[10] Bukan Aku
Cahaya jingga mentari senja menyerobot masuk dari sela-sela gorden. Menyilaukan. Itu yang tengah sang pemuda rasakan.
Ia masih terbaring. Tak berniat sedikitpun untuk menutupi celah gorden yang di terobos sinar jingga sang raksasa siang. Kepalanya pusing. Denyutan demi denyutan menghantam kepalanya tanpa henti.
Manik kuningnya menatap lemah baju seragam yang tergeletak di lantai. Siapa lagi jika bukan seragam miliknya.
"Hhhh"
Ia bernapas gusar sembari mengusap kasar wajahnya. Terlentang sejenak menatap langit-langit kamar, bertanya. Apa yang ia lakukan kemarin malam?
Ia mengusap poninya. Memejamkan dalam-dalam lensa kuning cerahnya. Gigi taringnya bergemeletuk. Geram. Merutuki dirinya sendiri.
"Baj*ngan, harusnya ku tolak saja tawaran minum kemarin malam."
Cklek
Bunyi gagang pintu yang terbuka mencuri atensinya. Itu pasti dia, batinnya.
"Oh, kau sudah bangun Tsukasa kun?" Ucapnya seraya mendekat. Meletakkan terlebih dahulu ransel sekolahnya di atas meja, lantas mulai merebahkan dirinya tepat di samping Tsukasa.
Rok pendek nya menyingsing ke atas. Memperlihatkan paha mulusnya secara cuma-cuma kepada pemuda tak berbaju di sebelahnya.
"Apa kau mau pulang?" Tanyanya ketika melihat Tsukasa mulai memunguti bajunya yang tergeletak di lantai.
"Ya," jawab Tsukasa singkat.
"Siap dimarahi Amane?" Gadis itu bertanya hal yang pasti akan terjadi.
Tsukasa yang sudah berpakaian mulai menjinjing tasnya, meneguk segelas air yang tersedia di atas meja sebelum akhirnya berjalan ke arah pintu.
"Jangan lupakan apa yang kau janjikan kemarin malam, Mirai."
Dan dia pun pergi.
🌹🌹
Amane menatap hingar bingar jalanan di depannya. Begitu padat dan sibuk di senja kali ini. Saling berlalu lalang. Nona, tuan, dewasa, remaja, anak-anak, lelaki, perempuan seakan tumpah memadati jalanan.
Sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing. Tertawa, bercengkrama riang, berbincang-bincang, menelepon, bergandengan tangan, dan banyak lagi aktivitas menyenangkan lainnya.
Begitu banyak manusia disini, tapi mengapa ia merasa kesepian?
Ia terus melamun, sampai tak menyadari jika kakinya telah membawanya pergi sampai di depan rumah sederhananya. Tangannya terulur, mencoba untuk memutar kenop pintu.
Terkunci.
Tentu saja. Tapi bukan itu yang ia permasalahkan.
"Tsukasa, kemana dia?" Gumamnya, rasa geram bercampur khawatir teraduk dalam hatinya. Harus dicari kemana lagi anak itu?
"Aku pulang."
Ucapnya. Meskipun ia tahu tak akan ada seorang pun yang membalas sapaanya.
Amane terduduk di lantai kamarnya, lututnya kini terasa begitu lemas. Kejadian pagi tadi di sekolah benar-benar membuat kepalanya sakit berpikir.
Itu bukan dia. Sungguh itu bukan dia.
Lantas siapa di foto itu? Tsukasa?
Kalau benar itu dia, lantas mengapa Tsukasa membolos hari ini? Padahal Mirai masuk, kenapa dia tidak?
Pikirannya diusik kala ingatan perjanjian dirinya dengan Tsukasa hari itu terputar lagi, untuk kesekian kalinya dalam hari ini.
Ia ingat, kala ia berjanji pada dirinya sendiri sebelum Tsukasa memilikinya, maka rasa yang dinamakan 'cinta' itu tak boleh hadir dalam hatinya.
Namun apalah daya.
Rasa itu dengan bodohnya di biarkan tumbuh. Berkembang menjadi besar dan besar.
Dengan memaksa ia percayakan hatinya untuk mampu melewati ketiadaan satu sama lain seperti mereka melewati hari-hari sebelumnya ketika belum saling bertemu.
Perpisahan ini menyakitkan.
Amane termenung dalam kegelapan.
Dalam lamun itu, dia terus berpikir. Banyak hal. Semua hal seakan menyatu. Menjadi kumpulan benang kusut yang masuk ke dalam kepalanya yang bisa dibilang cerdas.
Dengan pikiran yang masih kacau itu, Amane mulai berjalan keluar. Ia harus makan, ia harus memasak beberapa bahan makanan untuk dimakan malam ini.
Ia tak boleh kehilangan tenaga.
Bunyi cangkang telur yang terpecah bersahutan dengan suara pintu depan yang terbuka.
Amane tersentak.
Dengan segera ia mencuci tangannya dan berlari tergesa-gesa ke arah depan. Dalam sepersekian detik itu ia menahan napasnya. Menatap tajam Tsukasa yang tengah melepas sepatu sekolahnya.
"Dari mana kau!?" Ucap Amane sedikit menyentak.
"Main." Jawabnya santai sembari melewati Amane.
Amane yang melihat itu dengan sigap mengenggam lengannya. Menariknya.
"DARI MANA KAU?!"
"BUKAN KAH SUDAH KU BILANG AKU MAIN. MAIN! M-A-I-N! MAIN."
"SAMPAI BOLOS?"
Tsukasa dengan kasar melepaskan genggaman tangan Amane di lengannya. Berkata, "Mengapa? Kau mencariku? Aku sudah di sini."
Melihat Amane yang masih terdiam di tempatnya, membuat hati Tsukasa tergerak. Apa ia sudah keterlaluan? Batinnya.
Dengan menghela napas, Tsukasa menggenggam hangat tangan Amane. Lantas berjongkok untuk memandang wajah Amane yang sedang tertunduk.
"Maafkan aku. Apa kau sudah makan?" Tanya Tsukasa.
Hening.
Amane kalut dalam pikirannya.
Tidak ada yang berbicara selama beberapa detik. Amane berperang dalam batinnya sementara Tsukasa masih sibuk memandang wajah Amane.
"Tsukasa."
Panggil Amane akhirnya.
"Ap--"
Dengan tiba-tiba Amane menghantam tubuhnya, berdebam menabrak lantai dengan kerasnya. Tsukasa yang hendak melawan terbungkam kala menatap wajah penuh amarah Amane di hadapannya.
"MANA JANJI MU SAAT ITU?" Teriak Amane sembari mengguncang kerah seragam Tsukasa.
"KAU JANJI AKAN MENJADI LEBIH BAIK KALAU KAU BERHASIL DEKAT DENGANNYA? MANA!?"
Tsukasa yang terlentang dan terhimpit tubuh Amane hanya bisa diam mendengarkan. Tak berani melawan. Meskipun amarah dalam dirinya ikut bergejolak.
"JAWAB AKU!!!" Sebulir air mata tanpa sadar turun membasahi pipi merona Amane.
"DAN SEKARANG MENGAPA KAU LAKUKAN HAL YANG TAK PANTAS UNTUK KAU LAKUKAN BERSAMA MIRAI?!"
Tsukasa tersentak.
"D-dari mana kau tau?" Ucapnya gelagapan.
PLAK!
Satu tamparan keras mendarat sempurna di pipinya. Itu ulah Amane yang tak sanggup lagi mengontrol emosinya.
"KAU TAK MENGERTI RASANYA JADI AKU, TSUKASA!!" Bunyi robekan kain terdengar kala Amane kembali menarik kerah seragam Tsukasa.
Tsukasa terdiam. Tak lama ujung bibirnya sedikit terangkat, membentuk seringai licik tipis. Ia terkekeh pelan. Bahunya bergetar, seakan kata lawak yang baru saja Amane ucapkan.
"Amane," Tsukasa berkata masih dengan seringai tipisnya.
"Memang aku berjanji untuk mencintainya?"
______________________________________
Waw aku nulis ini ditengah2 break tugas :')
Eyeeyey jadi sebenernya aku mau bilang kalau...
SEMANGAT MENUGAS BEIB!!!❤️
Aku paling benci mapel Mate belajar Online :(
Ya gimana ya, udah aku ga pinter² amat masalah matematika, dikasih materi baru... ya cengo aku.
Disuruh pelajarin sendiri lagi. Iya kalau pembahasan nya jelas. Nah itu:(
Cari solusilah aku. Buka YouTube siapa tau penjelasannya lebih bisa dipahami. Eh udah paham pas buka soal dari sekolah...
Kok beda anjrit :'D
Lebih susah :D
dah lah
INTINYA JANGAN GAMPANG NYERAH! LIBAS SEMUAA!! RASAKAN NIKMATNYA WAKTUMU KALAU TUGAS ITU PERGI JAUH-JAUH!
yak ngegad
Sincerely🦋
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro