Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

18. (六)

Kelas Tsukishima Kei sedang ramai. Belum ada tanda-tanda guru akan masuk lagi setelah guru terakhir mengundurkan diri limabelas menit yang lalu. Hal itu tentu saja membuat teman-teman sekelasnya bertindak bebas. Meluyur ke kantin, tidur di atas meja, makan, membentuk kumpulan, dan semacamnya.

Tsukishima pun termasuk seseorang yang memanfaatkan waktu kosong  sekehendaknya. Laki-laki yang beranjak remaja tersebut memangku salah satu sikunya pada kusen jendela yang mengarah kelapangan. Tangan yang lain terlipat.

Terlihat asik sekali Tsukishima itu dengan kegiatannya. Padahal ketika temannya melihat apa yang dipandang pemuda kecil itu tadi, Tsukishima hanya terlihat melamun memandangi luar.

Itu kalau mereka tidak tau jika atensi Tsukishima, lah, yang menipu. Buktinya, saat anak laki-laki berhelai ruby yang waktu lalu kerja kelompok di rumahnya, pemuda kecil itu tau apa yang sedang dilihati Tsukishima begitu menyadari sebuah siluet tubuh dari kejauhan tersebut.

"Tsukishima, Tsukishima, masih aja selalu ngelak kalo ditanya suka apa engga, tapi terang-terangan gini ngeliatinnya," celetuk pemuda kecil berambut merah tersebut. Membuat Tsukishima Kei tersentak.

"A-apasih? Tiba-tiba ngomong ngawur," cibir Tsukishima. Namun kemudian, atensi itu berlabuh lagi mengikuti siluet tubuh di lapangan yang sedang berlari.

"Tuh, kan. Gak mau ngaku, tapi giliran aku yang deketin kamu gak suka," ujar lawan bicara Tsukishima, "atau jangan-jangan kamu masih belum ngerti maksud aku suka sama dia itu?"

"Berisik, tau."

"Haha, dasar."

Masih menatapi sosok kecil di lapangan, Tsukishima Kei menggumam dalam hati. Pemuda kecil namun jangkung itu merasa kesal saja pada temannya yang sok-sokan mengecilkan dirinya dalam mengetahui makna 'suka'.

Yah, walaupun belum mengerti dengan jelas. Intinya, semua ciri hal yang bisa disebut 'suka' itu telah dialaminya pada seorang gadis kecil yang cukup lama ini selalu bersamanya. Dan perasaan itu disadarinya ketika ada teman seangkatannya yang menyatakan perasaan padanya di akhir semester kemarin. Awalnya, Tsukishima juga bingung dengan apa yang dimaksud perempuan asing tersebut sangat mengucakan kalimat, 'aku suka padamu. Ayo kita pacaran.'

Namun saat memberitahukan hal tersebut pada kakaknya, Tsukishima menjadi sedikit paham.

"Suka yang dimaksud dia, itu mungkin suka terhadap lawan jenis. Kei, kamu pernah merasa berdebar saat dekat dengan perempuan sekelasmu?"

Tsukishima yang masih polos pun menggeleng.

"Kalau kamu merasa debaran jantungmu jadi cepat ketika dekat-dekat dengan lawan jenis, artinya kamu mungkin suka dengannya."

Masih coba memahami arti, Tsukishima kecil terlihat mengerutkan alisnya.

"Huh, pokoknya kamu bisa ngerasain sendiri nanti. Begitu juga arti pacaran. Kamu boleh belum tau!"

Dan penjelasan minim dari kakaknya tersebut, berhasil disadarinya saat [full name] tersenyum manis padanya sambil mengucapkan selamat tahun baru kemarin.

Tsukishima belum mau meresmikan perasaannya. Tapi ia mengakui bahwa selalu ada hal-hal seperti jantung berdebar dan perasaan aneh lainnya ketika bersama [name].

'Tapi apakah perasaan ingin kabur di hal-hal tertentu saat bersama [name] juga termasuk suka?' Tanya pemuda kecil itu dalam hatinya.

Berikutnya Tsukishima Kei tanpa sadar melukis senyum. Entah kenapa merasa malu mengingat dirinya yang waktu itu dikira [name] takut karna tiba-tiba menarik selimut dan membungkus dirinya sendiri saat gadis tersebut tidur di sebelahnya.

"Serius deh, Tsuki. Kamu itu udah jelas-jelas suka sama dia, kan? Siapa namanya?" Pemuda kecil berambut merah kembali berucap setelah menangkap senyum Tsukishima pada kerumunan yang sedang olahraga di bawah tersebut, "[full name], ya?"

"Dia orangnya lucu, aku juga bisa ngerti sih kenapa orang kayak kamu suka sama dia. Manis banget."

Tsukishima sontak menoleh, tanpa disadari kedua alisnya menekuk, "berisik, Tamaki."

Alih-alih terdiam, Tamaki Nagi itu malah menggelengkan kepala sambil tersenyum.

"Hei."

Kedua pemuda di sana menoleh ke belakang. Di mana ada satu gadis kecil namun dengan aura kuat berdiri. Tsukishima yang melihat itu, langsung berlagak tidak peduli dan kembali membelakangi.

"Ada apa, Lizie?" Tanya Tamaki, tampak lebih ramah dibanding sikap Tsukishima.

Sayangnya, dibalas kejam oleh Liziaslav Kanbara tersebut, "aku punya urusan denganmu, Mata Empat," ujarnya langsung to the point sambil menatap kepala pirang yang membelakanginya.

"Jadwal piketku bukan hari ini, tuh?" sahut Tsukishima langsung pula. Sebab seolah sudah biasa, Liziaslav ini pasti akan datang secara menyebalkan padanya jika jadwalnya Tsukishima piket. Seperti waktu lalu yang sampai diteriaki Arata dan teman-teman sekelasnya dari lantai dua, bahkan dipergoki [full name] pula.

"Aku mau membicarakan hal lain," ujar Liziaslav lagi.

"Mending kamu ambil lagi aja sepatuku, aku gak ada waktu bicara sama kamu."

"Tsukishima Kei, aku mau bicara."

Pemilik nama melebarkan mata. Bukan, bukan karna gadis mengganggu di belakangnya. Tsukishima Kei melebarkan mata karna ia menyadari, jantungnya kembali terasa berdebar saat melihat siluet [name] loncat kegirangan sehabis melakukan olahraga lari. Sebab entah kenapa, Tsukishima sudah bisa membayangkan wajah apa yang akan dilihatnya nanti dari gadis kecil tersebut saat mereka bertemu.

"Tsukishima Kei."

"Oi, Tsuki, udahan dulu liatinnya. Lizie kayaknya pengen bicara serius," Tamaki berbisik sambil mencuri padang pada Liziaslav Kanbara tersebut.

Melunturkan senyum kecilnya yang terlukis saat membayangkan reaksi [name] tadi, Tsukishima pun menoleh. Langsung dengan muka yang jutek, "ngerepotin."

Akhirnya, kedua manusia yang sama-sama beranjak remaja tersebut keluar dari kelas untuk kemudian berbicara berdua saja.

Ini hampir sama seperti waktu Lizie memarahi Tsukishima karna tak piket. Namun apa yang dibahas oleh Lizie tampak berbeda dari biasanya.

"Ulurin tangan kamu," titah Lizie tiba-tiba saat mereka sudah saling berdiri berhadapan.

Tsukishima yang heran tentu saja melayangkan protes, "apa lagi, sih? Mau ngapain?"

"Cepet ulurin aja tangan kamu! Susah banget!"

Walau sebenarnya Tsukishima sangat tidak suka diperintah, apalagi dengan cewek di hadapannya ini, tapi menunda-nunda waktu malah jadi opsi yang paling menyebalkannya dibanding harus menurut. Jadilah, anak lelaki jangkung itu mengulurkan tangannya.

Langsung disambut Lizie dengan uluran tangan yang sama. Dipikir Tsukishima, gadis kecil itu akan menyalami tangannya dengan keras seperti yang pernah dilakukannya waktu lalu. Tapi ternyata, gadis kecil itu kali ini hanya menaruh sesuatu di atas telapak tangan sang lelaki.

"Ganti uang taksi yang kemarin. Aku malas banget punya utang sama kamu!" Ujar Lizie, saat berhasil mendapati tatapan heran Tsukishima kala melihat beberapa lembar uang di tangannya.

"Oh," Tsukishima menyunggingkan senyum sarkasnya, "iya, iya. Orang sok kayak kamu pasti ngerasa rendah kalo dapet bantuan dari aku."

Karena sudah biasa berdebat tajam dengan lelaki dihadapannya, Lizie saat ini hanya menatapi wajah menyebalkan Tsukishima Kei dengan wajah tajam.

Tanpa berniat membalas sindiran untuknya tadi, Lizie mengucap satu patah kata lagi, "m-makasih."

Sebelum kemudian pergi dari sana.

Dan tingkah laku yang seperti ini, lah, yang membuat Tsukishima sebal pada gadis itu. Selalu berbuat seenaknya, selalu sok mendominasi dan sombong.

Lizie sering memarahi anak-anak laki-laki dikelasnya karena tak piket atau berisik. Dia tak pernah takut dengan lawan jenis, yang dilakukannya justru adalah membalas langsung, seperti menginjak kaki, menyita barang-barang dan lain sebagainya yang dilakukan dengan wajah menyebalkannya.

Tsukishima kesal sekali dengan gadis ini karena dia seperti tak kenal takut dan menimbulkan sosok sok keren yang sangat menyebalkan.

Seperti saat ini.

Disaat Tsukishima sejak tadi terpaksa mengikuti kemauannya untuk berbicara berdua serta mau-mau saja mengulurkan tangannya, sekarang gadis songong itu dengan seenaknya pergi begitu saja.

Membuat Tsukishima Kei mendecak kesal. Dia seperti tak bisa berbuat hal lain di hadapan cewek itu.

"Mengganggu," desis Tsukishima. Dengan wajah kesal ia berbalik kembali ke dalam kelas.

***

"Keiiiiii!"

Tsukishima Kei mendengus geli, seraya itu melukis sebuah senyum. Sudah ia duga sekali [full name] akan seperti ini tadi.

Rasanya, semua lelah Tsukishima menjalani kelas hari ini langsung luntur kala kehadirannya di depan pintu gerbang disambut oleh suara riangnya [name].

"Kei, kamu tau? Tadi aku jadi pelari tercepat, loh, diantara teman-temanku!" ujar gadis kecil itu. Membuat Yamaguchi Tadashi dan teman-temannya yang lain tersenyum saja melihat sikapnya.

"Benarkah? Memang berapa rekormu?" tanya Tsukishima, berpura-pura kaget dan tak percaya. Padahal ia sudah memerhatikan gadis kecil itu selama di lapangan tadi.

"Um, aku lupa, tapi pokoknya pak guru bilang, rekorku yang paling cepat!"

"Kalo gitu kamu harus tanding sama aku, [name]," Hinata Shouyo ikut menyambung percakapan.

Tsukishima dengan mood baiknya membalas, "abaikan aja suara yang mengajakmu itu [name]."

"Cih. Bilang aja masih malu, kan, dikalahkan olehku waktu itu?" balas Hinata tak mau kalah.

"Apa kamu mau crepe, [name]? Aku akan belikan sebagai hadiah atas kerja kerasmu."

"Oi, jangan mengabaikanku Tsukishima teme!"

Hinata Shouyo sepanjang perjalanan akhirnya hanya bisa mendumel sendiri tanpa adanya balasan. Sebab Tsukishima Kei yang berjalan di depannya bersama [full name] entah kenapa tampak sangat cerah saat ini.

Dan hal tersebut membuat Yamaguchi Tadashi dan Hitoka Yachi di belakang mereka melemparkan senyum satu sama lain. Sudah sejak dulu mereka setuju. Bahwa mood Tsukishima Kei sangatlah bergantung kepada pembawaan [full name] juga.

.

.

.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro