nggak papa. Nggak jadi," ringisnya.

Ketika mobil berhenti di depan toko es krim, Candy cepat-cepat menyandangkan tasnya kembali ke pundak dan keluar dari mobil, nyaris tersandung dalam ketergesaannya. Rasanya, ia ingin kabur segera. Wajahnya memanas tanpa dapat dia cegah. Karena hampir jatuh, dan karena pertanyaa yang tak terjawab.

"Kendi!"

Navy memanggil dan Candy menoleh. Dilihatnya, cowok itu telah turun dari mobil dan berjalan memutar demi menghampirinya. Raut wajah Navy tidak terbaca, tetapi di tangannya, ia membawa jaket miliknya. Jaket yang kemudian ia sandangkan ke kedua pundak Candy.

"Dingin, mau hujan," katanya.

Lalu dengan cepat, kembali ke mobil.

***

Ucapan dan perlakuan cowok itu semakin membuat Candy bingung. Pertama, dia bilang kalau dia cemburu. Kedua, jaket yang sekarang hanya bisa Candy simpan dalam tas, di bawah buku-buku agar teman-temannya tidak ada yang tahu. Teman-temannya itu, siapapun yang memakai barang baru ke sekolah meski hanya seremeh kaos kaki, pasti akan tahu dan pasti akan jadi bahan obrolan. Bagaimana kalau mereka menemukan Candy terbungkus jaket cowok?! Bisa gempar!

Dan pikiran itu terbawa sepanjang pagi ini. Hingga Deera, Selin, Poppy dan Alexa yang menyaksikan sahabat mereka melamun harus menyenggol lengan cewek itu demi merebut perhatiannya.

"Kenapa lo?" tanya Deera langsung. "Muka lo kayak orang abis ditagih utang tahu, nggak!"

"Tahu banget! Pengalaman lo ya?" Selin nimbrung.

"Heh, siapa ya yang biasanya ngutang bilang nggak mampu bayar tapi di story kayak yang paling kaya?" Cewek itu membulatkan matanya yang sudah bulat, memandang Selin dengan tatap menyindir yang tidak coba dia sembunyikan.

Yang disindir, hanya dapat meringis. "Ih, elah. Lima ribu doang buat jajan cilok lo mau nagih sampe akhirat?"

"Eh, utang lo sama gue masih lima puluh ribu, lho." Poppy ikutan, mengakibatkan Selin yang diam-diam berusaha kabur. Seandainya saja, kerah seragamnya tidak ditahan di tempat oleh Alexa.

Cewek tomboy itu, dengan wajah datar kembali menatap Candy. "Lo ada masalah, Can? Ngelamun aja."

"Siapa yang ngelamun?" elak Candy. "Enggak."

"Iya, nggak ngelamun, Cuma mikirin beban hidup aja~" sahut Deera. Usai menyeruput es taro kemasan plastiknya dengan cepat, cewek itu kembali buka suara. "Ada apa sih, Can? Cerita sini!"

"Enggak, kok." Candy menggigit bibir.

Cerita, jangan? Cerita, jangan? Kalau cerita, mau taruh muka dimana? Kalau jangan ... ahhh nggak kuat menahan beban ini! "Itu ... temen gue!"

Akhirnya, pilihan terakhir Candy jatuh kepada, berlindung di balik teman imajinari yang selama ini selalu dia gunakan.

"Temen yang mana? Yang dijodohin kemaren?"

Candy mengangguk. "Tapi gue nggak yakin sih dijodohin apa enggak. Yang gue bingungin sekarang ... maksudnya yang temen gue bingungin, soal perasaan."

"Kenapa sama perasaan?" Selin menarik kursinya mendekat.

"Jadi, temen gue ini kan ... suka sama cowok, ya. Sebut saja si A. Tapi ada cowok si N, yang dijodohin sama dia ini."

"Hmm terus?"

"Nah, kemaren, si N ini bersikap aneh. Masa dia bilang dia cemburu dan suruh g─temen gue biar nggak deket-deket A lagi. Terus ... dia juga kayak perhatian gitu. Menurut kalian... itu maksudnya apa, ya?"

"Lo tanya pendapat gue nih?" Deera bertanya dan Candy dengan cepat mengangguk berulang-ulang. Sehingga sembari memelintir rambutnya yang jatuh ke wajah, Deera tampak berpikir. "Menurut gue sih ... ni cowok kayaknya punya sesuatu yang dia pendam gitu ..."

"Pendam ... apa?"

"Emas?" Selin nimbrung.

"Es kiko?" Poppy ikutan.

Sementara Candy menunggu, mengerjap-ngerjap tidak mengerti. Hingga, Deera harus menggebrak meja, mengagetkan kedua sahabatnya itu.

Dengan cepat, Deera berdiri. "Masa lo gitu aja nggak ngerti sih?! Itu tuh artinya dia suka sama lo!" serunya berapi-api sampai dadanya naik turun.

"Eh, temen lo!" ralatnya sejurus kemudian.

"S-su... ka?" Perlu setidaknya satu menit penuh bagi Candy untuk menyerap kata sesederhana itu di otaknya. Masalahnya, meski hanya terdiri dari empat huruf, makna yang dia bawa berarti besar bila Candy hubung-hubungkan. Nyaris tidak masuk akal, rasanya. Navy ... suka sama dia?

"Nggak mungkin, kan?" Pertanyaan itu Candy suarakan. "Nggak mungkin dia suka sama gue─ temen gue!"

"Ya mungkin aja dia suka sama lo! Eh, temen lo!"

"Tap─"

"Dah fix itu dia suka! Tinggal tunggu traktirannya aja!"

Dan, sementara pembicaraan mulai bergeser pada Poppy yang mengajak makan gorengan di kantin serta Deera yang berkelit dengan sudah jajan, Candy membiarkan pikirannya melayang. Dia sudah bimbang sejak awal, sejak kemarin. Tetapi jawaban yang dia dapatkan dari Deera membuatnya semakin ... tidak percaya.

***

Poppy menang dan berhasil menyeret keempat yang lain untuk menemaninya jajan gorengan di kantin. Pun Candy, yang pasrah-pasrah saja diseret sepanjang perjalanan.

Jiwanya sudah tidak di sana sejak Deera mendeklarasikan kesimpulan paling sinting yang pernah Candy dengar. Dan tiba-tiba saja, wajah Navy memenuhi kepalanya, tidak dapat diusir meskipun Candy ingin. Apalagi, senyum congkaknya. Aahh, rasanya bikin Candy ingin menyumbangkan kepala sendiri di percobaan mata pelajaran Biologi agar dibelah, lalu Navy-nya dikeluarkan! Atau jika tidak, dia bisa gila!

Tapi kenapa ... di saat bersamaan jantungnya jedag-jedug tidak karuan?

Kenapa pula, di saat bersamaan, kadang ada satu dua, atau malah sepuluh senyum sendiri yang tidak dapat dia tahan-tahan?

Kenapa sih, dengan kepalanya? Dengan hatinya?!

Candy benar-benar berpikir dirinya mulai gila ketika dia melihat Navy, tampak menonjol di antara puluhan siswa yang membludak di kantin siang ini. Sekian banyak manusia, dan orang pertama juga satu-satunya yang Candy lihat adalah cowok itu.

Cowok itu juga tengah menatap ke arahnya. Ia tidak melambai, tidak tersenyum. Tampak sama canggungnya. Dan setelah tiga detik yang terasa seperti tiga abad, Candy memalingkan wajah. Sekarang ia yakin ia tidak sedang berhalusinasi, menilai dari kumpulan anak-anak perempuan yang menatap ke arah sana, dan jantung Candy yang bekerja dua kali lipat lebih keras. Dan ah, satu lagi. Candy baru sadar bahwa Aksal berada di belakang cowok itu. Dari tadi!

Kok bisa Candy tidak sadar?

"Candy!"

Dia baru menyadarinya setelah Aksal memanggilnya, lalu berlari kecil ke arahnya.

Udah lama nggak ngurusin akun ig Navy & The Effects, ga ada waktu :(

Btw, tebak deh ini kira2 kerjaan iseng siapa?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro