Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

15. Kidnapping

Suara tembakan yang tiba-tiba menggelegar di gedung membuat para undangan panik. Mereka berhamburan ke luar gedung dengan tergesa-gesa, menciptakan kerumunan yang kacau di pintu keluar. Para tamu yang sebelumnya datang dengan senyuman, kini berubah menjadi raut wajah yang penuh ketakutan. Padahal, sebelum memasuki gedung, mereka telah melalui prosedur pengecekan senjata oleh petugas keamanan.

Saat hendak berlari menuju pintu keluar, Donna yang baru saja berbincang dengan Adena tiba-tiba digendong oleh seseorang tak dikenal dan dengan cepat dibawa kabur. Para tamu dan undangan lainnya berteriak dan berusaha menghindar dari kekacauan tersebut.

"Oh my god, Donna mau dibawa ke mana?" Adena menjerit histeris ketika melihat sahabatnya tiba-tiba diculik dan diangkat oleh orang tak dikenal. Matanya membulat penuh kepanikan.

Harris juga seharusnya sudah kembali setelah pergi ke kamar mandi, namun ia tak kunjung muncul. Xenon yang juga merasa terkejut dan khawatir, merasa tak punya banyak pilihan. Dengan insting melindungi, ia meraih tangan Adena dan langsung berlari menuju tangga darurat. Di tengah kekacauan, ia merasa harus segera mengamankan Adena.

Namun, Xenon merasa tangan Adena melawan begitu kuat, bahkan saat ia menggendongnya dengan gaya ala bridal.

"Tolong selamatkan Donna!" seru Adena dengan nada putus asa, mencoba melawan gendongan Xenon.

Xenon tetap fokus pada langkahnya, melewati tangga darurat dengan cepat meskipun terkadang terbentur oleh para tamu yang juga berusaha melarikan diri. Adena terus meronta, ingin kembali ke dalam gedung demi menyelamatkan Donna.

Akhirnya mereka sampai di parkiran basement, di mana Candra dan Sonny sudah menyiapkan mobil untuk mereka. Tanpa banyak kata, Xenon membawa Adena masuk ke dalam mobil dan segera memacu mobil meninggalkan gedung yang kini penuh kekacauan.

Saat mobil melaju dengan cepat, Adena tetap terisak dan berlinang air mata, tak kuasa menahan tangisnya. Pikirannya hanya tertuju pada Donna yang tiba-tiba menghilang begitu saja.

Xenon melirik ke arah Adena, mengetahui betapa khawatirnya wanita di sampingnya itu. Ia meraih tangan Adena dan mendekapnya dengan penuh kelembutan. "Jangan menangis, Adena."

"Saya takut Donna kenapa-napa...," ujar Adena sambil terisak.

Ibu jari Xenon dengan lembut menghapus air mata yang mengalir di pipi Adena, kemudian dengan lembut ia mendekap wajah wanita itu. "Kamu tenang saja, saya akan membantu kamu mencari Donna."

"Saya takut...," lirih Adena, masih merasa takut dan khawatir atas nasib Donna.

Xenon membawa kepala Adena dan menaruhnya di atas pundaknya, memberikan dukungan fisik dan emosional. "Stt, sudahlah. Jangan dipikirkan lagi, Adena. Nanti saya akan membantu mencarinya."

"Pokoknya saya harus ikut untuk mencari Donna!"

Xenon menghela napas dalam-dalam, mencoba mengatur emosinya. "Adena, tapi itu sangat berbahaya."

"Saya tidak mau tahu, pokoknya saya ikut!"

Xenon menghela napas lagi, merasa sedikit putus asa. "Oke. Puas?"

Kedua sudut bibir Adena perlahan-lahan tertarik, membentuk senyuman yang lembut di tengah situasi genting. Ia mengangguk dengan mantap, merasa sedikit lebih tenang setelah mendapatkan izin dari Xenon.

***

Matahari perlahan menampakkan sinarnya, menyelinap masuk melalui celah jendela, memberi pertanda bahwa pagi telah tiba. Xenon sudah bangun sejak beberapa saat yang lalu, ia duduk di samping tempat tidur, memandangi Adena yang masih tertidur pulas. Pahatan wajah Adena terlihat begitu indah, menyerupai Dewi Aphrodite dalam mitologi Yunani. Xenon tak dapat menghindari senyuman yang terukir di bibirnya saat melihat wajah wanita itu.

Sejak kemarin, ucapannya tentang mempermainkan hati Adena terus terngiang dalam pikirannya. Namun, apa yang ia rasakan saat ini tak sejalan dengan kata-katanya. Ia merasa terjebak dalam permainannya sendiri, terikat oleh perasaannya yang semakin tumbuh untuk wanita ini. Ia merasa ingin selalu dekat dengannya, melindungi Adena dari segala ancaman yang mungkin datang. Ia bersumpah untuk tidak membiarkan orang lain menyakiti Adena, kecuali dirinya sendiri.

Di sisi lain, Adena juga terbangun dari tidurnya. Saat pertama kali membuka mata, ia menemukan Xenon sedang menatapnya dengan penuh kelembutan. Jari pria itu lembut bergerak mengelus pahatan wajahnya, seperti sedang menikmati setiap detailnya.

"Morning, Adena," sapa Xenon dengan suara lembut.

"Morning," ucap Adena dengan suara parau karena baru bangun tidur.

"Kelelahan karena menangis, hm?" tanya Xenon sambil tersenyum.

Adena mengangguk pelan. "Hm."

Xenon tersenyum dengan penuh kehangatan. Ia meraih Adena dan mendekapnya ke dadanya, sambil mengelus lembut bagian belakang kepala wanita itu.

"Donna...," desis Adena, suaranya tercekat oleh perasaan khawatir.

"Stt, jangan menangis. Arjun sedang berusaha mencari keberadaan Donna," kata Xenon dengan lembut. "Yuk, mari sarapan dulu, Adena. Saya akan minta Bi Ijah untuk mengantarkan makanan ke kamar."

Adena mendorong lembut dada Xenon dan kemudian duduk. "Tidak perlu, Xenon. Kita bisa makan di ruang makan saja. Nanti Bi Ijah akan lelah."

Xenon bangkit dari tempat tidur dengan senyuman. Ia mendekati Adena dan dengan lembut mengelus surai rambut wanita itu. "Baiklah, seperti yang kamu inginkan. Mari kita ke ruang makan."

Adena hanya mengangguk, merasa sedikit lega karena pria di depannya tampak lebih ramah dan mengerti.

Jujur saja, Adena merasa bingung dengan sikap baru Xenon. Ia tidak tahu apakah pria ini benar-benar tulus atau hanya sedang bermain-main dengannya. Meski begitu, Adena merasa lega melihat bahwa Xenon tampak lebih baik dan tidak sembarangan marah-marah seperti sebelumnya.

***

Aroma makanan lezat menyebar di udara saat mereka berdua tiba di ruang makan. Hidangan ayam goreng dan sup sayur tersaji di meja. Xenon dan Adena duduk bersebelahan di meja makan, siap untuk menikmati sarapan pagi mereka.

Tadinya Adena sudah bersiap untuk duduk berhadapan dengan Xenon dan mengambil nasi, namun Xenon dengan lembut melarangnya. Ia mengambil sendok dan mulai menyuapi Adena, memperhatikan setiap gerakan wanita itu.

"S-sorry, Xenon, kalau kamu tersinggung, tapi saya hanya habis menangis, bukan lumpuh sampai harus disuapi...."

Xenon dengan tiba-tiba meletakkan sendoknya dengan kasar di atas piring, ekspresi wajahnya tampak kesal. "Oh, jadi kamu tidak suka, ya?"

Adena terdiam sejenak, terkejut oleh reaksi Xenon. "B-bukan begitu, saya tidak ingin merepotkanmu."

Xenon menghela napas singkat. "Saya tidak merasa terganggu." Ia memasukkan sendok yang sudah diisi nasi dan lauk ke mulut Adena. "Makanlah."

Adena mengangguk dengan ragu, masih terkejut oleh perubahan suasana hati Xenon. Ia akhirnya membuka mulut dan menerima suapan Xenon, lalu mengunyah dengan hati-hati.

Xenon kemudian mengambil selembar tisu dari meja dan menggunakannya untuk membersihkan sisa makanan di bibir Adena. "Enak?" tanyanya, berusaha kembali bersikap ramah.

Adena mengangguk pelan. "Enak."

"Makanlah yang banyak, supaya badanmu lebih enak dipegang."

Adena mendengar ucapan aneh itu dan langsung memandang Xenon dengan wajah kebingungan. "Hah, bagaimana?"

Xenon tertawa kecil melihat ekspresi bingung Adena. "Tidak perlu dipikirkan."

Adena hanya mengangguk, merasa semakin bingung dengan sikap dan ucapan Xenon yang kadang aneh.

Xenon hanya tersenyum melihat kebingungan Adena, merasa bahwa gadis itu terlihat sangat menggemaskan dalam keadaan seperti ini.

Adena merasa aneh dengan perubahan sikap Xenon yang tiba-tiba lebih baik. Ia tidak tahu apakah pria ini tulus atau hanya sedang bermain-main dengannya. Tetapi meskipun begitu, setidaknya Adena merasa sedikit lega karena Xenon tampaknya berusaha menjadi lebih baik.

***

Matahari tengah bersinar cerah di langit, memancarkan sinar hangat yang membuat suasana kolam renang terasa semakin menggoda. Tadi pagi, Adena sempat kebingungan mencari baju renang. Xenon dengan tegas menolak agar Jevian tidak melihat tubuh Adena yang terlalu terbuka. Akhirnya, Xenon meminta Candra untuk membelikan Adena baju renang one piece, yang memberikan lebih banyak penutupan.

Sekarang, mereka berdua duduk di pinggir kolam renang, tangan mereka saling bertautan. Dengan lembut, Xenon mengusap punggung tangan Adena menggunakan ibu jarinya.

"Kamu kedinginan, Adena?" tanya Xenon dengan nada khawatir.

Adena menggeleng, walaupun ia merasakan sedikit kedinginan yang menggigilkan tubuhnya. "Tidak."

Xenon mengangkat alis, meragukan jawaban Adena. "Kamu tahu, aku bisa merasakannya."

Adena berdecak ringan, sadar ia sulit menyembunyikan perasaannya dari pria ini. "Baiklah, agak kedinginan sedikit."

Xenon menghela napas, lalu merangkul Adena erat-erat. "Kenapa kamu tidak jujur dari awal, hm?"

"Saya tidak ingin merepotkanmu."

Tak jauh dari situ, Jevian sudah beberapa saat ini menyaksikan mereka dari depan pintu. Akhirnya, ia memutuskan untuk bergabung di area kolam renang. Ia berdecak dan melontarkan komentar santai. "Mafia bucin tolol."

Ucapan Jevian langsung membuat Xenon naik pitam. Niatnya hendak mendekati Jevian ditahan oleh Adena yang tiba-tiba mencegahnya. "Jangan, Xenon!"

Xenon mencebik kesal, merasa terganggu oleh Jevian. "Tapi, dia membuat saya emosi, Adena."

Adena menatap Xenon dengan serius. "Tidak selamanya masalah bisa diselesaikan dengan kekerasan. Apakah kamu mengerti?"

Xenon menghela napas berat, terdengar seperti mengeluh. "Iya."

Jevian tertawa kecil, merasa heran dengan tingkah laku mereka. "Jangan gampang baper, Na. Modelan kayak Xenon ini buaya, besok aja dia bakal ke club buat one night stand."

Ucapan Jevian membuat Xenon langsung melotot tajam. "Diam!"

Jevian hanya terus tertawa sambil menggelengkan kepala, menganggap sikap Xenon ini kocak dan aneh.

***

Gemercik air dari rambut Adena masih terdengar di lantai saat ia duduk di depan cermin, sibuk mengeringkan rambut yang terasa basah. Jujur saja, Adena merasa pegal dengan upayanya yang tak kunjung membuahkan hasil, rambutnya baru setengah kering.

Namun, tiba-tiba terdengar suara pintu yang terbuka memecah keheningan ruangan, dan Adena memalingkan kepala ke arah pintu. Senyuman manis Xenon yang masuk membuat hatinya melemas, dan wanita itu segera mematikan hair dryer yang digenggamnya.

Xenon melangkah dengan langkah tenang ke arah Adena, tangannya meraih surai rambut Adena dengan lembut. "Kenapa kamu mematikan hair dryer-nya?"

"Saya lelah mengeringkan rambut, tapi tetap saja tak kunjung kering," keluh Adena, wajahnya terlihat lelah.

Xenon mengambil hair dryer dari atas meja dengan percaya diri. "Biarkan saya yang mengeringkannya."

"Sorry, bukan bermaksud meremehkan. Kamu yakin bisa mengeringkan rambut panjang dengan baik?"

"Hm, meskipun belum pernah, mengeringkan rambut bukanlah hal sulit bagi saya, Honey."

"Oke ..."

Xenon menekan tombol 'on' pada hair dryer, dan mengarahkannya ke rambut Adena. Namun, dalam semangatnya, ia memegang benda itu terlalu dekat dengan rambut wanita itu, sehingga beberapa helai rambut ikut tersangkut di hair dryer.

Dengan sigap, Xenon mematikan hair dryer dan mencoba melepaskan rambut yang tersangkut. Namun, upaya ini justru membuat rambut Adena terjepit dan menyebabkan sakit di kepalanya.

"Aw, sakit!" teriak Adena dalam rasa sakit.

Xenon dengan cepat mengusap dan meniup lembut kepala Adena. "Oh my god, I'm sorry, Honey."

Adena menahan sakit sambil memijit pelan kepalanya. "Bagaimana dengan rambut saya, Xenon?"

Xenon mengedarkan pandangannya ke sekitar, mencari-cari sesuatu. Matanya berbinar saat ia menemukan apa yang dicarinya di dalam laci. Tanpa banyak kata, Xenon memberikan hair dryer kepada Adena, lalu bergegas menuju laci untuk mengambil benda yang ia butuhkan.

"Maafkan saya, Honey," kata Xenon seraya kembali mendekati Adena dengan gunting di tangannya.

Adena membulatkan mata. "Rambut saya mau digunting?"

Xenon tak menjawab, ia hanya tersenyum tajam. Dengan mantap, Xenon mulai menggunting rambut Adena, menciptakan tampilan rambut yang naik seperti Angry Birds. Mungkin inilah bukti bahwa bahkan seorang mafia bisa menjadi tukang cukur dadakan.

"AAAA RAMBUT SAYA!"

————————————————————————

Demi dah menye2 banget wkakakak. Btw, kalo pake hair dryer hati2, jangan sampe nyangkut rambutnya, susah lepasinnya :(

Tbc❤️

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro