Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

22. (十)

Kedua anak menginjak remaja itu kembali berdiri berhadapan. Walau tidak setinggi Tsukishima Kei, [name] tetap dibuat menengak saat menatap wajah anak lelaki di hadapannya.

"Uh, jadi ... Aku tadi mengunjungi kelasmu dan melihatmu. Kamu terlihat sangat cantik memakai baju ini," Anak lelaki itu mulai mengutarakan apa yang ingin dia sampaikan dengan agak canggung tapi tetap lancar mengeluarkan suaranya.

"Aku baru bertemu denganmu saat ini, tapi ... Dari pertama bertemu saja sepertinya aku sudah suka padamu," perasaannya ternyatakan dengan jelas. Iya. Bahkan sudah jelas sekali terlihat dari awal ia meminta [name] bicara padanya.

Anak tingkat dua dan tiga mungkin sudah tak asing dengan kondisi seperti ini.

Tapi tentu saja berbeda dengan [full name].

"Ah ... Terimakasih?"

Bahkan gadis kecil itu tak tau harus merespon apa. Yang bisa diucapkannya adalah terimakasih karena sudah memberikan kalimat pujian untuknya tadi.

"Jadi ... Kamu tau ..." Anak lelaki itu masih belum mengerti, bahwa di antara mereka berdua ada perbedaan pemahaman, "apa ... Aku bisa jadi pacarmu?"

[Name] diam.

"A-ah, nanti aku akan mengantarmu pulang setiap hari, nanti kita bisa makan setiap istirahat, dan main setiap minggu ..."

Laki-laki itu dipenuhi semburat.

Beda dengan [name]. Gadis itu bahkan tak tau bahwa dikondisi seperti ini, ada suatu perasaan panas yang bisa membuat seseorang melarikan diri atau mengubur diri saking terasa gelinya.

"Namamu siapa?"

"Ah, iya! A-aku Daiki, kamu bisa panggil aku seperti itu."

Mendehem panjang, [name] tampak bingung bagaimana untuk merespon. Dan hal seperti ini, diartikan Daiki sebagai proses penolakan.

"Kenapa? Kamu gak mau pacaran denganku?"

[Name] masih terdiam. Justru permasalahannya adalah kalimat itu.

Pacaran ... Itu hal yang seperti apa?

"[Full name], namamu itu, kan? Kamu cantik, aku sangat suka padamu," Entah karena tak sabar, Daiki kini agak maju. Bahkan sampai berani memegang kedua pundak gadis kecil di hadapannya yang terlihat kaget dan bingung.

"Aku mohon, jadilah pacarku!"

[Name] baru pertamakali merasakan perasaan tak enak seperti sedang sangat terancam seperti ini. Entah apa yang diminta Daiki itu, tapi rasanya pemuda kecil itu sangat ingin melakukannya. Itu pikiran lugu [name].

Memang idealnya dia bertanya dulu. Apalagi pernah suatu waktu Hinata Shouyo, Tsukishima Kei, dan Hitoka Yachi pernah membahas hal pacaran ini. [Name] hanya tidak tau bahwa kondisi ini akan terjadi padanya juga.

Gadis itu kini makin merasa tak enak sebab Daiki kembali menagih jawaban. Terlebih, seperti kata Tsukishima.

[Full name] adalah orang paling baik.

"U-um, aku--"

"[Name]?"

Kedua anak berlawanan jenis itu menoleh ke sumber suara lain yang memotong tadi. Langsung didapati sosok anak perempuan berambut putih sebahu.

Liziaslav Kanbara.

[Full name] mengenalinya.

Tapi ternyata, pemuda kecil bernama Daiki itu juga mengenali Liziaslav, maka dari itu ia langsung melepaskan tangannya dari bahu gadis di hadapannya, "Kau ..."

"Sedang apa di sini? Biasanya bersama Si Mata Empat?" Ujar Lizie, makin mendekat hingga kini berdiri di antara mereka berdua.

Daiki jelas kaget. Dia kenal adik kelasnya satu ini karena sering disebut-sebut sebagai batter terbaik kelas dua. Selain itu, dia juga mendengar gosip bahwa Lizie tidak bisa diremehkan begitu saja. Karena pukulannya kuat, isu bahwa Lizie bisa memukul siapapun sampai babak belur pernah didengarnya.

Tapi sama seperti Daiki, [Full name] juga sangat kaget mendapati kakak kelasnya satu ini menyapanya. Bahkan sampai menanyakan Tsukishima Kei.

Lizie yang mendapat respon seperti itu pada kedua lawannya, hampir ketauan mendecak kesal. Dia tak sangka [name] malah ikut-ikutan kaget.

Akhirnya Lizie pun bersuara lagi, "ayo [name]. Tadi Tsukishima mencarimu."

Tau bahwa [full name] tak akan paham secepat itu, Liziaslav Kanbara pun langsung menarik tangan gadis kecil tersebut. Lalu membawanya seraya pamit begitu saja pada kakak kelas bernama Daiki itu.

***

"... Kei nya di mana, Kak?"

[Full name] bercelinguk menelusuri eksistensi-eksistensi yang ada di sana. Mencari di mana gerangan Tsukishima Kei yang biasanya terlihat mencolok karena jangkung.

Beda dengan [name], Liziaslav Kanbara, gadis satu lagi yang membawa adik kelasnya itu tampak mengerutkan dahi karena heran.

"Gak ada," jawab Lizie itu tegas tanpa kalimat ambigu lain. Membuat [name] jadi menatapnya bingung.

"Tsukishima Kei gak ada. Aku gak bermaksud membawamu ke dia," terang gadis itu.

"Oh ..." Makin membuat [name] terbingung.

Sadar bahwa gadis di hadapannya ini tak mengerti, Lizie itu membuang napas pelan, lalu kembali menjelaskan niatnya, "Aku hanya membantumu menghindar dari kakak kelas yang tadi."

Iya. Itu murni niat sesungguhnya. Sebab saat pertama kali Lizie melihat [full name] di sana dengan anak laki-laki, ia tak bisa mengabaikannya.

Walaupun memang niat awalnya hanya mengamati dan mencari celah agar bisa mengejek Tsukishima Kei karena Lizie tau bahwa sepertinya cowok itu punya hubungan yang spesial dengan [full name], tapi niat menolongnya sekarang ini juga sungguhan.

Lizie hanya merasa, gadis kecil ini tak nyaman. Dan tak seharusnya berada dikondisi seperti tadi.

"Tapi aku hanya bisa membantumu untuk saat ini. Sepertinya dia akan menagih jawabanmu besok-besok, jadi pikirkan jawaban yang tepat," ujar Lizie. Kali ini bicaranya panjang. Yakin sekali apabila Tsukishima Kei yang mendengarnya, cowok itu malah hanya akan menghina.

Tapi tentu saja tidak dengan [name], "... Makasih, Kak. Aku hanya tak tau tadi harus menjawab apa."

Lizie tatapi raut yang nyata terlihat bingung di wajah manis adik kelasnya. Berikutnya menyeletuk, "Karna sudah ada Tsukishima, kan?"

"Huh?"

Lizie membawa pandangannya ke stan-stan ramai tak jauh di hadapannya. Mereka kini ada di depan gedung sekolah, di mana stan-stan makanan berjejer menyesaki.

"Bilang aja kamu udah pacaran sama Tsukishima tadi," sambung Lizie. Memberi bantuan opsi jawaban.

Namun ... Entah [name] ini sedang merasa tak nyaman dengannya, atau memang gadis kecil ini sedari tadi memasang wajah bingung, ya, keliatannya seperti itu.

Hingga beberapa detik berlalu, Lizie akhirnya mengerti sikap [name] ini.

"Memang pacaran itu seperti apa, Kak?"

Iya. Ternyata disitu masalahnya.

Lizie menghela napas. Tak ia sangka gadis kecil ini ternyata selugu itu.

Heran juga, kenapa bisa-bisanya anak nyebelin dan tukang ejek seperti Tsukishima berteman sama gadis sebaik ini. Itu yang ditanyakan dalam hatinya.

"Kakak itu bilang, dia suka padaku, lalu mengajakku menjadi pacarnya. Tapi habis itu apa kalo aku menjawab iya?" [Name] akhirnya menanyakan kebingungannya sejak tadi.

Lizie kembali membuang napas. Gadis ini benar-benar masih bersih.

"Kamu gak tau arti suka sama seseorang?" Lizie malah menambah pertanyaan bagi [name] kecil.

"Aku tau–"

"Gak. Suka yang dia maksud bukan sekedar suka seperti yang kamu pikirin."

[Name] makin mengerut bingung.

"Dia suka kamu, dan gak akan mau dijadiin sebatas temen doang. Dia mau status pacaran, di mana kalian bisa saling mencintai," jelas Lizie. Mungkin ini pertama kalinya ia menjelaskan hal sekonyol percintaan ini pada bocah yang tak mengerti apa pun.

Mendesah karena masih mendapati raut bingung pada wajah [full name], Liziaslav pun menutup obrolan.

"Kalau masih tak mengerti, tanyakan saja pada Tsukishima. Dia sepertinya bisa menjelaskannya dengan baik."

Dengan itu Liziaslav Kanbara pergi dari sana.

.

.

.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro