23. Dress Kembar
Ingin pulang! Ingin pulang! Ingin pulaaanggg!!!
Kata-kata itu terus berputar di kepala Candy sekarang. Rasanya ia ingin meraih taplak meja, menyelimutkannya ke badan, dan kabur sekarang juga. Semuanya bukan tanpa alasan. Tragedi ini bermula sejak satu jam yang lalu.
Mas Irgi adalah definisi pacar idaman yang Candy kenal.
Kemarin, Sabtu sore, dia menelepon Candy diam-diam, meminta bantuan untuk memberi Caramel kejutan. Rasanya, Candy ingin mendengkus. Caramel yang bar-bar dapat kejutan? Sementara dia ... tidak pernah. Dan ya, mau tidak mau Candy pun setuju.
Rencananya sederhana, Candy akan berpura-pura tidak tahu apa-apa dan mengajak kakaknya itu untuk pergi ke kafe yang telah dipilih. Navy ikut secara sukarela, tanpa diminta, dan ini adalah bagian menyebalkannya bagi Candy. Dia berdandan seadanya, agar tidak mencurigakan. Hanya memakai minidress selutut warna khakhi dengan rompi set kotak-kotak yang pas untuk dibawa jalan-jalan, dilengkapi dengan tas rajut warna cokelat. Sementara Caramel yang tidak tahu apa-apa, memakai sweter yang setidaknya telah ia pakai dua puluh kali dan jeans. Tetap saja, dia tampak sempurna karena badannya yang bak model.
Semuanya berjalan mulus. Sesampainya di kafe, Caramel segera disambut balon-balon, kue, lilin, dan setidaknya sepuluh orang bersorak menyanyikan lagu Happy Birthday. Rupanya, Irgi tidak hanya mengundang dirinya, tetapi juga teman-teman kuliahnya.
Di meja sebelah, ada cowok berambut belah tengah yang menurut Candy sangat mirip dengan teman sekelasnya, Echan. Cowok itu tengah sibuk memasukkan kue ke mulut saat temannya secara kurangajar menepuknya di pungung, membuat cowok itu segera terbatuk hingga memuntahikan remahan kue ke meja.
"Woi!" sengitnya. "Naphalhoghuelhaghimhakhannih!" serunya tidak jelas. Mulutnya masih sangat penuh.
Tetapi ajaibnya, temannya yang seingat Candy mengenalkan diri sebagai Arsen, mahasiswa kedokteran itu justru tertawa seolah dia paham. "Makan mulu," ujarnya. "Katanya mau dayat!"
"Dayet!!!" Teman-teman semejanya buru-buru mengoreksi, menyebutkan pelafalan yang tepat.
"Ya, itu. Sultan mah bebas ya, mau ngomong apa!"
"Bodo." Cowok belah tengah menyandarkan punggung ke belakang, lantas menepuk-nepuk perutnya yang bahkan dari tempat Candy duduk, sudah kelihatan membuncit.
"Heh! Lo lagi hamil, Do?" tanya Arsen keras, dia tidak peduli orang lain akan mendengar.
Tetapi bukannya mengelak, si cowok belah tengah justru mengelus perut dengan bangganya. "Iya nih, anak gue, hasil blasteran nasi sama ikan asin udah lima bulanan aja. Nanti brojol kalian datang, ya. Di WC terdekat."
Satu-satunya cewek dalam kumpulan itu segera saja menoyor kepalanya. Cewek itu terlihat mungil, namun rambut keritingnya seperti singa, dan suaranya lebih dalam dari yang Candy kira. "Jorok lo, Nando!" dengkusnya.
Nando, cowok belah tengah itu, justru melanjutkan. "Kemaren kan gue naik motor sama Kian. Siang-siang, panas gitu, jadi kemben emak gue gue pake aja karena nggak ada topi. Eh motornya jatuh, terus ada ibu-ibu teriak-teriak. Tolong! Tolong! Ini mbaknya hamil! Dikira gue wanita hamil berhijab!"
Arsen dan cewek keriting itu tertawa, sementara cowok yang dipanggil Kian tampak bersungut-sungut. "Malu banget anjir gue dikira suami lumba-lumba ini!"
"Heh! Lumba-lumba mana yang sekece gua?!"
Mereka tertawa sembari melempar candaan satu sama lain. Mereka adalah teman-temannya Irgi. Cewek yang berambut keriting, kalau tidak salah namanya Laudy, jurusan Antropologi, mengambil kelas yang sama dengan Irgi sementara Kian, cowok yang tinggi banget, tipe-tipe tiang seperti Navy, teman sejurusan Caramel. Dan dari tatap yang ditukar keduanya, Kian dan Laudy sementara Nando terus melahap kue sembari berbincang dengan Arsen, Candy yakin ada sesuatu yang lebih di antara mereka. Sesuatu yang lebih dari sahabat.
Selain mengundang teman-teman kampusnya, Irgi juga mengajak serta keluarganya. Ada Argi yang membuat Candy ingin membenarkan kaca mata, padahal dia tidak memakai kaca mata. Selain potongan rambut yang berbeda, kaca mata yang dikenakan dan mungkin badan yang dua senti lebih pendek, Argi terlihat persis seperti tiruan Irgi. Sekali pandang saja semua orang tahu mereka kembar.
Ada juga adiknya yang bernama Deon. Anak SMP tapi tingginya sudah melebihi Candy, bahkan menyaingi anak-anak kuliahan lainnya. Anak itu tidak banyak omong, hanya sibuk main game di meja sudut.
"Aku punya dua adik," kata Irgi. "Satu cowok satu cewek."
Candy memanjangkan lehernya. Ia tidak melihat adik perempuan yang dimaksud, sementara Irgi mengecek jam tangannya. "Una belum dateng," jelasnya. "Mampir beli bakso dulu kali. Belinya pre-order, nunggu sapinya gede dulu."
Candy tertawa menanggapi ocehan Irgi. Cowok itu lalu kembali fokus pada Caramel, yang sedang memotong kue, meninggalkan Candy kembali sendirian. Ya, sendirian, karena Navy yang duduk di sisinya sudah Candy anggap seperti kentut lalu. Jadi, dia hanya bisa iritasi melihat kemesraan kakak perempuannya itu bersama sang pacar.
"Ih, gue penasaran deh, gimana kalau Kak Cara lagi pacaran. Dia itu kan, galak banget." Di tengah kebosanannya, Candy tidak punya pilihan lain selain mengajak Navy bicara. Ponselnya mati karena lupa diisi daya, dan sekarang dia tidak punya pengalihan apa-apa.
Navy meletakkan ponsel ke atas meja dan menatapnya. Cowok itu mengendikkan bahu. "Mungkin dia jadi cewek yang lembut kalau sama pacarnya."
Tanpa dapat dicegah, skenario-skenario pun mulai bergentayangan di kepala Candy. Tentang Caramel dan Irgi, berbaring di tempat tidur masing-masing, ponsel di telinga.
"Yang, udah dulu, ya. Selamat tidur. I love you~" kata Caramel dengan suara imut.
Cowok di seberang sana memasang suara yang tak kalah imut. "I love you too, Baby. Mimpi indah, ya."
"Kamu tutup teleponnya, gih."
Irgi menggeleng. "Nggak. Kamu duluan."
Lalu, Caramel berguling-guling di kasur. "Ih nggak mauuu. Kamu duluan, pokoknya!"
"Kamu duluan."
"Kamu~"
"Kamu~"
Begitu terus sampai mereka tutup usia.
Candy bergidik, lantas memukul-mukul meja dengan buku jari. "Amit-amit amit-amit punya kakak kayak gitu!"
Saat itulah, pintu kafe mengayun terbuka. Secara otomatis Candy menolehkan pandang. Saat itu, ada dua hal yang terjadi sekaligus. Hal baik dan hal buruk.
Hal baiknya, seorang cowok masuk. Tinggi, putih, sangat putih sampai-sampai Candy berpikir dia mirip Edward Cullen, dan ganteng, luar biasa ganteng. Garis wajahnya secara aneh membuat Candy merasa familiar, mengingatkan Candy pada seseorang. Cowok itu mengenakan kaos hitam polos yang dipadukan dengan jaket bomber hitam dan jeans, serta topi, sangat simple. Dia secara otomatis menjadi objek cuci mata setiap cewek di ruangan.
Hal buruknya? Seorang cewek masuk bersamanya. Cewek itu mengenakan aksesoris warna-warni di rambutnya. Memakai minidress selutut warna khakhi dengan rompi set kotak-kotak.
Baju yang sama dengan yang dipakai Candy.
***
Neraka bagi wanita salah satunya adalah pergi ke suatu pesta dan menemukan seseorang yang memakai baju sama persis. Seperti yang Candy alami sekarang. Demi Tuhan! Dari selemari baju yang dia punya, kenapa dia harus memilih outfit yang ini? Kenapa harus samaan dengan Una?
Candy berharap ia bisa ditelan bumi saja sekarang. Semua orang menatap mereka! Atau setidaknya, di pikirannya, semua orang seakan menatapnya.
"Kenapa lo? Nahan berak?" ucapan Navy memotong monolog Candy dalam batinnya sendiri. Ia menoleh, menatap kesal pada cowok itu yang omongannya mendatangkan lebih banyak tatap dari orang sekitar. Sumpah, ya, Napi!
Candy tidak mengacuhkannya. Tetapi, seorang Navian Adraha, tidak akan bisa tenang jika tidak membuat cewek satu itu berapi-api. Ia mencolek bahu Candy.
"Eh, bajunya samaan tuh. Foto, gih!"
Tahan, Candy. Tahan. Tarik napas dalam-dalam.... oke, nggak berguna. Narapidana ini perlu dicolok matanya. Candy menatap cowok itu. Dalam hati menghitung mundur waktu dia akan meledak dan menjambak Navy. Waktunya sekitar lima, empat, tiga─
"Candy!" Irgi melambai, membuyarkan emosi yang telah Candy kumpulkan. Tidak hanya itu, gerakan Irgi mengisyaratkannya untuk berjalan mendekat, yang Candy patuhi dengan amat sungkan.
Masalahnya, ia berjalan ke sana, mendekati adiknya Irgi yang memakai baju yang sama dengannya!
"Kendi!" Kali ini Navy yang memanggil.
Candy sudah siap memutar badannya. Sudah siap mengomel. Sudah siap menjadikan cowok itu samsak kekesalannya hari ini. Tetapi alih-alih, dia justru merasakan beban ringan di pundaknya.
Sebuah jaket.
Navy baru saja menyampirkan jaketnya di bahu Candy. Tanpa mengatakan apa-apa.
Ada yang kangen Iyam?
Kian?
Navy?
Yang belum pernah baca, kamu bisa baca kisah Riam-Una secara lengkap di work aku berjudul Orionis Zeta. Terus cerita Kian-Laudy bisa liat di reading list ya, judulnya Tiga Minggu.
Up selanjutnya kapan nih???
Vote dan komen dulu, ya ❤❤❤
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro