Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

27. (十五)

Pagi hari setelah kejadian Tsukishima Kei dilabrak oleh kakak kelas yang menyukai [full name], anak jangkung itu memakai plester kecil untuk menutupi luka yang memerah di pinggir mulutnya. Pipi kanannya berbekas biru. Dan pemandangan itu semua berhasil membuat teman-temannya ternganga.

"Oi, oi kenapa kamu tiba-tiba, Tsukishima?" Hinata Shouyo langsung bertanya, kaget sekali temannya ini tiba-tiba datang dengan penampilan seperti itu.

"K-Kei? Apa yang terjadi ..."

Tsukishima, anak itu menghela napas begitu sang gadis paling muda melukiskan dengan jelas kekhawatiran dalam wajahnya.

"Tidak apa-apa, aku hanya ketimpuk bola," Jawab Tsukishima. Jelas saja memilih untuk berbohong, karena alasan sebenarnya jika diutarakan pasti akan membuat teman-temannya apalagi [name] lebih khawatir.

"Kok bisa, Tsukki?" Yamaguchi Tadashi ikut bertanya.

"Iya, bisa saja kalau aku agak ceroboh, kan," Tsukishima membimbing langkah, tapi baru dua langkah ia kembali menoleh lalu menatap [name], "ayo, kita bisa telat."

[Name] dengan perasaannya yang masih khawatir akhirnya menyusul Tsukishima. Kala sudah sejajar, Tsukishima itu mengikuti langkah, begitu juga dengan teman-temannya di belakang.

"Apa sakit sekali, Kei?" [Name] menoleh pada sosok tinggi di sampingnya. Tsukishima yang saat itu juga sedang menoleh mendapati gadis kecil tersebut menunjuk pinggir mulutnya yang terplester.

"Ah, tidak. Hanya perih sedikit," Jawab anak laki-laki itu.

"Hei," Suara Hinata tiba-tiba menyeruak masuk. Begitu pula dengan sosoknya yang tiba-tiba masuk di antara Tsukishima dan [name] di belakang, "jangan-jangan kemarin kamu minta kita pulang duluan itu karena takut diketawain ketimpuk bola, ya?"

Langsung melirik malas saat mendengar pertanyaan konyol teman pendeknya tersebut, Tsukishima mendelik, "Jangan banyak ngoceh atau aku timpuk kamu juga."

Hinata Shouyo menjulurkan lidah, lalu langsung merengut.

***

Sepanjang kelas, Tsukishima Kei berulang kali ditanyai oleh pertanyaan yang sama oleh Tamaki Nagi, Arata Yamada, dan temannya yang lain. Dan sudah berulang kali juga ia menjawabnya dengan sebuah kebohongan yang diam-diam didelik oleh Liziaslav Kanbara saat terdengar sampai dirinya.

Anak gadis dengan helai salju itu telah dihitung cukup banyak meliriki Tsukishima Kei hari ini. Dikepalanya hanya ada pikiran-pikiran mengenai kejadian kemarin. Selain itu, karena memang tidak diperbolehkan bertanya, ia jadi memikirkan sendiri serangkaian kejadian yang diduga. Dan hasil dari itu semua, selalu membuatnya membuang napas.

Hari ini sejak siang hari, udara mendingin karena angin terus berembus kencang. Hingga tiba saatnya menjelang sore, langit pun menggelap duluan. Dan saat bel pulang berbunyi, hujan pun perlahan turun dan membesar.

Untungnya hari ini tidak ada kumpul club. Jadi dia bisa pulang bersama yang lainnya. Karena Tsukishima yakin, ada salah satu dari temannya yang pasti tidak menyiapkan keadaan ini. Beda dengannya yang sejak tahun kemarin sudah menyimpan payung dalam loker miliknya.

Iya, siapa lagi anak yang baru masuk kelas satu SMP, [Full Name].

Walaupun ternyata, ada juga temannya yang bodoh dan cerobohnya sama. Hinata Shouyo.

"Nah, itu Tsukishima bawa payung," Ujar Hinata seenteng itu saat melihat Tsukishima datang untuk mengganti sepatunya di ruang loker.

Tsukishima yang mendengar itu lantas menekukkan sebelah alisnya. Setelah selesai berganti sepatu ia menghampiri teman-temannya yang sudah berkumpul sambil menjawab, "Aku tidak mau berbagi payung denganmu, ya."

Yamaguchi Tadashi dan Hitoka Yachi memang sudah terlihat memegang payung milik mereka masing-masing. Sementara kedua temannya yang lain, Hinata Shouyo dan [full name] hanya bisa menatapinya dengan wajah memelas.

Tsukishima yang tak suka melihat wajah memelasnya Hinata langsung mengalihkan diri dan memilih menatapi wajah [name], "Kamu gak bawa payung, kan?"

"Tsukishima teme, kamu pilih kasih banget sama aku!" Protes Hinata yang mendapati perlakuan yang sangat berbeda seperti itu.

"Kamu udah kelas dua, suruh siapa gak taruh payung di loker?"

"Aku malas bawanya lagi, tau!"

"Ya sudah, rasain."

Hinata mengoceh sebal, Yamaguchi dan Hitoka saling menawarkan diri untuk berbagi payung dengan anak lelaki perawakan kecil itu. Sementara [name] menunduk, "Maaf, Kei. Aku juga gak bawa ..."

Merasa bahwa [name] juga tersindir dengan perkataan yang sebenarnya hanya diperuntukkan untuk Hinata, Tsukishima pun membuang napas dan tersenyum, "Gak papa. Mulai besok kamu harus menyimpan payung di loker. Sepertinya musim hujan akan datang sebentar lagi."

[Name] mengangguk kecil. Tsukishima kembali tersenyum, lalu menepuk kepala gadis kecil tersebut, "Ayo, aku antar sampai rumah."

***

Tsukishima Kei mengangin-anginkan sebagian bajunya yang basah terkena cipratan air hujan. Mau bagaimana lagi, ia sendiri yang sengaja memiringkan hampir sebagian besar payungnya untuk melindungi anak gadis bertubuh kecil di sampingnya sampai merelakan separuh bahunya. Kepalanya yang terkena cipratan hujan angin itu ia kibaskan agar rambutnya tak lagi terlalu basah. Tangannya yang masih memegang payung, ia goyangkan agar air yang turun tak terlalu becek dan membasahi teras rumah orang. Dan di saat itu sesosok gadis kembali datang ke hadapan dari balik pintu.

"Ayo masuk dan hangatkan badan dulu, Kei," Ucap [full name], anak gadis yang saat ini dilehernya terlingkar sebuah handuk tebal. Satu handuk lain di tangannya ia sodorkan pada Tsukishima di hadapan.

Menyandarkan payung di tempat seharusnya, Tsukishima lalu meraih handuk dari [name], "Terimakasih."

Kedua anak berlainan jenis itu memasuki ruangan yang lebih hangat dibanding teras rumah yang dikibas hujan angin. Tsukishima mengekori sang tuan rumah kecil yang membawanya ke ruang tamu.

"Aduh, basah sekali, ya, Nak Kei?"

Tsukishima menoleh, berikutnya menunduk sopan pada pemilik rumah. Mamanya [Name].

"Ganti baju dulu mau, ya? Sepertinya baju-baju Tobio yang ditinggal di sini pas untukmu."

"A-Ah, tidak usah repot-repot, Tante."

"Gak repot, kok. Lebih repotan kamu yang nganterin [name] sampai basah-basahan," Dengan kekehan, Mama [name] melangkah memasuki sebuah ruangan untuk mencari baju-baju yang sekiranya bisa dipakai oleh anak lelaki.

Sambil menunggu itu, Tsukishima yang tadi ditinggal [name] pergi ke kamarnya mengedarkan pandangan.

Dia memang tak sering bermain ke rumah ini. [Name] lebih sering menghabiskan waktu dengan yang lainnya di taman bermain, berkumpul di rumah Hitoka, atau rumah Hinata. Tapi dibanding dulu, Tsukishima kini sudah lebih mengenal isi dari rumah teman masa SD-nya itu.

Dimulai dari ruang tamu yang terdapat foto-foto kecil [name] dan beberapa foto Kageyama Tobio yang sampai sekarang disebalinya, sampai kamar [name] yang lucu dengan kasur atas bawah bisa ditarik keluar. Kasur atas adalah milik sang gadis dengan beberapa boneka, walau sekarang sudah agak mengurang. Dan kasur bawah katanya untuk Tobio kalau-kalau sepupunya itu menginap di sini.

Selain itu, ada pula aquarium berukuran sedang di pinggir ruang tamu. Yang tidak lain dan tidak bukan berisi dua ikan yang waktu dulu pernah Tsukishima beri untuk [name] dari sungai. Anak lelaki itu kini sedang menatapinya. Ikan-ikan itu dirawat dengan baik hingga ukurannya jadi cukup besar.

"Nak Kei, ini baju Tobio. Celana panjangnya takut gak nyaman, jadi aku bawa yang pendek, tidak apa-apa?" Mama [name] menyodorkan sepasang pakaian pada Tsukishima.

Dan tak perlu waktu lama, anak lelaki itu segera meraihnya sambil menggeleng, "Tidak apa. Terimakasih, Tante."

"Ganti baju dulu, ya. Nanti minum susu hangat bersama [name]."

Tsukishima bahkan tak perlu lagi menanyakan ke mana ia untuk ganti baju. Setelah mendapat izin, Tsukishima langsung melangkah ke kamar mandi, lalu berganti baju di sana.

Beberapa menit, Tsukishima dengan baju basah yang sudah dilipatnya dan handuk yang ia lingkarkan di bahunya keluar dari kamar mandi. Lalu mendapati [name] sudah duduk manis di sofa. Di hadapan gadis kecil itu, ada dua gelas dengan asap yang mengepul di atasnya.

"Sini, Kei, minum susu hangat dulu," Ajak gadis kecil itu, menepuk sofa di sampingnya dengan senyuman.

Tsukishima yang sudah menyisihkan baju basah di atas tas miliknya, langsung menuruti ajakan [name]. Kedua anak itu duduk, lalu tiba-tiba sunyi.

[Name] sibuk meraba-raba badan gelas yang hangat sambil menghirup uap. Sementara Tsukishima hanya menatapi susunya sambil sesekali menatapi anak gadis di sampingnya.

"Minum dulu, Kei. Biar kamu gak sakit."

Tsukishima tadi agak tersentak. Kaget ada suara di tengah kesunyian. Akhirnya dengan agak canggung, ia meraih gelas hangat tersebut.

"Apa pipimu masih sakit?"

Menoleh, Tsukishima dapati [name] tengah menatapnya terang-terangan. Dan karena dihadapi hal itu, Tsukishima yang sedang menyicip susunya hampir tersedak karena gugup.

"Engga ... Begitu ..." Tsukishima menaruh gelasnya perlahan.

"Kamu kenapa sampai ketimpuk bola seperti itu, sih, Kei? Bahaya tau."

"Entahlah ..." Tsukishima bingung menjawab. Apalagi dalam kondisi ini. Maka dari itu ia akhirnya hanya bisa diam. Dan membiarkan [name] yang menatapinya hingga gadis itu kembali fokus pada susunya.

Tsukishima sendiri entah mengapa tak bisa banyak berinteraksi kali ini. Apalagi setelah mendapati beberapa hal sejak kemarin. Tapi di tengah-tengah hal itu, tiba-tiba saja ia berani berujar, "Sebenarnya bukan karena bola ..."

Dengan gelas yang masih tergenggam, [name] menoleh.

"Ini gara-gara kakak kelas yang waktu itu mengajakmu pacaran ..."

Entahlah dengan alasan apa Tsukishima itu tiba-tiba berani berkata jujur.

"Kakak yang waktu itu?" [Name] menekukkan sebelah alisnya, beberapa detik setelahnya dua-duanya jadi tertekuk, "... Apa dia memukulimu?"

"... Dia marah karena aku melarangmu bicara berduaan dengannya," Tsukishima melirik. Berikutnya ia tau kalau dirinya ternyata anak yang bodoh.

Raut [name] kini jadi terlihat khawatir, "Kok dia seperti itu?"

"... Entahlah."

"Terus kenapa kamu diam aja gak memberitahu kami?"

Membuang napas, Tsukishima menjawab dengan menatap gelas susunya, "Kalau aku memberitahu kalian, kalian mau apa? Membalas?"

"Setidaknya lapor guru! Dia kan memukulmu, Kei ..."

"Hah, gak usah. Itu malah bikin urusan panjang."

"Tapi kamu dipukuli ... Kalau mereka nanti memukulimu lagi gimana?"

Menoleh dan memberanikan diri menghadapi raut khawatir [name], Tsukishima coba tanamkan ketegasan, "Mereka gak akan memukuliku dua kali. Kemarin aku hanya lengah. Dan kesempatan berikutnya gak akan aku biarkan."

Tsukishima bisa menangkapnya. Ada sebuah binar yang bergetar dibalik wajah cemas [name], "Kakak itu kok jahat ..."

Tersenyum tipis, Tsukishima membuang napas. Memang sejak dulu, [name] itu tak bisa memperkirakan hal negatif, ya.

"Makanya kamu harus hati-hati. Kalau ada kejadian kayak gitu lagi, cepat langsung lapor aku dulu ..."

"... Nanti kalau kamu yang dipukuli lagi?"

"Setidaknya aku cowok. Bisa membalas. Kalau kamu, kan, cewek."

"Tapi nanti kamu memar lagi, Kei!"

"Engga. Aku gak akan kena pukul lagi abis ini."

"Bener, ya?"

"Iya."

"Janji kalau kena pukul lagi harus bilang aku dan yang lain. Nanti kita lapor guru."

"Iya, janji. Aku bakal lebih kuat."

Demi meyakinkan gadis di hadapan dengan tekadnya, Tsukishima Kei pun melukis senyum. Sekaligus membalas raut khawatir [full name] dengan senyumnya.

.

.

.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro