Page 3
"Ini adalah akhir dari sang tokoh utama, bentuk keinginan dari sang penulis sebelum ia meninggal dunia."
.
Para noda mencoba mendorongku ke dalam jurang keputusasaan dengan tidak menghadirkan harapan sama sekali untukku. Peran guru yang seharusnya ada, malah diblokir oleh mereka, entah bagaimana caranya. Nampaknya, sensei yang tengah bertarung di hadapanku saat ini bukanlah sensei yang asli.
Bagaimana cara untuk mengakhiri cerita ini dengan baik?
Tentu saja adalah dengan terlepas dari kekangan mereka dan menyelesaikan cerita yang tengah kukerjakan. Aku mengambil pena dan kertas, mulai menulis, sementara para noda mencoba menghentikanku. Sensei dapat menghalau mereka untuk beberapa saat, namun hal itu tak berlangsung lama.
"Eh?!" pekikku ketika api milik noda membakar tulisanku.
Meskipun sedikit lagi selesai, tapi aku malah tidak bisa menyelesaikannya. Rasa amarah memenuhi dadaku, begitu pula memori sewaktu aku menulis karya ini, sontak saja penaku berubah menjadi pedang. Seolah memberitahu kalau aku bukanlah tokoh utama saja, melainkan sang penulis.
Aku tidak tahu alasan mengapa aku menjadi karakter yang aku tulis, meskipun nama depan kami sama. Tapi, yang jelas untuk saat ini aku hanya ingin mengakhiri masalahku.
"Beraninya kau menghancurkannya? Sewaktu aku menulis buku ini, kau juga menentangku, 'kan?"
Aku berseru kesal seraya menunjuk noda yang bersosok sebagai Ayah, meskipun sudah berwujud buruk rupa seperti monster. Sosok ayah itu ternyata adalah bentuk masalahku di dunia nyata.
"Wah, tak kusangka kalau kau mengingat dirimu sendiri. Hm, ini sama seperti Dazai-kun, ya," ujar sensei di sela-sela pertarungannya. Aku menghela napas, lalu menebas dan mengarahkannya pada Ayah. Saat sosok hitam itu dalam ambang kematian, beberapa asap kata mengepul di udara dan menuliskan kata 'fin' entah mengapa.
Selesai dengan urusan noda ini, sempat terbersit ingin bertanya mengenai Dazai Osamu akibat perkataan sensei tadi, namun kuurungkan akibat suasana sekitar.
Alun-alun kota yang seharusnya dipenuhi sorak kebahagiaan natal malah berubah menjadi berantakan dan zona pertempuran. Aku berjalan menuju ke arah sensei lalu melemparkan pertanyaan, "Sensei, sebenarnya ... kau siapa?"
"Hanya seorang penulis," jawabnya dengan wajah tersenyum. Garis melengkung yang terukir di bibirnya itu cukup membuatku terpaku untuk sesaat, seolah-olah aku pernah melihatnya namun bukan dalam keadaan bahagia.
"A-ah, ya, aku ingin bertanya ending sebenarnya dari buku iniー"
"Kukira kau sudah mendapatkan sepenuhnya ingatanmu. Tapi sepertinya belum, ya ... karena para noda benar-benar menginterupsi dengan mudah buku yang menceritakan kebencian tokoh utama mengenai tulisannya sendiri. Buku ini adalah target yang tepat."
Sensei mulai membuka kembali suaranya dan berujar, "Di akhir, [Name] berhasil menyelesaikan buku yang ia tulis di malam natal karena ditemani oleh dukungan dari sang guru. Buku tersebut ia berikan pada sang guru pertama kali. Lalu diberikan pula pada Ayah, meskipun masih ditentang hebat, tapi [Name] bersikeras untuk melanjutkan mimpinya didampingi sang guru. Ia adalah gadis yang hebat, berusaha memutus tali yang mengekang dan berjalan maju. Ia mencoba untuk lebih menghargai dirinya sendiri, dimulai dari tulisannya."
Aku terdiam, lalu menunduk seraya memperhatikan dunia yang mulai pudar. Aku tidak tahu harus membalas apa, namun aku harus mengatakannya sebagai bentuk perasaanku.
"Sensei, terimakasih."
Pria itu mengulas senyum ramah, menyipitkan mata dan menampilkan kerutan di bagian dahinya, "Berakhirnya kalimat itu maka berakhir pula kisah dari seorang gadis yang mencoba mencengkeram kembali rasa percaya dirinya."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro