Page 4
"Apa yang ada setelah kematian adalah kehidupan yang abadi, eksistensi yang terasa tak nyata namun ada."
.
Aku mengerjapkan mata, mengerang kecil, dan mulai mengucek kedua mataku. Lantas, aku membuka kelopak mataku, mendapati diri sendiri telah berubah dengan pakaian ala era taisho. Namun, pedang yang kudapatkan dalam dunia buku masih ada. Menemukan sosok sensei yang tengah berdiri dengan anggunnya, aku bangun dan memberi hormat.
"Ha-halo, sensei!" sapaku penuh kecanggungan. Rasa bingung menghampiriku, tapi aku memilih untuk menahannya sebentar saja. Memalukan jika aku mengatakan kalau aku mengira setelah dunia buku menghilang, maka aku ikut mati juga.
Pria itu tetap tersenyum, lalu menyadari raut wajahku yang meminta penjelasan. Ia memasang pose berpikir, "Peranku sebagai sensei sudah selesai. Ngomong-ngomong aku belum memperkenalkan diri, ya? Akutagawa Ryuunosuke, terserah kau ingin memanggilku seperti apa. Salam kenal."
"Akutagawa ... Ryuunosuke?" tanyaku membeo dengan iris bulat, penuh shock. Ia terkekeh lalu berjalan ke luar dari ruangan. Badanku cukup kaku, penulis yang kukagumi saat ini tengah berada tepat di hadapanku. Apa yang harus kulakukan? Apa jangan-jangan selama ini aku bertingkah aneh terhadapnya?
"Yah, sebelum itu, mungkin kau harus bertemu dengannya."
"Dia?"
"Penjaga perpustakaan."
Kami berdua pun masuk ke dalam kantor dan bertemu dengan sebuah kucing yang ternyata merupakan penjaga perpustakaan ini. Neko juga menjelaskan mengenai noda, tujuan noda, alchemist, serta aku yang merupakan serpihan dari penulis asli, [Fullname]. Artinya, aku adalah diri [Name] yang dituangkan ke dalam kertas, bukanlah sosok yang asli karena sosokku sudah meninggal di dunia nyata.
Sosokku belum lama meninggal, namun hasil karyaku di dunia nyata mulai diinterupsi oleh noda. Penjelasan yang cukup memakan banyak waktu itu akhirnya selesai juga.
Pertemuan dengan banyak penulis ternama juga sempat kulakukan, siapa sangka aku bertemu dengan Dazai Osamu yang begitu kekanakan? Hal ini membuatku kelelahan dan segera ingin beristirahat.
"Ah ya, [Name]," panggil Akutagawa-sensei.
Benar, hampir semua penulis yang kutemui hari ini kupanggil sebagai sensei. Ini hanyalah bentuk singkat penghormatanku terhadap mereka, meskipun beberapa tidak ingin, seperti Dazai.
"Besok kita akan mengadakan natal. Para penjaga perpustakaan mencoba merayakannya, menyesuaikan dengan hari di dunia nyata. Semoga saja tidak ada buku yang ternodai untuk esok."
Aku mengangguk, menyetujui perkataannya. Lantas beristirahat di ruang kesehatan. Mungkin ini adalah hal yang harus kubayar, berjuang bersama mereka karena bunuh diri setahun setelah menuliskan karya tak terkenal tersebut. Nampaknya, aku tak akan diinterupsi lagi oleh para noda. Mengingat hasil karyaku yang di-publish hanyalah satu.
Pedang yang kudapatkan juga adalah bentuk bahwa selama aku berkarir, hanya novel dan cerpen yang kutulis. Setidaknya, aku akan mencoba berguna untuk para penulis yang lain terutama Akutagawa-sensei yang telah menyelamatkanku.
Merasa cukup dengan pikiran hari ini, aku terlelap dalam mimpi, tak menyadari tatapan dari iris biru tua yang penuh kekhawatiran dan mengarah ke jendela ruang kesehatan.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro