26. (十四)
Tsukishima Kei mengetuk ujung sepatu dua kali, menyamankan kakinya pada sepatu yang baru saja ia pasang. Membenahi tasnya, anak lelaki yang perawakannya sudah seperti anak SMA itu melangkah keluar ruangan klub nya.
Hari ini memang ia ditahan oleh klubnya lebih lama. Dia bahkan sampai menyuruh [full name] dan yang lainnya pulang lebih dulu karena akan lama menunggu. Akhirnya pulang sendirilah ia hari ini.
Melangkah turun dari gedung yang berisi ruangan-ruangab klub ini, Tsukishima dapat lihat ada beberapa pula anggota klub olahraga yang masih berkeliaran.
Dalam pandangannya yang menatap lurus, Tsukishima tiba-tiba dapati perawakan yang agak familiar dari samping. Ketika langkahnya semakin dekat dan sosok itu menoleh, Tsukishima perlahan-lahan mengenali salah satu dari dua eksistensi yang sedang bersandar di dinding itu.
"Mumpung lagi sendirian," Ujar salah satu sosok tersebut. Kalau hanya dilihat dari tampilan, kedua orang ini seperti adik kelas Tsukishima karena lebih pendek. Tetapi karena Tsukishima kenal salah satu dari mereka, tentu saja ia yakin kalau dua-duanya ini adalah kakak kelas.
Iya. Kakak kelas yang waktu lalu mengajak [full name] pacaran.
"Aku sangat kesal melihatmu ternyata dekat dengan [name]."
Tsukishima Kei berhenti melangkah dan menyisakan jarak tiga langkah untuk meladeni. Walaupun sebenarnya dia bisa saja tak usah meladeni, tapi begitu nama [name] disebut, maniknya jadi bersiap tajam.
"Memang kau ini siapanya, sih? Kakaknya?" Kakak kelas itu melipat tangan. Meskipun ia menatap Tsukishima dengan agak mendongak, wajahnya tetap dibuat mengintimidasi, "waktu itu pun kau terlihat sangat tidak suka, padahal itu urusanku."
Tsukishima tersenyum remeh, "Tentu saja tidak suka. Kau terlalu memaksa. [Name] sendiri kan tidak mau bicara denganmu berdua."
"Tapi kau terlalu banyak bicara, terlalu ikut campur."
"Memang kenapa? Dia itu temanku," Ikut melipat tangan dengan senyum remeh yang masih terpasang, Tsukishima melanjutkan, "ah, kau bicara begini hanya karena malu ditolak di depan teman-temanku, kan?"
Alis kakak kelas yang bertekuk tajam itu berkedut mendengar respon Tsukishima yang agak tepat di hatinya.
"Maaf, deh, melukai harga dirimu," Setelah mengendikkan bahu, Tsukishima membetulkan kacamata, "tapi, yah, setidaknya dari itu aku jadi tau. Setelah ditolak di hadapan teman-temannya, kau langsung melabraki mereka yang telah melihatmu ..."
Kakak kelas itu terlihat seperti makin tersulut, sementara Tsukishima makin melebarkan senyumnya dan berucap, "Kau ini cupu, yah."
Bugh!
"Sial! Berani-beraninya kau sama kakak kelas?!"
Tsukishima menyeka pipi kirinya yang tertonjok. Agak kaget karena perlakuan tak terduga itu.
"Adek kelas ini songong juga, ya," Ini celetukkan dari teman kakak kelas yang sedari tadi diam menyimak. Langsung bisa menyimpulkan tujuan temannya yang tiba-tiba minta ditemani bertemu adik kelas. Ternyata untuk memberi pelajaran.
Tsukishima yang merasakan nyeri dipipinya itu akhirnya hanya bisa menarik kecil senyum remehnya, "Apa gak makin malu, Kak, udah ditolak, ngelabrak orang yang lagi sendirian, bawa-bawa temen lagi."
Kakak kelas yang kembali tersulut dan melayangkan tinju lagi, berhasil dihindari oleh Tsukishima dengan memundurkan wajah tingginya. Namun karena lawannya ada dua orang, Tsukishima tak berhasil menghindari pukulan teman lawannya di bagian perut. Akhirnya Tsukishima terbungkung sambil memegangi perutnya, dan hal itu dimanfaatkan oleh musuh utamanya untuk menampar wajah yang tadi tertinju.
Pukulan dari teman kakak kelas itu kembali akan menghantam perut Tsukishima kalau saat itu tidak ada yang menginterupsi.
"Hei!"
Kedua kakak kelas itu terjeda dan menoleh, maniknya mendapati sesosok perempuan yang cukup familiar.
Sedang memegang tongkat baseball yang terseret ke tanah, dengan kedua alis mengkerutnya yang menghiasi manik tajam biru laut.
Liziaslav Kanbara.
"Aku akan laporkan hal ini ke guru kalau kalian berani muncul di hadapanku lagi," Ujar Lizie tersebut, masih berdiri di tempatnya.
Panik dengan hadirnya sang batter yang sering dibicarakan dengan tongkat baseball andalannya dan kalimat ancaman, kedua kakak kelas itu pun langsung mendecak lalu melarikan diri dari sana.
Meninggalkan Tsukishima Kei di tempatnya yang masih terbungkuk memegangi perutnya. Dari sudut bibirnya terdapat bercak merah walau tak terlalu banyak. Anak lelaki itu perlahan-lahan coba untuk menegakkan diri. Sementara Lizie melangkah menghampiri.
"Apa yang terjadi?" Tanya Lizie dan menghentikan diri ketika sudah di hadapan teman sekelasnya itu.
Tsukishima tentu saja tak menjawab. Anak itu hanya bisa menutupi sudut bibirnya dan memegangi perutnya dengan tangan yang berbeda.
"Dia kakak kelas yang mengajak [name] pacaran itu, kan?" Lizie berucap lagi, menggerakkan kepala ke arah perginya kedua kakak kelas tersebut, "kenapa dia tiba-tiba memukulimu?"
Masih tak mendapat jawaban, Lizie itu kembali menekukkan kedua alis dan berucap, "Apa kamu sendiri yang mulai karena gak terima pacarmu didekati, heh?"
Ucapan tersebut membuat Tsukishima entah kenapa jadi kesal. Apalagi Lizie mengatakannya dengan wajah yang seperti mengejek.
"Bukan urusanmu," Itu responnya. Tsukishima kemudian berjalan dengan menahan rasa sakit. Meninggalkan Liziaslav Kanbara dengan wajah kesalnya.
.
.
.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro