Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

01. Sepatu Nyasar


[BARISAN SELIR THE EFFECTS]

Dewi Selir ke-2: Pagi,selir-selir~ Pagi-pagi ayo sarapan bergizi dulu. Barusan Bapak Pacar Nasional kita upload selfie gans banget anjir gue tewas TT

Yera Selir ke-14: Anjralala! Tuhan, indahnya ciptaan-Mu. Jadi oleng hamba. Aksal maafkan aku TT

Tita Selir ke-15: AAAAA PANDAWA AKU SELINGKUH DULU, YA SAMA NAVY!!!

Sevia Selir ke-9: Kamu bersoda banget, Mas Pacar!

Sevia Selir ke-9: NGGAK MAU TAHU, NIKAHI AKU SEKARANG!

Julia selir ke-69: Biasku Langit tapi kok Navy subhanallah banget woy pagi-pagi!!!

Widya selir ke-4646: NAVY MERESAHKAN BANGET YA BUND! BARU TADI PAGI MELAHIRKAN UDAH ISI LAGI LIAT GINIAN

Lian Ketua Selir: Melahirkan ee?

Lian Ketua Selir: BTW MOBIL THE EFFECTS DAH NONGOL!!! PARA ISTRI BERSIAP DI BARISAN!

Deera Selir ke-30: SIAP!

Fitria Selir ke-19: Kamera siap!

Nabila Selir ke-23: Hatiku siap!

Widya selir ke-4646: LAHIR BATIN SIAP! #2021JADIPERMAISURI

***

[Front Pembela Mi Instant]

Dasha Taran: Gayung, lo lama amat?! Buruan ini udah mau bel!

Karina Aespa: GAYUUUNG! Itu Pak Amitab Bachan udah siap sedia depan gerbang! BAHAYA!!!

Dasha Taran: GAYUNG, KALO TELAT LAGI, GUE OGAH BANTUIN GOSOK WC LAGI YA!

Karina Aespa: HOOH! TELAT LAGI, GUE MAMBA LO!

Moon Gayoung: jAHAFD

Karina Aespa: MASIH SEMPET-SEMPETNYA BALES CHAT ANJIR. BURU, GAYUNG!!! LARI! JANGAN NGESOT!!!

"Ini juga udah lari!"

Lima puluh meter setelah turun dari ojek yang harus berhenti hanya sampai palang pembatas di samping pos keamanan, Candy yang harus berlari mengejar waktu sekarang mulai terengah. Drama paginya terulang lagi, lagi, dan lagi seperti sinetron stripping: alarm berbunyi, matikan, tidur sampai digedor Kanjeng Ibunda Ratu yang merupakan siluman harimau betina, buru-buru mandi, lalu menangis di bawah pancuran karena terlambat sekolah. Terlambat artinya tidak sempat sarapan, tidak sempat menata rambut, dan yang paling parah, bakal berhadapan dengan Pak Amitab Bachan yang juga siluman harimau untuk mendapat hukuman.

Demi Tuhan dia baru kelas sepuluh. Kalau terus-terus begini, sama artinya dengan ia harus menanggung semua beban mental ini selama setidaknya dua setengah tahun kedepan. Rasanya, ingin Candy menangis meraung-raung sekarang dan mencakar aspal sambil meneriakkan, "TIDAAAAAKKK!!!"

Tapi semua itu harus ia simpan dulu. Candy memeriksa arloji di pergelangan tangannya. Dua menit lagi. Demi susu beruang cap naga terbang! Masih ada setidaknya dua ratus meter membentang di depan antara dirinya dan gerbang sekolah. Juga, Pak Amitab Bachan yang kumisnya sudah terlihat dari tempat Candy berdiri saking tebalnya Sanggup kah ia berlari ke sana sekarang tanpa kehabisan napas?

Ponselnya bergetar lagi, menampilkan berderet-deret pesan.

Karina Aespa: LO KENAPA MALAH SANTAI DI TENGAH JALAN BEGITU, BOCAH?!

Dasha Taran: PAK AMITAB BACHAN MULAI NARIK GERBANG!

Dasha Taran: 5 METER LAGI!

Dasha Taran: 4 METER!

Jennie Blackpink: Ada yang mau ke kantin? Nitip pop ice.

Karina Aespa: Orang yang sibuk Jamilah!

Dasha Taran: 3,5 METER!

Kepanikan mulai menggerayangi Candy. Tangannya gemetar ketika ia mengetikkan balasan cepat

Moon Gayoung: OTW!!! Tahdgl grrbangny plse!

Karina Aespa: Lu ngomong apaan anjir!

Jennie Blackpink: Serius nggak ada yang ke kantin?

Dengan sisa-sisa energi yang didapat dari martabak jumbo tadi malam, Candy mengepalkan kedua tangan dan melanjutkan lari. Hari ini ia tidak boleh kalah oleh Pak Amitab Bachan! Ia tidak ingin berakhir membersihkan toilet atau memutung rumput atau mengangkut kursi-kursi di gudang hingga Candy dapat merasakan lengannya mulai berotot. Tidak lagi, Esmeralda!

Bisa! Bisa! Bisa!!!

Tapi lututnya mulai lemas dan napasnya tersengal. Boleh pingsan saja sekarang?

Satu hal menyebalkan dari SMA Garuda Pratama aka SMAGAMA yang ia banggakan ini adalah, jalan masuk yang panjang. Kendaraan umum yang tidak teregistrasi hanya diizinkan sampai palang pembatas saja. Selanjutnya ada tujuh bukit dan delapan lembah yang harus Candy lalui agar bisa mencapai gerbang sekolah. Tidak akan begitu masalah seandainya waktu hidup dan matinya hanya tinggal hitungan menit seperti sekarang.

"CANDYYYY!!!"

"CANDY BURUAAANNN!!!"

"GO GAYUNG GO!!!"

Candy mendongak. Dari kejauhan ia melihat ketiga sahabatnya, Selin, Deera, dan Alexa melambaikan tangan menyemangati. Kode nama ketiganya secara berurutan adalah Dasha Taran, Karina Aespa dan Emma Watson. Dasha Taran adalah cewek dengan kaca mata, rambut yang kerap dianyam, dan seragam yang dikancing sampai atas itu. Selin yang blasteran Betawi – Pekalongan itu memang tidak ada mirip-miripnya dengan Dasha Taran, tapi biarlah dia berimajinasi. Di sampingnya, Karina Aespa, cewek dengan muka galak, mulut galak dan mata besar galak seperti tokoh utama film horor namun hatinya selembut pantat bayi. Lalu ada Alexa, si atlet voli sekolah yang sedikit tomboy tapi super cantik, sedikit bule, makanya teman-teman memanggilnya Emma Watson meski dia tidak suka. Alexa yang lebih suka dipanggil Alex benci sekali dengan label-label aneh ini. Untuk sesaat, Candy merasa tersanjung, meski sahabatnya yang lain, cewek yang kadang dipanggil Jennie Blackpink dan kadang dipanggil Cupi Cupita itu tidak hadir, pasti masih sibuk menitip pop ice.

Oke, setidaknya ketiga temannya telah menyemangati sampai sebegitu hebatnya. Ia harus lebih bersemangat lagi.

Deera melambaikan tangan lagi, melompat-lompat lagi, berteriak lagi. "NAVYYYY!!!! KYAAAA!!!"

Tunggu! Tunggu! Apa?!

Candy menoleh tepat bersamaan dengan klakson yang menyalak di belakangnya, membuatnya secara refleks menyingkir ke sisi untuk memberikan jalan. Sebuah Daihatsu Copen berwarna biru kristal meluncur cepat tepat di sisinya, membuat Candy limbung selama sesaat, nyaris oleng.

Wah, kurang ajar! Mentang-mentang pake mobil! Mobil dua pintu yang atapnya sekarang terbuka itu menampilkan bagian belakang kepala seorang cowok. Candy tidak tahu siapa, tapi besar keinginan dalam hatinya untuk melempar sepatu pada kepala kurang ajar yang hampir menabraknya itu.

"Awas aja!"

Mobil tidak tahu diri itu masuk hingga gerbang sekolah bersama satu buah mobil lainnya berwarna hitam, beriringan seperti arak-arakan. Pemandangan yang menarik banyak teriakan di dekat pintu gerbang. Seperti ada konser dadakan. Candy yang masih berlari dalam jarak sekian puluh meter dari gerbang saja keheranan kenapa orang-orang itu tidak tuli.

Dan bahkan, ketika orang yang dielu-elukan itu turun dengan gaya sekeren di drama-drama; menyorot sepatu mahal, kaki panjang yang dibalut celana rapi, jas seragam yang tersamping di bahu, angin sepoi-sepoi, lalu ... Navy melepas kaca mata hitamnya.

"NAVY HARI INI GAYA RAMBUT BARU KYAAA!!!!"

"PACAAARRR!!!"

"SUAMIIII!!!"

Suara para cewek yang melengking saling sahut menyahuti di antara gerombolan yang berdesakan menyaksikan si pemilik Daihatsu Copen memarkirkan mobilnya. Di antara mereka adalah Deera, si pengkhianat.

Candy bersumpah tidak akan menawarinya bakso lagi kalau jajan!

"BUBAR! BUBAR! MASUK KELAS!"

Dan di antara gegap gempita remaja perempuan kelebihan hormon itu, suara Pak Sastro yang kerap dikodekan sebagai Amitab Bachan meningkahi. Suara baritonnya serta kumis lebat ala Mas Adamnya yang bergerak-gerak tiap bicara dengan cepat efektif membubarkan kerumunan tersebut.

Candy mempercepat langkah, menyeret kakinya yang sudah nyaris mati rasa. Sedikit lagi. Tungguuuu!!!

Batinnya menjerit tertahan ketika Pak Sastro terus menarik pintu gerbang hingga celah yang terbuka semakin menyempit dan menyempit.

"Tungguuuu!!! Pak! Tunggu, Pak!"

Bam! Gerbang besi tersebut tertutup persis di depan hidungnya. Candy tersengal, lantas menarik jeruji berharap ia dapat membukanya.

"Pak! Bukain, Pak! Please!"

Tetapi, sememelas apapun wajah yang ia pasang, seberapa dahsyat pun rayuan yang ia lontarkan, Pak Sastro dan kumisnya bergeming.

◄ NAVY ►

"Kamu kenapa telat?!"

"Telat bangun, Pak." Geplakan penggaris mendarat di kepala salah seorang cowok kelas sebelas yang berbaris bersamanya. Candy tidak mengenalnya, mereka hanya kebetulan sama-sama terlambat beberapa kali, tetapi ketika Pak Sastro mengayunkan penggaris itu, Candy ikutan meringis.

Horror sekali orang ini, Ya Tuhan!

"Kamu, kenapa terlambat?!"

Sekarang giliran cewek yang berdiri di sebelah Candy. Wajahnya amat memelas dan penampilannya berantakan.

"Maaf, Pak! Sumpah saya tadi berangkatnya pagi! Tapi di jalan macet banget, Pak! Bukan maunya saya kayak gitu."

Tapi, ia pun tidak lolos dari gertakan maut yang melegenda itu. "Sudah tahu Jakarta tiap hari macet! Berangkat lebih pagi!" semprotnya sampai menyemburkan rintik air neraka.

Guru Olahraga yang merangkap bagian kedisiplinan itu sekarang menggeser langkah hingga ia berdiri di hadapan Candy. Sembari memelintir ujung kumis, Pak Sastro menatap Candy dengan galak. Tatapannya terhenti di salah satu lambang seragam sekolah Candy.

"Kamu, masih kelas sepuluh sudah suka terlambat! Kenapa kamu telat?!"

Candy meringis. Bagaimana pun, ia harus memutar otak, mencari alasan agar dirinya dapat bebas. Maka, dengan tampang sedih terbaik yang dapat ia lakukan, ia menatap Pak Sastro.

"Saya ... harus bantuin ibu saya dulu, Pak, tadi pagi."

Dia tidak berbohong. Ia memang harus membantu ibunya tadi pagi ... untuk menuang susu kotak ke dalam gelas yang akan Candy minum. Biasanya ibunya yang melakukan itu, tapi pagi ini, Candy melakukannya. Hal ini masih dapat disebut membantu, kan?

Pak Sastro menatapnya, tampak tertarik. Maka, Candy berdoa begitu keras dalam hati. Semoga kali ini, kali ini saja, ia dapat lolos. Jika ia lolos hari ini, ia akan taubat bangun terlambat besok. Ia akan bangun pagi! Seperti janjinya dalam hati setiap kali terlambat.

Tetapi ...

"ALASAN! Kalian semua, lari keliling lapangan 5 putaran!"

Mati aja boleh nggak, sih?

◄ NAVY ►

"Ntar sore kita ada gig, jangan lupa! Cewek mulu lo diurus!"

Sebagian besar murid telah berada di kelas masing-masing, menunggu jam pelajaran pertama dimulai. Sisanya masih ada yang nekat menyelundup ke kantin, duduk-duduk di depan kelas, atau mengintip lewat jendela sosok Navy dan Nino yang berjalan bersisian. Kedua cowok tinggi itu masing-masing menyandang tas di bahu setelah sama-sama berhasil melewati gerbang penentuan hidup dan mati dengan selamat. Tidak seperti Aksal yang selalu datang pagi, Pandawa yang buru-buru menghilang ke kelas, atau Langit yang sering tidak masuk, Navy dan Nino suka berlama-lama berjalan. Agar berlama-lama diperhatikan.

Navy percaya, membuat orang lain bahagia karena wajah gantengnya itu sedekah.

Nino terkekeh atas sindiran sarkas Navy. "Napa lo? Mau gue kenalin? Boleh! Mau yang kayak gimana? Yang cantik kayak anak cheers? Atau seksi kayak anak dance? Eh, tapi lo demen cewek emang? Cowok bahenol kenal juga sih, gue."

"Bangsat!" Navy memutar bola mata mendengar ledekan itu, lantas menyikut Nino di sisinya, membuat cowok itu mengaduh..

"Abisan. Dikenalin cewek nggak mau. Dipedekatein malah kabur. Mau gue kenalin cowok, hah?!"

"Tsk. Bukan apa-apa, ya." Navy menyentuh rambut sempurnanya yang membutuhkan hampir satu jam untuk ditata. "Tapi cewek-cewek yang lo kenalin itu standar banget nggak, sih? Gue masih terlalu ganteng buat mereka."

Mulai deh, pikir Nino. Dia tahu dirinya, seorang Elnino Bagaskara punya rasa percaya diri yang tinggi. Tetapi Navy, punya level percaya diri yang berbeda. Kepedeannya melampaui batas, mengguncang iman, menggugah ideologi. Cowok ini tidak bisa lagi diselamatkan.

"Halah, bilang aja lo nggak demen Yanti, demennya Yanto."

"Kampret! Gini-gini gue masih lebih demen Zaenab ya daripada Zaenuddin!"

Candaan mereka terinterupsi ketika Nino melayangkan pandang ke arah lapangan, pada sekelompok anak yang sedang dihukum lari. Cowok itu menghentikan langkah, membuat Navy di sisinya mengernyitkan alis dan turut memberikan perhatian pada objek pandang yang sama.

"Kenapa?"

"Enggak. Cuma, mampus! Hampir aja kita telat terus dihukum kayak mereka."

Navy mencibir. "Jangan sampe. Telat dikit lagi kita jadi bagian dari mereka. hancur deh reputasi. Seorang Navian Adraha gitu, lari-lari keringetan di lapangan," dengkusnya.

Nino geleng-geleng. "Ya, siapa suruh bikin jambul aja berabad-abad."

"Jambul bagian mana sih? Gue nggak jambulan, ya. Ini tuh, style Korea!" Navy tidak terima. Lantas, membalik kartu yang dimiliki Nino. "Elo tuh, yang suka telat! Makanya, ga usah kebanyakan nelponin cewek deh! Latihan!"

Tetapi, omelannya bahkan tidak menyentuh kuping kiri Nino melainkan langsung memantul. Cowok itu justru masih sibuk memerhatikan gerombolan anak yang berlari mengelilingi lapangan, tepat di sisi koridor dimana mereka berdiri sekarang. Salah satunya, seorang cewek bertubuh kecil nampak tertinggal di belakang.

"Eh ... Tuh cewek kayak mau pingsan deh. Apa nggak keterlaluan, ya?"

"Apa lo? Mau ngembat?!" Navy mengendikkan bahu. Ia tidak peduli dan tidak akan pernah peduli. Tatapan yang ia bagi hanya sekilas, sebelum ia mengembalikannya ke tujuan di depan. "Lagian siapa suruh telat."

Navy menyentuh rambut yang susah payah ia tata pagi ini. Ia mengecek cermin beberapa kali, memastikan bentuknya masih koma sempurna. Tersenyum sendiri menyadari berapa banyak pasang mata yang sekarang diam-diam menatapnya dari jendela dan sudut-sudut kelas. Nyaris terkekeh mengingat respons heboh dan pujian-pujian yang ia terima tanpa henti.

Ia harus cepat ke kelas sekarang dan membiarkan lebih banyak orang terpesona padanya.

Kecuali ... takdir punya rencana lain. Tepat saat bersamaan, sebuah sepatu melayang ke kepalanya. Begitu keras hingga menimbulkan bunyi gedebuk yang kentara, membuat Navy oleng, dan ... dan ... menamatkan riwayat rambut baru Navy.

Navy meraih sepatu itu. Putih dengan garis-garis merah muda. Sepatu perempuan. Ia menoleh sekitar dan mendapati seorang cewek dengan kaki berjinjit sebelah tengah menatap horor ke arahnya.

- to be continued -

Btw hiii~ kalau boleh tahu, kalian nemu cerita ini dari mana, ya?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro