Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

11. Flashback

FLASHBACK ON.

Sehari sebelum kejadian di rumah Jeffrey, mereka sudah mengintai Yanuar ke mana pun pria itu pergi. Mereka sudah merencanakan hal ini matang-matang. Bahkan, Harris sudah menelan chip agar suaranya mirip seperti Yanuar, sedangkan Arjun menyamar menjadi bodyguard Jeffrey. Mereka menggunakan topeng sintetis menyerupai kulit manusia untuk menjalankan misi ini.

Saat itu mereka sedang di mall, mereka melihat Yanuar tengah berdiri di depan kamar mandi guna menjaga Jeffrey. Mereka membawa dua bodyguard sekaligus anak buah Arjun di kelompok pembunuh Poseidon agar lebih mudah menangkap Yanuar.

"Ah, sial, dompet saya ketinggalan di mobil," gumam Yanuar. Ia kemudian mengirim pesan singkat kepada Jeffrey bahwa dirinya hendak mengambil dompet. Pria itu pun menyetujui permintaan Yanuar, asal jangan lama. Setelah itu, Yanuar berjalan ke lift guna menuju parkiran.

Tanpa Yanuar sadari, ada dua bodyguard mengintai pria itu, mereka pura-pura mengantre di depan kamar mandi. Kedua bodyguard itu—Surya dan Steven memakai baju kaos oblong supaya tidak dicurigai oleh Yanuar.

Steven merogoh saku guna mencari ponselnya. Pria itu mengirim pesan ke grup yang beranggotakan mereka berempat.

Steven: "Yanuar jalan ke parkiran menggunakan lift, siap-siap jaga di depan pintu lift, Bos.

Arjun: Siap! Buat dia gak sadar dengan senjata yang saya udah kasih tadi.

Surya: Siap, Bos!

Steven: Siap, laksanakan.

Pada saat mereka sudah masuk lift, Surya menutup pintu lift dengan menekan tombol 'tutup' dan menahan tombol itu sambil menekan tombol '1'. Setelah lift itu berjalan, Surya melepas kedua tombol tersebut. Semua itu ia lakukan agar lift tidak berhenti di setiap lantainya.

Di sisi lain, Yanuar hanya memandang sekilas kedua pria itu, ia tak curiga sedikit pun pada mereka, gelagatnya juga tak menunjukkan bahwa mereka penjahat.

Surya dan Steven saling tatap, memberi kode untuk menghabisi Yanuar sekarang juga.

Bugh!

Tanpa aba-aba, Surya langsung menghajar Yanuar hingga tersungkur. Ketika pria itu hendak bangkit, Steven memegang kedua tangan Yanuar, lalu menariknya ke belakang agar Surya leluasa menghajar Yanuar.

Bugh!

Bugh!

Bugh!

Surya terus melayangkan hantaman bertubi-tubi pada Yanuar tanpa ampun, walau pria itu sudah terlihat sempoyongan.

Yanuar menyeka darah di sudut bibirnya. "Ah, sialan kamu!" umpatnya.

Yanuar tak mau terlihat lemah, ia menginjak kaki Steven, lalu mendorongnya hingga membentur tembok lift, membuat Steven terpojokkan. Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, Yanuar membenturkan tubuh Steven dan mencekiknya hingga pria itu hampir kehilangan napas.

"Mati kamu sekarang," ucap Yanuar sembari menghajar Steven bertubi-tubi.

Surya tak terima, ia langsung mengeluarkan stun gun atau alat kejut listrik dari saku celana jeans-nya, lalu menembakkannya ke leher Yanuar. Cekikan tangan Yanuar di leher Steven semakin lemah, kakinya terasa lemas seperti jelly. Perlahan, tubuhnya ambruk, kemudian menutup mata.

Mereka mengangkat tubuh Yanuar dengan menaruh kedua tangan pria itu di bahu mereka. Akhirnya, setelah pintu lift terbuka, mereka ke luar menemui Harris dan Arjun yang daritadi sudah menunggu di sana.

"Kalian bawa mereka ke pulau pribadi Xenon menggunakan pesawat pribadi saya, saya dan Harris mau nemuin Jeffrey," titah Arjun.

"Siap, Bos!" ucap mereka serentak.

Pengunjung di sana sempat menatap curiga mereka karena membopong Yanuar. Namun, mereka tak berani bertanya banyak dan pura-pura tidak tahu mengenai hal ini.

***

"Yanuar, kamu darimana aja? Dari tadi saya telpon, kamu tak angkat." Jeffrey bertanya pada Harris yang menyamar menjadi Yanuar.

"Tadi dompet saya tak ketemu, Bos."

Jeffrey berdecak. "Taruh dompet saja kamu tak becus."

Harris menunduk. "Maaf, Bos."

Jeffrey hanya menggeleng heran. "Terus, kenapa bisa ada dia di sini? Bukannya tadi kamu cuma saya yang ke sini?" Jeffrey menatap Arjun sekilas.

"Tadi saya minta bantuan dia buat bantuin nyari dompet."

Jeffrey hanya mengangguk paham tanpa ada rasa curiga sedikit pun.

***

Keesokkan harinya, Harris tengah membawa box berisi kamera berbentuk baut yang ia selipkan di dalam box itu. Ia juga sudah menaruh baut berbentuk kamera itu dalam plastik agar tak tertukar dengan baut asli.

"Yanuar, kamu mau ke mana bawa kotak seperti itu?" tanya salah satu pembantu Jeffrey.

Harris tersenyum ramah. "Mau perbaiki kamar saya, Bi. Kemarin gagang pintunya rusak."

Wanita itu mengangguk paham. "Oh, begitu. Baik lah."

Harris mengangguk, ia berusaha bersikap ramah agar pembantu itu tidak mencurigainya.

Di sisi lain, wanita paruh baya tersebut terheran akan sikap ramah yang Harris tunjukkan. Selama ini Yanuar tak pernah bersikap ramah kepadanya, hanya Jeffrey yang ia segani. Ada rasa curiga terbesit di benaknya.

***

Saat ini Harris tengah berada di kamar Yanuar, ia kini mengetuk keras paku kecil tersebut di atas gagang pintu guna menyelipkan kamera berbentuk baut agar bisa mengintai Jeffrey. Letak kamar Yanuar berhadapan dengan ruangan pribadi Jeffrey.

"Siapa yang ngetok paku di rumah ini?" Jeffrey bertanya kepada Harris melalui talkie walkie.

"Oh, ada tukang bangunan, Bos. Kemarin pintu kamar pembantu rusak, engsel pintu sama pegangan pintunya udah mau lepas."

"Suruh kecilin suara palunya, benar-benar mengganggu pendengaran."

"Siap, Bos."

FLASHBACK OFF.

"Cerdik juga kalian," ucap Xenon.

Harris tersenyum bangga seraya menepuk dada. "Jelas."

Xenon hanya memutar malas bola matanya.

***

"Donna, gue pengin kabur dari sini, gue gak mau hidup sama Xenon karena pernikahan palsu ini," gumam Adena, raut wajahnya penuh dengan keputusasaan.

Donna yang mendengar itu terkejut, matanya membulat. "Pernikahan palsu? Lo maksudnya lo nikah sama Xenon bukan karena diculik?"

Adena mengangguk, mata penuh dengan cemas. "Iya, Donna. Gue udah nikah sama Xenon. Gue udah tanda tangan kontrak, di kontrak itu dia nyuruh gue nikah sama dia selama setahun."

Ekspresi terkejut Donna berubah menjadi prihatin. "Ya Tuhan, gue kira lo diculik. Kenapa nggak ngabarin sih? Gue dan yang lainnya udah nyari lo kemana-mana."

Wajah Adena terlihat penuh penyesalan. "Gue nggak boleh bilang ke orang-orang. Waktu itu gue sempet cerita ke Jevian, tapi malah ketahuan Xenon. Untung aja Jevian nggak dibunuh."

Donna menghela napas lega. "Terus, Jevian sekarang di mana?"

"Jevian udah tinggal di rumah Xenon. Dia soalnya nyebarin skandal Xenon di Twitter. Karena itu dia disiksa di ruangan bawah tanah, tapi gue ngeyel dan bilang gue mau nurutin apa pun yang Xenon mau kalau Jevian dibebaskan."

Donna merasa prihatin dengan nasib mereka. "Kasian banget Akira jauh dari pacarnya."

Adena menggigit bibir bawahnya, matanya terasa berkaca-kaca. "Ya mau gimana lagi, salah gue juga malah berurusan sama Xenon, semuanya jadi kacau."

Donna meraih tangan Adena dengan penuh dukungan. "Yang sabar, Na. Semoga ada jalan keluar dari semua ini."

Adena tersenyum tipis, mencoba memendam rasa harap dalam hatinya. "Semoga aja ya, Donna."

***

Mereka sekarang dalam perjalanan pulang setelah pertemuan dengan Harris dan Donna. Udara di dalam mobil terasa tegang, meski pemandangan luar jendela menampilkan jalan yang ramai dengan kendaraan.

"Kamu tadi membicarakan apa saja dengan Donna?" tanya Xenon seraya tangan tetap berpegangan pada kemudi mobil.

Adena yang duduk di sampingnya menoleh ke arahnya. Wajahnya mengandung sedikit ketidakpastian sebelum akhirnya dia menjawab, "Coba saya tanya balik, kamu membicarakan apa saja tadi dengan Harris?"

Xenon berdecak, ekspresinya agak kesal. "Adena, jangan mentang-mentang saya lagi berusaha baik sama kamu, kamu bisa seenaknya ngomong apa saja sama saya."

"Maaf," ucapnya dengan nada rendah. "Tadi saya cerita pernah pengen kabur, tapi udah keburu ketahuan."

Xenon membalasnya dengan gelak remeh. "Sampai kapan pun, kamu gak bakal bisa kabur."

Adena mencebik kesal. "Iya, saya tahu."

Tak mampu menahan senyum, Xenon melirik sekilas Adena. Tatapannya terhenti sejenak saat ia melihat wajah wanita itu yang tampak kesal. "Lama-lama kamu lucu juga."

Adena mengerutkan alis bingung. "Lucu gimana?"

Xenon menggeleng, menganggap bahwa perkataan Adena tak perlu direspon. Pandangannya beralih ke spion mobil, menduga ada sesuatu yang tak beres di belakang mereka. Hatinya semakin berdegup ketika merasa ada yang mengikuti mobilnya.

"Oh, sial, anak buah si pengecut itu mengikuti saya," umpat Xenon dengan suara lirih, tangannya mulai mengencangkan pegangan kemudi.

Brak!

———————————————————————-

Akhirnya update setelah stuck sebulan😭🤣

Hujan hujan gini enaknya baca wattpad sambil makan mie kuah xixixi

Ga tau alurnya kek gimana ini, tapi endingnya aku udah tau😂

Tbc❤️

Btw, terserah ya mau bayangin visualnya siapa hehehe

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro