Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

28. (十六)

Di penghujung sore kala itu, sekolah masih di-lalu-lalangi oleh murid-murid. Ada yang baru selesai klub, ada yang berlarian karena perlu, ada yang berdiri menunggu sosok yang sedang menghampirinya, ada pula yang berjalan meninggalkan area sekolah sendirian.

Di antara itu, ada sebuah rumah yang teras rumahnya sudah ramai oleh empat pasang sepatu yang berjejer.

Ruang tamunya sepi, di dapurnya hanya sedang ada sang nyonya rumah yang sibuk dengan urusannya. Tapi salah satu dari tiga kamar itu ramai kehadiran manusia, namun terdengar cukup sepi.

Di antara mereka, yang sedang menyenderkan tubuhnya di kepala kasur tersenyum maklum. Sementara yang paling muda kini sedang agak terisak.

"Apa, sih, [name], Tsukishima itu cuman demam biasa, gak perlu sampai ditangisi seperti itu," Salah satu di antara tiga yang sedang memerhatikan itu berbicara, dia Hinata Shouyo. Berdiri di samping [full name] yang saat ini sedang mengusap-usap kedua matanya.

"Besok Tsukishima juga pasti sembuh, kok, [name]," Yachi Hitoka yang berada di belakang adik kelasnya lantas bergerak untuk mengusap-usap punggung kecil tersebut. Cara menenangkannya memang jauh lebih lembut dibanding Hinata.

"Iya, [name], Tsukki sekarang pun sudah agak mendingan, bukan? Besok pasti jauh lebih baik," Yamaguchi ikut mengucapkan kalimat positif. Walau ia agak tak mengerti kenapa [name] itu sampai menangis seperti ini saat mereka baru saja tiba untuk menjenguk Tsukishima Kei yang absen sekolah tadi.

Itu juga yang menjadi alasan kenapa Yamaguchi, Hinata, Hitoka, dan [name] sendiri pulang lebih dulu padahal sedang ada jadwal klub. Tadi pagi begitu dapat kabar dari Yamaguchi bahwa Tsukishima tidak sekolah dikarenakan sakit, [name] entah kenapa terlihat lebih panik dan bergegas sekali ingin menjenguknya sepulang sekolah.

Akhirnya begitu sampai di kamar Tsukishima, [name] itu malah menangis.

"Yamaguchi benar, aku udah mendingan, kok. Jadi, udah ya nangisnya," Tsukishima sendiri akhirnya yang berbicara. Tadi dia juga bingung kenapa [name] sesampainya tiba-tiba menangis, "demam doang gak perlu dinangisin, tau."

"Tau, nih. Padahal waktu aku demam juga kamu gak nangis, [name]," Hinata mengerucutkan bibir. Terdengar cemburu, namun ada niat juga untuk menghentikan [name] menangisi hal-hal sepele macam ini.

"K-kamu engga n-ngabarin aku, sih ..." [Name] dengan terbata berbicara, menarik ingusnya, sambil mengusap kedua matanya, kemudian menatap Tsukishima dengan wajah agak sembab, "Aku kira kamu sakit gara-gara itu ... Makanya aku takut banget."

"Huh, gara-gara apa?"

"Aku sakit cuman karena hujan kemarin, [name]. Kan hujannya deras banget," Tsukishima memotong pertanyaan Hinata sebelum [name] sendiri yang menjawabnya.

Tsukishima paham. Dengan sifat seperti itu, kejadian dilabrak, dan laporan dari dirinya kemarin, [name] pasti menangis karena sangat khawatir. Entah khawatir karena mungkin ia berpikir Tsukishima sakit karena dipukuli lagi, atau dengan pikiran luka di wajahnya ini bertambah parah. Intinya, [name] pasti cemas dan takut karena itu.

"Berarti lukamu gak apa-apa?"

Betul, tepat sekali.

Tersenyum lembut, Tsukishima menjawab, "gak apa-apa, dong. Lihat, birunya juga udah mulai memudar, kan?"

Tsukisma menunjukkan pipinya. Membuat [name] yang menatapi itu lantas mengangguk perlahan.

"Dia itu cuman demam, tau," Hinata mengulangi perkataannya. Dia lantas mendudukan diri seenaknya di kursi belajar Tsukishima. Anak pendek itu sepertinya yang paling tidak mengerti di sini alasan kenapa [name] sampai menangisi Tsukishima seperti itu.

Beda lagi dengan Hitoka yang mengerti kekhawatiran [name] walaupun tidak tau konteks yang dikhawatirkan sebenarnya.

Mengusap hidungnya, [name] kembali berucap, "Kalau begitu hanya demam saja?"

Tsukishima mengangguk.

"Gara-gara hujan kemarin?"

Kini Tsukishima tersenyum untuk menjawabnya.

"Gara-gara kamu kebasahan, kan, karena sepayung berdua sama aku?"

Tsukishima terdiam. Dia dapati kini manik [name] kembali tergenang air.

"Tetep aja kamu sakit karena aku lagi, Kei ..."

Hitoka menatap iba.

Sementara Tsukishima yang mendapati [name] dengan rasa bersalahnya lagi, membuang napas kecil.

"Bukan karena kamu, kok," Bela Tsukishima tersebut, "hujannya emang gede banget, dan aku juga mungkin lagi gak vit, jadi bisa sakit."

Menggerakan tangannya, Tsukishima usap pipi atas sang anak gadis memakai baju lengan panjangnya dengan lembut, lalu berucap sambil terkekeh kecil, "Kenapa sih, kok, kamu jadi cengeng begini?"

"A-aku khawatir ..."

"Iya ... Tapi aku gak apa-apa, kok?"

[Name] masih terisak kecil, namun berikutnya ia sudah bisa berhenti dan kembali menatap Tsukishima.

"Kamu udah berobat, kan?" Tanya [name], guna mengurangi kekhawatirannya juga.

"Udah, kok. Sekarang malah udah mendingan. Walau masih dingin, sih."

"Tapi memang sejak hujan kemarin sore sampai malam, udara pagi ini jadi agak dingin, sih," Kata Yamaguchi, dirinya yang sudah melihat [name] tak menangis lagi lantas mendudukan diri di lantai.

"Sebentar lagi mulai, deh, musim hujan," Ujar Hinata dari kursinya. Sambil memainkan barang-barang Tsukishima yang ada di atas meja belajar.

"Iya, dan kita harus jaga kesehatan biar gak sakit," Hitoka tersenyum saat [name] menoleh ke arahnya. Dengan itu pula ia menyodorkan sebuah sapu tangan yang langsung diraih oleh [name]. Selepas itu, Hitoka ikut mendudukan diri di bawah bersama Yamaguchi.

[Name] yang melihat hal tersebut, refleks langsung mengikuti Hitoka untuk ikut duduk. Namun, sebuah tangan dari Tsukishima menahannya dengan menarik kecil tubuhnya. Lalu secara diam-diam ia melemparkan kode dengan tatapan agar [name] duduk di kasurnya saja.

"Padahal kita dulu sering main hujan-hujanan. Kamu makin gede makin lemah ya tubuhnya, Saltyshima," Ejek Hinata. Melemparkan pula tatapan meledek pada Tsukishima yang diam-diam melepas genggamannya pada tangan [name] karena takut dipergoki.

"Apa sih," Delik anak yang kini tak sedang memakai kacamata tersebut, "kamu sendiri makin gede, makin pendek gak tinggi-tinggi."

"HA apa katamu?" Hinata refleks berdiri karena tersulut.

"Shouyo jangan berantem ... Kei lagi sakit," [Name] merentangkan kedua tangannya untuk menahan Hinata di tempat. Sementara Tsukishima yang sedang dibela itu langsung melukiskan senyum mengejeknya.

"Apa yang sakit? Kalau udah nyebelin, dia udah sembuh namanya!"

Yamaguchi membuang napas lelah.

"Lagian apa-apaan, [name]? Jangan dekat-dekat Tsukishima seperti itu, nanti kamu ketular lemahnya dia," Hinata masih membalasi kejengkelannya pada teman yang paling menyebalkan itu.

"Apa, sih? Aku udah mendingan, tuh."

"Udah, dong, kalian jangan bertengkar terus," [Name] kembali meleraikan. Lalu menoleh ke Tsukishima, "Kei juga, apa kamu mau istirahat aja? Biar kami pulang."

Terdapat jeda sejenak, Tsukishima kembali berucap yang membuat Hinata makin tersulut, "Bawa dia aja pulang."

"Tsukishima teme!"

[Name] membuang napas kecil, berikutnya ia berdiri, "Ya udah kita pulang, ya, Kei. Kamu istirahat. Maaf juga kita ngeganggu, apalagi aku ..."

Tsukishima maunya gadis yang tadi menangis itu yang tetap di sini. Ia mau berbicara berdua saja seperti kemarin agar anak gadis itu tak lagi menyimpan khawatir.

Ia mau mengucap maaf karena lagi-lagi membuat anak gadis itu cemas, padahal kemarin pun Tsukishima sudah berjanji akan lebih kuat. Kuat dalam menghadapi hal apapun.

Tsukishima Kei mau agar [full name] nyaman dalam lindungannya.

.

.

.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro