Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

14. Perang Dimulai

Siap untuk perang?

Siapkan dulu alat tempurnya! ⛏🔨🔧🧨💣🔪

Selamat membaca~

***


"Navy? Kamu di dalem?"

Terdengar dua ketukan sekaligus. Di pintu, dan di dalam rusuk Candy. Yang jika dibandingkan, mungkin yang kedua terdengar lebih keras dari yang pertama.

"Navy?" panggil Bubun sekali lagi begitu tidak ada sahutan. Suaranya mendayu-dayu. "Navy, Bubun masuk, ya~"

Deg deg deg. Candy memegangi dada, suara jantungnya semakin keras, mendobrak-dobrak.

"Bubun buka pintunya, nih."

Detik berikutnya, pintu itu didorong terbuka. Bubun melongok ke dalam, senyum bersemangat di wajah dan mata yang gesit mencari-cari keberadaan Navy. Namun, senyumnya itu harus luntur, matanya membulat terbuka begitu mendapati ...

Navy yang tertidur pulas dengan mulut sedikit terbuka dan kedua lengan terbuka lebar. Sebelah kakinya yang panjang bahkan jatuh ke lantai.

Bubun berdecak. "Oh, udah tidur, rupanya."

Dari balik kolong kasur, sebagian diri Candy bersyukur Bubun tidak melihatnya, sementara sebagian yang lain berdoa agar Bubun segera pergi. Tetapi berbanding terbalik dengan apa yang ia harapkan, Bubun justru melangkah mendekat, baru berhenti di tepi tempat tidur Navy. Dari tempatnya, Candy dapat melihat sandal rumah Bubun dan kuku-kuku yang dicat kuteks ungu.

Bubun meraih selimut yang tadinya jatuh menjuntai di sisi tempat tidur dan melindungi Candy di persembunyiannya. Selimut itu ia gunakan untuk Navy, membiarkan Candy merasa seakan terekspos. Jika Bubun iseng sedikit saja mengintip kolong tempat tidur, maka ... tamatlah riwayatnya.

Candy tidak bisa lebih bersyukur lagi ketika Navy melepaskan genggaman tangannya di detik terakhir, memberinya cukup waktu untuk melempar diri ke bawah tempat tidur tepat sebelum pintu terbuka. Benar-benar nyaris. Dan sekarang, ketegangan itu masih belum mereda. Tidak sebelum Bubun berada setidaknya dalam radius lima puluh meter dari sini. Ia hanya dapat berdoa sekarang agar Bubun tidak mendengar suara jantungnya.

Bubun menggeleng dan melanjutkan monolognya. "Coba Candy kayak Navy. Tidurnya cepet, bangun pagi," tatapannya berkeliling ruangan. "Rapi, baik pula."

Di dekat kakinya, anak yang dimaksud sedang berusaha menahan diri untuk tidak memutar bola mata. Seandainya Bubun tahu betapa iblisnya Navy, mungkin Candy akan terlihat seperti malaikat baginya.

"Nggak kayak Candy yang pemalas!" lanjut Bunda. "Mana, ini lagi itu anak. Dicariin dari tadi."

Demi napas Candy yang nyaris putus karena terlalu lama ditahan, Bubun akhirnya beranjak ke pintu. Ia menutupnya dengan hati-hati, lantas kembali berteriak di depan kamar memanggil-manggil nama Candy.

"Dedek~ ini Bubun mau nonton drama kenapa nggak ada subtitlenya? Dek~ lagi tegang-tegangnya ini lho! Bubun penasaran siapa yang bunuh Min Seol-A!"

Suara Bubun menggema kian jauh seiring Candy yang menarik napas lega. Nyaris saja. Ia merayap keluar dari kolong kasur, membiarkan diri telentang di atas lantai dan meraup oksigen serakus-rakusnya. Navy dan segala masalah yang ia timbulkan benar-benar membuat Candy ingin menjambak kepalanya sendiri.

Perlu beberapa waktu baginya untuk memulihkan diri. Tetapi Candy tahu, bisa kembali kapan saja. Jadi sebisanya, ia merangkak menuju pintu, baru berdiri dengan memegangi handle pintu tersebut. Ia sempat menoleh, memberikan Navy tatapan jahat untuk terakhir kali sebelum meninggalkan kamar itu.

Lihat aja, ujar batinnya dengan wajah menyeringai seperti tokoh-tokoh antagonis di sinetron. Mulai sekarang, keadaan telah berbalik. Mulai besok lo bakal tahu siapa babu dan siapa majikannya.

Lalu, tawa jahat pun menggema di kepalanya.

***

Keadaan ternyata tidak bisa berbalik semudah itu. Tidak persis seperti bayangan Candy.

Pagi-pagi, Navy telah mengetuk pintu kamarnya. Terburu-buru. Candy yang baru saja selesai mandi dengan sengaja berlama-lama membuka pintu. Ia menemukan Navy dengan wajah tertekuk usai membuatnya menunggu selama hampir lima belas menit.

Candy tersenyum manis. Suaranya tidak bisa tidak lebih riang lagi ketika menyapa Navy. "Ada apa, Kak?"

Nama panggilan itu. Senyum itu. Semangat itu. Navy mengabsen semuanya dalam hati dan menyipitkan mata curiga. Namun, tidak ada waktu untuk melakukan interogasi. Tidak sekarang. Ia buru-buru menodong Candy.

"Catatan sejarah yang kemaren mana? Hari ini mau dikumpul."

Kemarin, ia menawarkan Candy untuk membuat rankuman dua bab dari pelajaran Sejarah untuknya. Tentu saja ia tidak memaksa. Candy melakukannya dengan sukarela, dengan imbalan Navy tidak akan menyebarkan foto nista cewek itu.

Candy yang sekarang dengan Candy yang menerima tugas merangkum waktu itu amat berbeda. Candy yang sekarang tersenyum sombong. "Udah gue bakar~"

"HAH?! Kenapa dibakar?"

"Pengen aja~"

Senyumnya melebar. Cewek itu lalu mengibaskan rambut. "Oh iya. Kak Napi, Dedek boleh mengajukan permintaan?" tanyanya riang, matanya menatap Navy dengan berbinar-binar, yang tentu saja, membuat kecurigaan Navy bertambah besar.

"Apa?" balas cowok itu waspada.

Candy memegangi sebuah sapu tangan bekas dengan ujung jari. Yang kemudian ia jejalkan ke saku almamater sekolah mahal milik Navy. "Sepatu Dedek belum dibersihin. Tolong lap-in yang kinclong, ya!"

Selama tiga detik penuh, Navy menatapnya tanpa reaksi. Lalu di detik ke-4, wajah cowok itu mulai memerah, alisnya menyatu. Ia tampak seperti akan meledak, jadi Candy menyambar.

"Kenapa? Nggak suka?" tanyanya, menantang. Tangannya bersedekap. "Mau ngebongkar surat-surat gue? Mau upload foto itu?" Ia berhenti sesaat, kemudian tersenyum lebar. "Silakan! Udah gue hapus, tuh! Suratnya? Udah dibakar juga~ Hahahaha!"

Selama tiga detik penuh berikutnya, Navy membatu. Candy terus tersenyum sampai ia mulai merasakan pipinya kram. Ia berbalik ke kamarnya, bersiap melakukan selebrasi ketika tiba-tiba saja, Navy tertawa keras.

"HAHAHAHA! Lo pikir gue bego?"

Candy berbalik cepat. Sekarang, kerutan yang tadinya hingga di kening Navy, justru terbang dan hinggap di keningnya sendiri. "Hah?"

Navy mengeluarkan ponselnya dari saku celana. Ia terlihat fokus mencari sesuatu di layarnya, lalu ... cowok itu menujukkan layar ponselnya kepada Candy. "Foto ini ... udah dihapus juga?"

Terkesiap, Candy merebut ponsel itu. Fotonya masih ada! Bagaimana bisa?!

"K-kok..." Ia bahkan tidak sanggup menyuarakan pertanyaan itu.

"Udah gue simpen di drive," jelas Navy enteng. "Juga di flashdisk, laptop, Google photos, clouds, privat album di facebook─"

"Stop! Stop!"

Seringai Navy, seringai jahat itu kembali. Candy mengambil satu langkah mundur yang goyah. Oh, tidak! Habislah!

Sementara, dengan setiap langkah mundur yang Candy ambil, Navy mengambil satu langkah maju. "Jadi ... masih mau dibongkar?" godanya.

Ketika punggungnya menabrak tembok, Candy tahu dia sudah tidak bisa melarikan diri. Candy memejam dan menghela napas panjang. Ia tidak bisa lagi mundur, harga dirinya dipertaruhkan sekarang. Lagipula... memangnya kenapa kalau Kak Aksal dan semua orang satu sekolah membaca puisinya itu? Toh, dia tulus. Dan mungkin, mungkin saja, Kak Aksal yang tahu akan perasaannya mulai akan ... memberikan kesempatan.

Candy membuka mata dan menatap Navy tepat di mata. Tekadnya sudah bulat. Sudah saatnya ia membebaskan diri.

"Bongkar aja!" tantangnya.

Tatap mereka beradu. Dan dalam keadaan itu, keduanya tanpa kata sepakat akan satu hal, bahwasanya ...

Perang telah dimulai.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro