23. Hacked
"Sial, datanya susah sekali di-hack!" umpat Harris dengan nada frustrasi, tangannya dengan gesit bergerak di atas keyboard, mencoba memecahkan masalah yang terjadi.
Arjun dan Harris terus fokus menatap layar laptop, tanpa henti mencoba meretas data kepolisian. Waktu terasa berjalan sangat lambat dan usaha mereka tampaknya belum membuahkan hasil.
Namun, suasana yang sibuk di sekitar mereka tidak menghentikan Donna untuk merengek dengan minta dibelikan seblak. Meskipun tahu bahwa Harris tengah sibuk, rasa ngidamnya yang membara membuatnya terus mendorong untuk meminta. Tentu saja, bagi Harris, yang namanya ngidam adalah hal yang sulit untuk dimengerti. Ia pun harus bersabar menjaga ketenangan dan konsentrasinya di antara perangkat keras yang didepannya dan Donna yang merengek.
Sekarang, Donna duduk di pangkuan Harris dengan layar laptop menghadap mereka. Harris membiarkan dagunya bersandar di ceruk leher Donna, merasakan kehangatan dan kenyamanan dari tubuh Harris.
"Harris, mau seblak pakai gula cair...." Donna merengek pada Harris, sambil meraih celana pria itu.
Arjun mencibir dengan santai, "Selera makanmu ini seperti anggota aliran sesat."
Donna menatap Arjun tajam, dengan ekspresi serius. "Diam."
"Suka-suka istri sah Harris saja," decak Arjun dengan senyum nakal.
Harris hanya tersenyum mendengar percakapan mereka. Ia tahu persis betapa unik dan menggemaskannya Donna.
"Istrimu memang menyusahkan," tambah Arjun sambil kembali menatap layar.
Donna yang tak suka bercandaan ini menahan kesabaran. "Harris, masa saya dibilang menyusahkan?"
Harris menghela napas panjang. "Donna, kamu tahu sendiri bahwa ngidammu kali ini memang agak aneh."
Donna mendecak kesal. "Jadi, saya nggak boleh ngidam sesuai keinginan sendiri?"
"Santai, Donna," ujar Harris meredakan situasi.
Namun, Donna sudah tak bisa lagi menahan emosinya. Ia menghentakkan kakinya dan menggebrak meja dengan marah, hingga air mata mulai menitik. "Huaaa, saya pengen seblak!"
Harris akhirnya memindahkan Donna dengan lembut dari pangkuannya ke sofa panjang di samping. Ia membujuk dengan lembut, sambil mengusap air mata di pipi Donna. "Sudah, sudah. Jangan menangis, nanti saya akan belikan."
Donna langsung tersenyum bahagia. "Terima kasih, Harris."
Harris hanya mengangguk dengan wajah datar. "Sana ke kamarmu dulu. Saya sedang mengerjakan sesuatu yang penting."
Donna menggeleng cepat. "Tidak mau. Saya ingin lihat kamu di sini supaya kamu tidak bohong."
Harris mencoba memahami Donna sambil menstabilkan kesabarannya. "Donna, saya tidak akan bohong."
Namun, Donna tetap ngotot. Dia berdiri dari sofa dengan raut wajah yang tak ikhlas. "Hm, baiklah kalau kamu sudah tidak sayang lagi dengan saya!"
"Jangan marah, Donna...."
"Kalau kamu ingin saya tidak marah, cium saya dulu!" seru Donna, berbalik arah dengan wajah berseri.
Harris tidak bisa menahan tawanya. "Baiklah, Baby."
Harris mendekatkan bibirnya ke bibir Donna, menciumnya dengan lembut. Ia lalu melanjutkan dengan mencium keningnya.
"Terima kasih!" seru Donna diiringi ekspresi senang di wajahnya.
Harris mengangguk. "Oke, sekarang masuklah ke dalam. Sudah cukup lama kamu di sini."
"Baiklah, Baby!" seru Donna semangat, lalu berjalan ke dalam kamar.
Sementara itu, Arjun tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. "Wah, Harris. Akhirnya kita berhasil meretas data kepolisian!"
Tampak puas, Harris menatap layar laptop yang menampilkan informasi penting tentang keluarga Mahatma. "Benar, sebentar lagi kita bisa mengungkap banyak hal."
Arjun bersemangat. "Kita bisa merayakannya dengan pesta!"
Harris mengangguk sambil tersenyum. "Iya, kita bisa mempersiapkan sesuatu spesial."
"Betul sekali!" Arjun dengan antusias setuju.
Harris memanggil Donna yang berada di kamar. "Donna, datang ke sini sebentar!"
Donna segera muncul dengan semangat. "Ada apa, Harris?"
"Kita berhasil meretas data kepolisian!" ungkap Harris dengan bangga.
Donna berseri-seri. "Kalian memang luar biasa! Tapi jangan lupa, kamu harus belikan seblak untuk saya ya!"
Harris tersenyum. "Tentu saja, Sayang."
Donna mencium bibir Harris dengan penuh gairah, gerakannya begitu intens sehingga mengungkapkan perasaannya tanpa kata-kata. Semakin lama, suasana semakin memanas ketika bibir mereka bersentuhan, seolah tarikan magnetik mempertemukan mereka dengan lebih dekat.
Jari-jarinya merambah ke rambut Harris, menariknya semakin dekat seakan ingin tenggelam dalam sensasi tersebut. Harris pun dengan bersemangat merespons, tangannya meluncur ke bagian belakang Donna dan berhenti di pinggangnya, menariknya erat ke dalam dekapannya.
Napas mereka berpadu begitu panas dan berat seiring ciuman mereka yang semakin dalam seperti bara gairah yang terus membara di antara mereka tak terkendali oleh kata-kata belaka.
"I love you, Harris."
"I love you too, Donna."
"Haha, kalian berdua memang sangat serasi," komentar Arjun dengan senyum lebar.
***
ANAK BUAH ARJUN (3)
Steven : Gila, cerdas sekali kamu, Yanuar, bisa menipu mereka🔥
Yanuar : Dih, kalau bukan demi menghancurkan mereka, saya tak mau di-make up begitu, bikin kulit saya jerawatan.
Surya : Terus, apa rencanamu selanjutnya? @Yanuar
Yanuar : Ikuti saja dulu alurnya, biarkan mereka saling berspekulasi siapa penghianat yang sebenarnya.
Steven : Bagus, kita jalani saja tugas masing-masing di depan mereka. Saya dan Surya pura-pura tak tahu di depan Arjun kalau kamu hanya pura-pura lebam.
Yanuar : Good, jangan sampai rencana kita terbongkar.
***
"Jevian," panggil Xenon pada Jevian yang tengah membersihkan kolam.
Dengan malas, Jevian menengok ke arah Xenon. "Apa? Jarang sekali kamu memanggil saya."
Xenon mendesah. "Jangan banyak tanya, lebih baik kamu bantu saya membuat Adena senang."
Jevian, yang sedang sibuk menyaring bunga jepun yang jatuh ke kolam, menghentikan gerakannya. Ia berjalan mendekati Xenon sambil menyeka keringat di dahinya dengan handuk yang tergantung di lehernya. "Kamu punya rencana apa?"
"Saya ingin membuat dinner romantis di tepi kolam. Bantu saya angkat meja ke sana." Xenon menunjuk ke tepi kolam renang.
Jevian menggeleng malas. "Kamu yang dinner, tapi saya yang harus repot."
"Jevian, saya masih bersabar denganmu." Xenon berusaha menahan emosinya.
Jevian menghela napas. "Baiklah, baiklah. Tapi, apakah kamu serius dengan Adena? Saya khawatir dia sudah jatuh hati pada kamu, tapi kamu hanya memanfaatkannya."
"Saya serius, Jevian. Saya bahkan sudah menyerah mencari cara agar Adena mau melirik saya. Hanya kamu yang ada di pikirannya. Saya bahkan tidak pernah ada di pikiran wanita itu."
"Wajar saja dia seperti itu. Buat apa memikirkan orang yang DULUNYA pernah menyakiti dia? Tidak ada gunanya."
"Jaga mulutmu, Jevian." Kini emosi Xenon mulai memuncak, tapi ia tetap berusaha mengendalikan amarahnya, mengingat ia membutuhkan bantuan Jevian saat ini.
"I-iya, saya akan mengangkat meja sekarang." Jevian sengaja mengalihkan pembicaraan agar Xenon tidak melampiaskan emosinya padanya. Ia bergegas ke gudang untuk mengambil meja.
***
Suasana malam telah tiba, menggantikan peran matahari dengan bulan dan bintang yang bersinar di langit, menandakan bahwa hari telah memasuki waktu malam. Seperti yang telah direncanakan, Xenon kini mengajak Adena untuk makan malam di dekat kolam renang. Dengan tangan, ia memandu langkah Adena, yang matanya ditutupi oleh sehelai kain merah.
"Xenon, kenapa mata saya harus ditutupi dengan kain?" tanya Adena sembari meraba kain merah yang menutup matanya.
"Supaya bisa memberikan kejutan dan nuansa romantis seperti orang lain," bisik Xenon seraya memandu langkah Adena dari belakang.
"Tapi saya khawatir tersandung, Xenon," rengeknya.
"Tidak apa-apa, Sayang. Tenang saja."
Setelah sampai di depan meja, Xenon perlahan-lahan melepaskan kain merah yang menutupi mata Adena. Dengan perlahan, Adena membuka matanya, dan pandangannya menyapu seluruh area di sekitarnya. Di sana terdapat meja makan yang diterangi lilin, dua porsi steak, dan lampu hias yang tergantung di sekitar tempat tersebut.
Xenon menarik kursi agar Adena dapat duduk. "Silakan duduk, Tuan Putri."
Adena pun duduk di kursi tersebut. "Terima kasih."
Xenon mengangguk dan duduk di kursi di hadapan Adena. "Apakah kamu suka?"
Adena mengangguk, sambil tersenyum bahagia. "Suka sekali, Xenon. Apakah ini dekorasimu sendiri?"
"Dengan sedikit bantuan dari Jevian."
Adena terkejut mendengar pernyataan Xenon, karena jarang sekali mereka berinteraksi dengan begitu baik. "Wow, kamu dan Jevian akur, itu jarang terjadi," komentarnya.
"Kalau aku ingin merebut hatimu, aku juga harus akur dengan saudaranya." Xenon mengedipkan matanya dengan senyum penuh keceriaan.
Adena tersenyum. "Ah, kamu bisa saja."
"Baiklah, mari kita makan."
Adena hanya mengangguk.
Di sisi lain, Xenon tersenyum sambil memandang Adena. Ia berharap bahwa Adena bisa tumbuh perasaan yang lebih dalam terhadapnya. Sejujurnya, ia merasa bersalah karena pernah membentak Adena di masa lalu. Kini ia berkomitmen untuk menjaga Adena dengan sepenuh hati, seperti biji kedelai hitam terpilih.
***
From : Anonymous
To : [email protected]
Nikmati dulu kesenanganmu saat ini, nanti kau bakalan mati dan hancur.
Xenon hanya tertawa remeh. Dia tak percaya bahwa sekarang situasinya sedang genting, buktinya Arjun tak ada melaporkan kasus apapun, berarti aman-aman saja, kan?
"Kenapa banyak orang bodoh yang mau mengancam saya?" gumam Xenon menatap layar laptopnya. "Tak mungkin akan terjadi apa-apa, semuanya sudah aman."
🔥🔥🔥🔥🔥🔥🔥🔥🔥🔥🔥🔥🔥🔥
Yeyy bentar lagi ceritanya mau end, aku udah ada gambarannya, tinggal eksekusi aja xixiixi
Hahaha btw cerita ini makin ga jelas alurnya, tapi gapapa lah, namanya juga belajar. Semoga di karya selanjutnya bisa lebih baik lagi xixixiix
Tbc❤️
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro