Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

20. (八)

Tsukishima Kei menghela napas samar. Tangannya kemudian terulur lagi untuk menyentuh buku-buku, lalu menegakkannya.

Di perpustakan dia berada.

Kemarin setelah dipergoki oleh beberapa orang memecahkan kaca jendela lantai tiga, ia dan teman-temannya yang terlibat jadi tidak bisa melarikan diri. Kini berjalanlah hukumannya, tiga hari memberesi seluruh rak buku-buku di perpustakaan selama jam istirahat dan sejam setelah sepulang sekolah. Lalu tentu saja menuliskan permintaan maaf di 50 lembar kertas.

Taruhan mereka kemarin menang di skor terakhir yang sama yaitu 6-7. Liziaslav Kanbara juga mengatakan tidak akan menyuruh mereka piket lagi.

Tapi dengan hukuman dari guru ini, mereka jadi terlihat sama saja sedang mengerjakan piket. Walaupun lebih mending dari pada harus membersihkan toilet.

Berpindah ke rak berikutnya, Tsukishima tersentak kala melihat Liziaslav Kanbara ada tepat di seberang rak tersebut. Mereka tidak bertatapan lama, dan langsung saja memberesi dua bagian sisi yang berlainan itu.

Lizie dengan wajah tanpa ekspresinya. Sementara Tsukishima dengan wajah malasnya.

"Tsukishima, kamu mau minum tidak? Aku mau membelinya sebentar di luar," ujar seorang anak laki-laki lain yang masuk ke baris rak Tsukishima.

"Boleh. Aku mau air mineral saja," sahut Tsukishima itu, masih sambil merapikan buku-buku dihadapannya.

Arata Yamada, baru saja akan berbalik untuk membeli minuman, namun begitu menyadari adanya kehadiran lain di seberang rak mereka, pemuda itu lantas berucap.

"Wah, kamu sengaja depan-depanan sama Lizie biar bisa berduaan apa gimana, Tsukishima?" ledek cowok itu. Menambahkan sebuah kekehan yang cukup menyebalkan.

"Depanku cuman buku, tuh," balas Tsukishima, sedari tadi bahkan tidak melirik cewek di sisi sana.

Terkekeh, Arata makin mendekatkan diri ke sebuah rak berongga di mana ia bisa melihat wajah Lizie itu, "kamu haus, gak, Liz?" tanyanya dengan senyum miring.

"Gak, makasih," jawab Lizie itu cepat tak main-main.

Arata terkekeh lagi, "siapa lagian yang mau beliin kamu. Cuman nanya aja, kok," ujar cowok itu dengan menyebalkan, "semangat beresin bukunya, kalian berdua. Jangan sampai mojok, ya. Hahaha."

"Sinting," umpat Tsukishima seraya melirik kepergian Arata melalui ujung matanya. Anak laki-laki jangkung ini kemudian kembali memfokuskan diri pada buku-buku di hadapannya.

Begitu pun Liziaslav Kanbara di rak sebelahnya.

***

Di hari-hari berikutnya, bel istirahat sangat cepat sekali terdengar. Membuat Tsukishima Kei dan teman-temannya mendesah saat itu juga.

Dan di sini lagi, lah, mereka berada. Perpustakaan di jam istirahat jadi terlihat lebih ramai. Buku-buku di sana sudah cukup acak-acakan lagi padahal sepulang sekolah kemarin juga telah mereka rapikan.

Tsukishima Kei mulai merapikan kembali buku dari yang ia lihat pertama kali saja. Berikutnya baru berpindah.

Sudah tiga hari ini Tsukishima Kei tidak pernah lagi menghabiskan waktu istirahatnya bersama [full name]. Bahkan pulang pun tidak. Walau gadis kecil itu pernah sekali ingin menungguinya, tapi Tsukishima tetap menyuruhnya pulang.

Maksudnya, Tsukishima tentu saja tidak akan membiarkan [name] menunggunya di perpustakaan selagi ada teman-temannya seperti Arata Yamada dan Tamaki Nagi yang waktu itu menggodai gadis kecil itu. Maka, tentu akan lebih baik jika Tsukishima pulang sendiri saja. Walau ia jadi tampak kesepian di perjalanan pulangnya.

Di sisi lain, Liziaslav Kanbara sudah mulai memberesi rak lain setelah beberapa menit berlalu di rak sebelumnya.

Sudah dua hari dan akan menjadi hari ketiga juga ia izin dari klub baseballnya karena menjalankan hukuman ini. Jika disebut menyesal, tentu anak gadis itu menyesal. Dengan menyasarnya bola hasil pukulannya, itu berarti ia masih harus dan lebih lagi berlatih.

Bahkan saat pelatihnya mengetahui bahwa pukulannya menyebabkan kaca jendela lantai tiga pecah, Lizie langsung dihadiahi sebuah ceramah. Pelatih itu bilang, ia menyayangkan Lizie yang tidak fokus pada saat itu.

Dan gadis kecil itu tertegun.

Pelatihnya itu bahkan bisa paham bahwa ia memang sedang tidak fokus.

Maka dari itu, gadis bermarga Kanbara tersebut menyesali dirinya yang seperti ini.

Hanya karena Tsukishima Kei yang sedang jadi pitcher ... Lizie sampai harus kehilangan fokusnya.

***

Liziaslav Kanbara mengambil semua buku yang ada dimeja pengembalian dan membawanya dalam troli. Dia sortir lebih dulu buku jenis apa yang tertumpuk di sana sebelum membawanya ke rak kategori.

Ini akan menjadi terakhir kalinya mereka memberesi buku di perpustakaan.

Sibuk bolak-balik memberesi buku-buku, Lizie terkaget kala dirinya menemukan seseorang di barisan rak paling pojok. Sosok perempuan itu sedang duduk di kursi, kepalanya dijatuhkan di atas meja.

Padahal bel pulang sudah berbunyi hampir dua puluh menit yang lalu, dan perpustakaan telah tutup menerima peminjam atau pengembalian. Tapi kenapa ada sosok lain selain anak yang sedang di hukum di sini?

Tak mau peduli banyak, Lizie segera menata kembali buku-buku cukup berat di tangannya pada rak di belakang gadis tersebut. Namun, walaupun suara-suara buku yang bertabrakan itu terdengar nyaring karena perpustakan sedang sangat sepi, sosok itu tidak terlihat terganggu.

Merasa bahwa sosok perempuan itu ketiduran hingga tak menyadari bel telah berbunyi, Lizie berniat akan membangunkannya.

Namun jadi urung begitu saja, saat Lizie mengetahui wajah siapa yang tertutupi helaian rambut tersebut.

"Liz, aku sudah selesai. Mau buku--"

"Sst."

"--laporannya, dong ..."

Tamaki Nagi dibuat berbisik berikutnya. Kemudian baru menyadari adanya eksistensi lain di sana, "siapa?" Tanyanya sambil menggerling pada sosok itu.

Terdiam sejenak sambil melirik wajah samar yang tertutupi helaian rambut tersebut, Lizie kemudian bergerak mendorong tubuh Tamaki agar kembali, "temanku. Jangan diganggu, dia sedang menungguku."

"Hee?"

Setelah membawa tubuh Tamaki menjauh dari baris rak di sana, Lizie kemudian mengambil sebuah buku laporan, "hukumanmu sudah selesai. Kamu bisa pulang sekarang," ucap anak gadis itu. Menulis beberapa laporan di buku yang sudah diamanahkan guru pemberi hukuman agar ia yang mengontrolnya.

"Hehe, oke, oke, aku pulang duluan, ya," Tamaki Nagi kemudian pergi dari sana setelah dapat konfirmasi dari Lizie.

Menutup bukunya, Lizie menghela nafas.

Berikutnya ia melangkah untuk mencari eksistensi jangkung yang ia yakini belum menyelesaikan hukumannya.

"Cewekmu nungguin tuh dari tadi di rak pojok," ujar Lizie begitu eksistensi Tsukishima Kei ditemui dalam baris-baris rak.

Tampak tak peduli awalnya pada apa yang diucapkan Lizie, namun begitu menyadari siapa yang mungkin dimaksud gadis itu, Tsukishima lantas meninggalkan rak tersebut.

Kakinya melangkah menyusuri rak-rak yang berbaris rapi. Saat sampai di ujung, sepasang manik yang di bingkai kacamata itu sontak melebar. Detik berikutnya kembali melonggar bersamaan dengan alisnya. Kaki jangkung itu melangkah makin mendekat.

Tangan kiri Tsukishima menumpu badannya di atas meja, sementara tangan kananya bergerak menyingkirkan helaian rambut menutupi wajah yang sudah tertebak itu dengan lembut.

[Full name].

Entah sejak kapan gadis kecil itu menunggunya di sini hingga ketiduran.

Tsukishima lantas melukis senyum. Padahal ini hari terakhirnya mereka tak dapat pulang bersama, tetapi gadis kecil itu sudah tak tahan ingin pulang bersamanya ternyata.

Mendengus geli, Tsukishima kemudian mengusap kepala [name]. Membuat gadis kecil itu lantas terbangun.

"... Kei? Apa sudah selesai?" ucap [name] sambil mengusap mata, menyenadakan sinar kesorean yang tembus melalui kaca.

"Kamu ini ... Kenapa ngeyel gak mau pulang duluan, hm?" balas Tsukishima Kei, menarik kursi di samping [full name], dan melakukan beberapa obrolan kecil di sana sambil terkekeh.

Liziaslav Kanbara yang memperhatikan hal itu dari balik rak, lantas membuang nafas.

.

.

.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro