11.
Dua hari lagi adalah saat yang ditunggu-tunggu anak laki-laki yang akan berumur genap sepuluh tahun ini. Namun walaupun begitu, rasa tak sabaran telah merasukinya sesaat setelah mengantar pulang [full name] waktu lalu.
Tsukishima Kei tak sabar menunggu apa yang akan diberi oleh gadis kecil tersebut.
Oh, bukan berarti Tsukishima akhirnya mengharapkan hadiah. Sepertinya anak itu hanya ingin mendapatkan sesuatu dari [name] untuk ia jaga kemudian tak terpaut benda apapun itu.
Dan lebih dari itu, Tsukishima ingin mendengar [name] memberinya ucapan selamat. Hanya dari gadis kecil itu yang paling ia tunggu. Bukan yang lain.
Walaupun sejak dua hari kemarin Tsukishima Kei heran.
Heran karna ia tak mendapati [full name] lagi. Bahkan saat Tsukishima bermaksud untuk melihat sendiri gadis kecil itu di rumanya, [name] tetap tidak terlihat.
Rumahnya selalu kosong tak ada yang menyahut sumringah dengan nada lucu.
Mood Tsukishima kini jadi mendung setelah memikirkannya.
Pergi ke mana [full name] itu selalu menjadi pertanyaannya.
Menatap langit di mana sebuah bulan tak sempurna terlukis bersama dengan para gemerlap kecil, Tsukishima jadi berpikir tentang namanya sendiri. Lalu teringat saat [name], gadis kecil itu bertemu temannya Hinata Shouyo pertama kali.
Tak seperti ke Hinata, [name] seingatnya tak mengatakan suka pada namanya yang mengandung kata bulan.
Apakah gadis kecil itu lebih menyukai matahari ketimbang bulan?
"Cih, matahari itu panas tau," Tsukishima kecil kesal sendiri. Apalagi memang sering sekali mendapati perbandingan matahari dan bulan ketika bersanding bersama Hinata di sekolah.
Merasa mood-nya makin berubah negatif, Tsukishima pun pergi dari jendela kamarnya. Dia melangkah menuju meja belajar untuk mengerjakan tugas. Namun sebelum tangannya berkerja untuk menyiapkan buku-buku, atensi Tsukishima telah lebih dulu mengambil pergerakan.
Manik yang terbingkai kacamata itu menatapi sebuah bungkusan yang terlihat cantik di meja belajarnya.
Itu adalah hadiah yang disiapkannya untuk [full name]. Tsukishima baru saja membelinya saat ada festifal Tsukimi tadi. Membuatnya memunculkan kembali perasaan antusias. Walau beberapa detik kemudian lenyap karna teringat lagi bahwa [name] belakangan ini tak dilihatnya.
Kesal dengan hal itu. Tsukishima Kei akhirnya memutuskan mengambil bukunya saja dan mengalihkan fokus dari hal tersebut.
***
"Selamat bertambah umur, Kei!"
Lilin yang tadinya menyala terang, kini mati tertiup Tsukishima Kei. Anak laki-laki yang kini menginjak umur 10 tahun.
"Selamat ulang tahun, Adikku!"
Akiteru, kakak satu-satunya Tsukishima mengucapkan lagi selamat. Kini dengan tambahan sebuah pelukan pada adiknya.
Namun tak seperti suasana mood orang-orang rumah, Tsukishima yang bertambah umur malah tak tampak semangat seperti biasanya.
Bahkan saat kedua orang tua dan kakaknya memberi sebuah kotak hadiah, anak laki-laki itu tak langsung membukanya seperti tahun-tahun lalu.
"Kamu gak mau buka hadiahnya sekarang?" kakaknya menanyakan hal tersebut.
Dijawab oleh Tsukishima seperti sedang bersikap dewasa, namun sebenarnya anak itu hanya sedang tak mood, "nanti aku buka di kamar saja, Kak."
Sebelumnya, Tsukishima Kei tak pernah merasakan hal seperti ini. Oleh karna itu, dia tak mengerti apapun.
Perasaan ini, membuat strawberry cake di hadapannya menjadi tak semenarik biasanya.
Walaupun begitu, anak laki-laki yang sudah berumur genap itu tetap mencoba untuk memakan kue kesukaannya setelah sengaja dipotongkan oleh mamanya. Dan berusaha untuk menjadi seperti biasa untuk keadaan saat ini di hadapan keluarganya.
Lalu setelah rangkaian acara selamatan kecil itu berakhir, Tsukishima Kei kembali menampakkan lagi wajah kecewanya.
Semua kotak kado itu dibiarkannya di atas tempat tidur. Sementara sang empunya kini sedang duduk di meja belajar sambil memandang bungkusan hadiah untuk [full name].
"Kalo kamu gak inget ulang tahunku, aku juga gak akan mau inget ulang tahunmu."
Gumam anak laki-laki itu. Tsukishima kemudian bangkit dari kursinya dan pergi ke luar kamar.
"Eh, kamu mau ke mana, Kei?" Tanya mamanya yang menangkap anak bungsunya berlari ke luar rumah.
"Keluar sebentar!"
Tsukishima tak perlu izin lebih. Anak itu masih berlari dari rumahnya menuju suatu tempat.
Dalam hati kecilnya, ia terus mengucapkan kata positif untuk membantu dirinya.
Tapi entah seberapa banyak kata itu sudah terucap di hatinya, rumah [full name] yang ada di hadapannya kini masih terlihat kosong.
.
.
.
continue.
sinyalku jelek banget gak bisa load banner:(
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro