Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[16] Kembali

Tangan Amane dengan cepat menyambar kerah bajunya, sedetik, satu gerakan, dan Tsukasa sudah tunduk dengan cekikan tangan bringas Amane di lehernya.

Amane mengepalkan tinju, mendesis dingin. Mukanya menebar kebencian, kebencian yang lebih besar, lebih parah dibandingkan saat mengetahui diri telah jatuh cinta pada sosoknya.

"HA? BAHAYA? BILANG SAJA KAU INGIN LARI."

Kepalan tangannya terangkat. Maniknya menyala, buas menatap. Sedetik kemudian layang tangannya menghantam wajah Tsukasa. Keras. Mendarat mulus pada pipi kirinya.

Tsukasa terjatuh, berdalih menghantam dinginnya aspal jalan. Ia menggigit bibir, menahan denyutan perih di pipi dan sikunya. Kurang ajar, denyut luka hantaman nampan cafe sebelum ini saja masih terasa sakitnya, sekarang malah dihantam lagi.

Kepalan tangan melesat mencari sasaran. Tsukasa gesit menunduk, menghindar, mencari celah kemudian dengan bringas pula melayangkan pukulan. Amane tersentak. Menyadari saudaranya kini berhasil memukul telak perutnya.

Saliva menetes. Menemani beberapa bulir keringat pada aspal dingin gang sempit kota.

Terjatuh.

Kini Amane yang tergeletak di atas aspal.

Manik Tsukasa mulai tertimpuk pada botol bir yang berserakan di bawah dinding.

Tanpa banyak bicara ia segera menyambarnya, menghantamkan ke dinding. Pecah menyisakan ujung-ujung runcing. Amane yang sibuk menjaga keseimbangannya tidak melihat botol itu datang berniat menghajar bagian depan tubuhnya yang terbuka.

Ia terkesiap, menangkis dengan lengannya.

Darah mengalir. Hembus napas terasa panas.

Amane menatap semburat merah di kain lengannya, berteriak, mengangkat kakinya sebelum Tsukasa kembali menghunuskan botol kaca itu padanya. Tsukasa jatuh terjengkang, dadanya telak terkena tendangan. Botol birnya melayang, terlepas dan hancur berkeping-keping di tanah.

Bagai seekor elang Amane menyambar serpihan terbesar, menggenggamnya, tak peduli kala kulit tangannya terobek, perih, mengalirkan darah segar yang berbau anyir. Ia melompat, menerjang tubuh Tsukasa.

Tsukasa berteriak kalap. Menggeliat, berusaha untuk lepas dari kuncian Amane. Teriak kalap kini berdalih histeris. Kala manik kuning cerahnya menatap Amane tengah menghunuskan sisi runcing serpihan kaca padanya, mengangkatnya di atas kepala, lantas mulai terayun mengincar lehernya.

"AMANE!!!!!"

SPLASH!!

🌹🌹

【️putar sebuah lagu sendu ya】️

Ketegangan.

Suara teriak manusia memekakkan telinga.

Celaka.

Entah mengapa kesenangan yang melintas dalam kepalanya terasa mahal sekali. Entah ini takdir atau kebetulan. Entah ini akhir atau bukan.

(Y/n) tercengang hebat.

Menatap sekelibat wajah penumpang yang ketakutan setengah mati. Di balik hamparan asap yang menyesakkan. Di balik histeris suara yang kesakitan. Ia, memanggil namanya.

"Amane,"

Duduk. (Y/n) menatap kosong jendela gerbong. Pipinya kotor, tangannya memerah, berdarah, seragamnya pun lembab terguyur keringat.

Amane.

Wajahnya yang riang di bawah hamparan bintang terlukis di pelupuk. Lyrid, teloskop bintang, hari dimana ia tahu akan jawaban hatinya.

Manik kuning lebarnya, mengusir pedih nan penat kala bersitatap. (Y/n) terpesona. Wajahnya yang sumringah menatap bintang. (Y/n) mengigit bibir bawahnya untuk menahan luapan aneh dalam dada. Tangan lembutnya yang menggenggam jemari.

(Y/n) sadar cintanya bukan untuk Tsukasa.

Untukmu. Amane.

"Ambil saja gantungan komet ini," nama yang ia sebut kemudian memancing derai air mata. "Lagi pula kalau aku punya ini nanti Tsukasa bakal iri."

(Y/n) meringsut memeluk lututnya. Gadis itu tersenyum getir.

Tsukasa menembaknya. Membuat hubungan mereka merenggang.

Hati dari kaca, pikiran dari batu.

Semakin menunggu maka benih benci semakin tumbuh. Ia sibuk. Sibuk menanti kata maaf yang sia-sia.

(Y/n) menangis tersedu-sedu. Kemarau di sekeliling tak sepanas maniknya menahan tangis. Merenungi kesalahan, menyesali perbuatan. Manik gadis itu semakin memedih.

Terdiam, terperangkap sendu dalam kemarau musim semi. Api warna jingga, sejingga mentari senja membawa pergi aromanya. Wangi keping guguran sakura. Angin semi yang lembut menyapu wajah.

Apakah segalanya akan pergi sebentar lagi?

Apa mungkin kembali?

Senyumnya kala itu seikhlas awan melepas hujan, suaranya bagai anggur yang memabukkan. Setelah ini ia akan merindukannya. Rindu akan sosoknya yang hangat, yang selalu mengusilinya.

Segala harap dan rindu mengisi relung hati. Terluap. Perlahan dengan linangan air mata yang turun membasahi pipi. Kesedihan perlahan melahap habis pengap.

Sesegukan.

Berharap diri yang candu akan dirimu segera dipertemukan.

Aku mencintaimu, Yugi Amane


______________________________________

Ini belum berakhir kawannn, masih ada satu atau dua chapter terakhir buat cerita ini :D

Iya, udah mau abis :D

Oiyaa, disini aku mau kasih tau sesuatuu nii~ kalau boleh kalau mau sih

Silahkan kalian beri ulasan pada kolom komentar tentang cerita saya ini :D

Contohnya: Dari cerita ini saya beranggapan kalau jadi pakboy itu berat, kamu ga akan kuat biar Tsukasa aja.

Beberapa ulasan terlucu, unik dan beda akan aku taruh dideskripsi cerita💖 Ulasan yang lainnya juga bakal aku balesin satu-satu di satu chapter spesial💖

Tapi kalau kalian mau sih:'D
TERIMA KASIHHH💖💖💖💖

Sincerely🌸

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro