16. (四)
Pada hari ini, pagi-pagi sekali sekolah sudah lebih ramai dari biasanya. Bendera berwarna-warni telah terpasang indah menghias lapangan sepak bola. Sebuah tulisan berlafalkan 'semangat' juga tertulis cukup besar di tanah mengisi lapangan.
Benar. Kemeriahan ini adalah karna hari ini festival olahraga akan dilakukan.
Seluruh kelas, hari ini akan lebih banyak menghabiskan waktunya dibawah terik matahari sambil berjuang membawa kemenangan lomba.
Beberapa yang menjadi peserta, sudah melakukan pemanasan di pagi ini.
Namun walau berhasil berangkat lebih awal, [full name] bukanlah menjadi peserta.
Dirinya hanya ikut-ikutan berangkat awal karna teman-temannya ada yang berpartisipasi dalam lomba. Hinata dan Tsukishima misalnya.
Kedua sahabat itu ikut dalam lomba lari estafet. Sama-sama pula menjadi anchor. Jadi, sudahlah diharuskan [name] ikut serta membantu menyemangati dalam pelatihan untuk kedua sahabatnya itu pagi ini.
"[Name], menurutmu siapa yang akan menang?"
Hinata tiba-tiba bertanya saat menyudahi pemanasannya dan berganti meneguk minum di samping gadis kecil itu.
"Aku atau Tsukishima?" Sambung anak laki bermahkota orange yang anak-anak rambutnya sudah mulai terlihat lepek akibat peluh.
"Um," [name] menggumam cukup panjang. Dalam kursi yang sedang gadis kecil itu duduki, kakinya berayun, tangannya mengibar-ngibar kecil bendera untuk menyemangati.
"Entahlah," ujar gadis kecil tersebut selepasnya.
Hinata mendengus. Anak lelaki itu menutup botol minumnya dan menaruh di samping [name].
"Lihat ya, [name], aku pasti yang akan menang dan mengalahkan Saltyshima itu!" Ujar Hinata dengan nada berambisi. Dirinya melukis senyum percaya diri sambil membalas tatapan lugu [name] yang sedang memandanginya.
"Apa? Siapa yang akan menang?"
Orang yang dibicarakan tiba-tiba saja datang. Langsung menyambung pembicaraan dia, "heh, kamu? Bakalan menang dari aku?"
Tsukishima Kei itu lukis senyum ejekan pada wajahnya.
Membuat Hinata yang menyadari itu untuknya langsung mendengus, "memang siapa coba yang sering menang lomba lari waktu SD dulu? Kamu? Heh, gak ada dalam sejarah Saltyshima."
Ucapan Hinata tersebut, sukses membuat Tsukishima memunculkan perempatan di keningnya.
"Ya kalo gitu kita liat aja, siapa yang akan menang," putus Tsukishima. Langsung memberikan tatapan tajam pada Hinata Shouyo yang juga menatapinya.
"Nah, kalian berdua yang semangat, ya!" [name] menyeletuk. Mengibarkan kecil bendera pendukung di tempatnya.
Tak menyadari kondisi persaingan antara Tsukishima Kei dan Hinata Shouyo sebenarnya.
***
Waktu terus berdetik. Matahari kian menerik. Manusia di bawahnya makin memekik. Entah sudah seberapa banyak teriakan yang dikeluarkan [Full name] pada festival olahraga pertamanya di jenjang SMP.
Menurutnya, festival olahraga disini lebih menarik dibanding saat SD dulu. Sebab, hampir semua cabang olahraga dapat ditemui. Dan itulah yang membuat [name] menjadi sangat lelah karna terus berkeliling memberi rekannya semangat.
Namun terlewat dari itu, [name] tampak sangat senang.
Di waktu menjelang sore nanti, lomba lari estafet akan dilakukan di lapangan utama.
[Name] yang mulai merasakan lelah, berniat untuk mengambil istirahat di kantin sambil mengisi energi. Sebab, seluruh semangatnya mau ia sumbangkan untuk lomba estafet nanti. Dimana orang-orang bilang, di saat itulah puncak festival olahraga ini ada.
Karna selalu berpencar dengan teman-teman sekelasnya tadi, [name] jadi ke kantin seorang diri. Tidak apa. Sepertinya mengisi energi dengan menyendiri dulu juga tampak nyaman.
Tepat sesuai perkiraan. Kantin saat ini tampak lebih sepi di banding koridor kelas, halaman, dan lapangan. Mungkin karena kebanyakan dari mereka sudah menyiapkan bekal dari rumah lebih banyak khusus untuk hari ini.
Akhirnya dengan membeli beberapa roti dan minuman botol, [name] pun mengambil kursi yang tampak nyaman.
Namun, tepat sesaat setelah gadis itu meneguk minuman dan mulai membuka bungkus rotinya, ia agak di kagetkan dengan seseorang yang menepuk bahunya dari belakang lalu langsung mengambil duduk di kursi sampingnya.
"Kei?"
"Tuh kan, kamu gak bawa bekal lagi."
Tsukishima Kei mendesah begitu maniknya selesai menelusuri roti-roti yang dibeli [name] di atas meja.
"Padahal kamu tau sekarang festival olahraga ..." ujar anak lelaki tersebut. Menatapi si gadis kecil yang masih mengunyah makanan dalam mulutnya.
"Kamu, kan, juga tau seberapa pagi kita berangkat, Kei," balas [name] sesaat setelah menelan makanannya, "jadinya aku gak sempet buat."
Tsukishima menggeleng saja mendengarnya. Paham betul gadis kecil disebelahnya ini suka sekali membuat alasan.
Tak membuat obrolan lagi, Tsukishima pun membuka kotak bekalnya. Berikutnya ia mendorong kotak bekal itu agak ketengah dari jarak mereka.
"Ayo makan bareng aku," ucapnya. Seraya itu memberi pasang sumpit lain yang sengaja ia bawakan. Sebab hal seperti ini, sudah Tsukishima perkirakan sebelumnya.
"Kenapa nawarin aku?" [name] itu malah melontarkan pertanyaan lagi, menatap Tsukishima seperti tak tau maksud, "kamu, kan, yang ikut lomba, jadi kamu yang harus makan banyak."
"Gak ada alesan lain," bantah Tsukishima kemudian, "makan atau aku yang menyuapimu."
"Kei, aku akan sangat kenyang jik--"
"Ini biar kamu punya semangat buat semangatin aku nanti."
[Name] membatalkan ucapannya. Sebagai gantinya, gadis itu kini tatapi terus wajah Tsukishima guna mencari maksud. Namun yang ditatapi malah membuang wajah.
Tsukishima merasa malu dengan pengakuan yang ia sebutkan.
Tapi tak mau tanggung-tanggung, Tsukishima itu tetap melanjutkan dengan lebih mengontrol ekspresinya.
"Kamu ... Bakalan ngedukung aku, kan?" Tanya anak lelaki itu tampak berani. Tampak sekali dari ekspresinya yang menahan semburat sambil menatap [name] di matanya.
"Tentu saja, Kei."
Tapi tak seperti sang lelaki, gadis kecil yang berumur satu tahun dibawahnya tersebut tampak santai-santai saja menanggapi hal itu.
"Aku tetap akan bisa mendukungmu walau hanya makan tiga roti, ko--"
"Bukan," lagi-lagi Tsukishima memotong ucapan [name], "yang kumaksud bukan sekadar itu."
[Name] mengernyitkan dahi sambil memiringkan kepala.
"Kamu ... Akan lebih mendukungku daripada Hinata, kan?"
Tsukishima Kei merasakan hal aneh seperti ini lagi. Dalam jedanya percakapan mereka, Tsukishima sangat heran pada jantungnya yang terdengar sangat berisik.
Juga wajahnya yang daritadi berteriak untuk berpaling.
.
.
.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro