Chapter 3
Dadanya memompa begitu cepat, dan mau tidak mau membuat napasnya jadi tersegal. Agatha segera mengambil duduk yang bersebelahan langsung dengan kipas angin untuk mengurangi panas yang sedang menggerogoti paru-parunya.
Sekarang hari Minggu, dan pastinya di saat libur ini akan menjadi tempat produktif bagi pusat kebugaran. Agatha biasanya mengambil jadwal dua kali untuk sebulan, tetapi kali ini dia mau lebih sering melatih ototnya. Satu setengah jam di atas treadmill adalah waktu yang baru.
"Kau membuat rekor hari ini, Agatha. Selamat!" Suara yang lembut menyapa dari samping, Agatha mencabut sebelah earphone-nya dan hal pertama yang ditemukan saat menoleh adalah wajah merekah bersama dengan handuk kecil dan botol air minum. "Kau semakin bagus."
Wanita itu langsung menerima semuanya. Sejuk seketika mengisi penuh rongga tubuhnya saat air tersebut diteguk. Handuk membantunya untuk kembali kering dari keringat yang sudah mengguyur. "Fyuh ... terima kasih Pras."
"Senang bisa membantu." Pras ikut mengambil duduk. "Melihatmu sekarang bisa kukatakan kau benar-benar membuat kemajuan pesat. Aku akan berbicara dengan doktermu dan mungkin kita akhirnya bisa selesai."
Agatha tersenyum, menampilkan gigi-gigi putih sekaligus lesung pipinya. "Syukurlah kalau begitu. Terima kasih lagi, Pras. Kau benar-benar membantuku."
"Aku terapismu, ingat? Juga, hari ini mungkin bagus karena kau sudah coba untuk melampaui batasan, tetapi selalu ingat untuk istirahat, kau akan tetap membutuhkan itu."
"Tentu, Pras. Tentu." Agatha menghabiskan sisa air minum tersebut dengan bersemangat. Musiknya dimatikan saat tahu televisi akan menayangkan tayangan MTV, perempuan muda itu suka mencari musik-musik baru di sana. Namun, siaran dijeda sementara dengan kemunculan flash news. Setelah animasi pembuka, sang penyiar muncul dengan pakaian jasnya yang rapi.
"Selamat pagi. Di hari Minggu yang cerah ini kami akan sedikit mengganggu aktivitas libur kalian dengan berita dari departemen kepolisian ...." Agatha yang sebelumnya tidak tertarik langsung membuang sandaran dengan memajukan tubuhnya sedikit begitu mendengarkan kepolisian disebutkan. "... Seorang tahanan berbahaya dikabarkan telah melarikan diri semalam, kepolisian meminta untuk mengurangi aktivitas di luar rumah, terlebih di malam hari. Jika pun terpaksa, dimohon agar tidak melakukannya sendirian atau ke tempat yang terlalu gelap. Selalu pastikan pintu dan jendela terkunci dengan rapat. Kepolisian juga mengucapkan permohonan maaf atas ketidaknyamanan yang akan terjadi, tetapi mereka ...."
"Hei, Agatha, bukankah ayahmu bekerja di kepolisian?" tanya Pras, tetapi Agatha tidak menjawab, melainkan memintanya untuk diam.
"... Untuk berjaga-jaga, kepolisian juga menginjinkan kami untuk memperlihatkan identitas dari tahanan yang kabur tersebut. Jika misalnya melihat atau mengetahui seseorang dengan ciri-ciri berikut, dimohon untuk langsung menghubungi pihak terkait—"
"Dia terlihat tidak terlalu berbahaya. Bagaimana menurutmu, Agatha?" Pras bertanya dengan tawa pelan, tetapi dia malah menemukan wanita itu dengan mulut setengah menganga, tangan yang masih memegang botol kosong tersebut gemetar begitu saja. "Agatha?"
Pras berusaha memegang lengan Agatha, ingin memastikan apakah perempuan itu baik-baik saja, tetapi Agatha malah langsung berdiri dan berhasil menyentakkan Pras. "Woah, Agatha, apa ada masalah?"
Agatha malah terdiam untuk sejenak, kesadarannya terpaku pada televisi, hingga bahkan siarannya sudah selesai, dia masih butuh waktu beberapa detik untuk mendengarkan laki-laki di sampingnya. "Pras ... aku baik. Aku mau pulang sekarang."
"Sekarang? Oh tidak, kau baru saja olahraga. Istirahatlah dulu."
"Maaf, tapi aku baru ingat ada urusan mendadak hari ini. Sekali lagi terima kasih, Pras. Kau sangat membantu," ucapnya cepat sembari mengemasi barang-barangnya dengan terburu-buru. Agatha lalu bergegas keluar saat Pras baru saja bertanya.
"Kau mau kuantar pulang?" tetapi Agatha sudah menghilang dari pandangannya begitu menginjak anak tangga.
Di lantai bawah dia berlari semakin cepat tanpa peduli kalau otot-otot kakinya mungkin saja akan kram. Beruntung hal tersebut tidak terjadi hingga dia bisa mendapatkan taksi.
"Kantor polisi, sekarang!" tukasnya, membuat pengemudi taksi ikut terburu-buru saat berkendara. Agatha memang berbohong kalau mau kembali ke rumahnya, dia juga tidak baik-baik saja seperti yang Pras duga. Tubuhnya benar-benar terguncang, adrenalinnya mengalir cepat mengalahkan darahnya sendiri. Dia tidak menyangka kalau tahanan yang dimaksudkan adalah orang itu.
Masih belum bisa mengatur napasnya, Agatha mencari ponsel di dalam tas dan segera masuk ke dalam aplikasi panggilan. Nada tunggu berbunyi, tetapi yang terdengar hanya permintaan untuk meninggalkan pesan.
"Ayah, aku dalam perjalanan ke kantor polisi sekarang. Tunggu aku di sana."
***
Kedua tangannya mengeras di kemudi, hingga urat darahnya sampai membengkak. Michael tidak pernah merasa sangat terguncang seperti sekarang. Membuka pintu saja rasanya sulit, dia sudah berdiam diri di dalam mobilnya selama lima menit.
Dirinya kehilangan fokus dengan menatap kosong di balik kaca, di dalam kepalanya dia hanya sedang berkhayal. Membayangkan kalau semua yang terjadi semalam tidaklah nyata. Hingga ketukan pelan di jendela mengembalikannya ke dunia nyata. Teman kerjanya yang sekaligus mengingatkan dia akan tujuan sebenarnya mengapa mereka berada di depan markas departemen kepolisian.
Berbeda dari Michael, temannya itu terlihat biasa saja dan begitu santai menyalakan rokok yang sudah terjepit di kedua bibirnya, lantas bermain dengan kepulan asap yang membuat Michael jadi benar-benar kesal.
"Kenapa kau sangat tenang?! Seorang pasien baru saja melarikan diri dan itu adalah tanggung jawab kita."
Rokoknya dilepaskan. "Ralat, tanggung jawabmu, Michael, tapi kau terlalu berlebihan. Lagipula, karena itulah kita kemari, polisi yang akan mengurusnya."
"Pasien itu adalah kriminal mengerikan yang membunuh orang-orang ini dua tahun lalu. Aku tidak berlebihan, seharusnya ini sikap yang wajar," sergah Michael. Amarahnya masih naik bahkan saat berjalan masuk, hingga dia melewati pintu dan segera nyali layunya kembali.
Akhir pekan yang lumayan sibuk. Meski beberapa tidak mengenakan seragamnya, tetapi mereka melewati setiap jalan dengan catatan di tangan atau ponsel yang terjepit di telinga. Salah satu yang membawa tumpukan dokumen tiba-tiba saja kehilangan keseimbangan tepat di hadapan Michael, dan seketika dia berteriak menggerutu.
Dugaannya soal semua polisi adalah pribadi sumbu pendek mengerikan ternyata benar. Michael menarik temannya lalu berjalan lebih cepat, hingga di depan lorong tangannya ditepis. Dia tersadar kalau dari sini Michael akan sendirian. Sementara batang rokok rekannya sudah terlihat akan habis, Michael lurus berjalan sembari meneguk ludahnya kasar.
Di depan salah satu pintu dia berhenti. Sebuah plat baja yang bertanda "Komisaris" terpajang di tengahnya. Kini seluruh tubuh Michael yang gemetaran. Semuanya terasa tidak benar. Sebenarnya dia sendiri juga kebingungan kenapa harus ketakutan. Padahal dia kemari hanya untuk memberikan laporan.
Menarik napas panjang, Michael coba untuk mengetuk, dan belum bahkan menyentuhnya pintu malah langsung terbuka. Suara agak tinggi melengking di telinganya, terlihat satu pertugas dan juga seorang wanita muda yang ditarik. Michael tidak bisa melihat apapun di dalam sana karena pintu langsung tertutup begitu kedua orang tadi keluar.
"Berhenti menarikku!" tukas yang perempuan protes, lalu melepas dirinya kemudian menatap tajam pada petugas itu. "Aku harus bicara dengan ayahku sekarang!"
"Seperti yang kau lihat, ayahmu sedang sibuk, Agatha, dan lain kali kalau kemari, kenakan pakaian yang lebih baik," petugas itu ikut protes. Pakaiannya memang terlalu terbuka. Baju dengan warna tipis yang agak lembab hingga pakaian dalamnya sampai tembus.
Mereka seakan baru sadar kalau ada seseorang di sana, begitu keduanya menoleh Michael hanya melambaikan tangannya canggung. "H–Hei."
"Kau dari asylum?" Michael mengangguk gugup sebagai jawaban. "Aku Miles Anderson. Mereka sudah menunggumu di dalam."
Pintu akhirnya kembali dibuka, mempersilahkan Michael masuk, sementara petugas bernama Miles itu masih menahan Agatha. "Kembali kemari saat kau sudah mengganti bajumu," lalu pintu ditutup.
Michael akhirnya bisa melihat jelas siapa saja yang telah menunggunya. Selain Miles yang mengambil tempatnya di sudut, ada seseorang di satu-satunya tempat duduk di ruangan tersebut. Sisanya adalah empat orang dengan dua di antaranya berpakaian jas rapi.
"Jadi kau Michael?" tanya pria yang duduk. Michael menyimpulkan dia adalah Komisaris kepolisian, dan memang benar begitu. Belum sempat dijawab, dia langsung melanjutkan. "Kalau begitu langsung saja. Mari kita mulai dari penjelasan soal apapun yang telah terjadi, kenapa Nemesis bisa melarikan diri?"
Nada yang datar itu benar-benar tidak membantunya, justru membuat lidahnya menjadi lebih kelu. Michael berdehem, lalu tanpa sengaja matanya menjalar sekitar untuk menenangkan diri, dan malah menemukan wajah-wajah tidak sabar yang semakin membuatnya ingin berlari keluar dari sana.
"Okey ... um ... sebenarnya dia tidak benar-benar melarikan diri dari ruangannya atau dari asylum. Makan malam seketika jadi bencana saat Nemesis terlibat perkelahian dan kepalanya pecah. Tidak ada dari kami yang merupakan dokter bedah, jadi kami harus membawanya ke rumah sakit kota."
"Jadi dia melarikan diri di ambulans?" Michael memilih untuk mengangguk lagi sebagai jawabannya.
Salah satu dari pria berjas itu bertanya, "bagaimana kalau kau jelaskan sebenarnya seperti apa Nemesis? Bagaimana dia saat di sana?"
Daripada sebelumnya, kali ini nada bicara yang lebih ramah bisa menenangkan Michael. Membuatnya lebih siap untuk bercerita. "Aku ditunjuk untuk menanganinya begitu dia dimasukkan. Sesuai dugaanku, dalam dua bulan pertama aku berhasil mengidentifikasi perilaku-perilaku katatonik, perseverasi, ekopraksia, yang membawa pada kesimpulan skizofrenia. Malah, sebenarnya dua minggu pertama dia sudah menunjukkan tanda-tanda pseudobulbar, dia terus-menerus tertawa."
"Dan apakah ada yang terjadi padanya sebelum dia meloloskan diri kemarin?"
"Ada," lanjut Michael. "Seperti yang kubilang, perseverasi. Awalnya dia selalu berbicara soal kejahatan apa yang dia lakukan serta penyesalannya yang disampaikan dengan tertawa. Namun, dalam empat bulan terakhir topiknya mulai berubah menjadi sesuatu di kolam renang, televisi, dan pemandangan indah di jembatan danau."
Kedua pria berjas itu lalu bertukar pandangan, tidak lama salah satunya melirik pada Komisaris yang masih terduduk sembari menopang dagunya dengan kedua tangan. "Yah, kalau begitu terima kasih atas informasimu, Dokter Michael."
Dahi Michael lantas terangkat. "Tunggu, apa? Maksudnya ... hanya itu?"
"Ya. Kami hanya membutuhkan informasi, dan kurasa kau sudah memberikan semuanya, atau ada yang lain?"
"T–Tidak. Tentu saja tidak ada." Meski agak gugup, tetapi semua orang di dalam sana menyadari kalau dia merasa lega dan bahagia di saat bersamaan. Sesuatu yang seharusnya tidak terjadi di saat seperti ini, tetapi Michael sama sekali tidak peduli.
Setelah pembicaraan yang singkat lainnya Miles membawa Michael keluar, tepat di mana rekan perokoknya muncul, bersama Agatha yang ternyata belum meninggalkan tempatnya. Wanita itu baru saja akan membuka mulut sebelum Miles seketika membanting pintu.
"Jadi bagaimana, Andy?" Kembali di dalam, Gerald bertanya pada pria berjas yang dari tadi berbicara.
Pria itu menggaruk tengkuknya. "Maafkan aku, Komisaris, tetapi sepertinya federasi belum bisa menangani kasus ini?"
"Tuan-tuan, kalau boleh ...." Miles akhinya memilih untuk berbicara. "Mungkin kalian belum sadar, tetapi biar kuingatkan kalau pasien sekaligus tahanan yang kabur ini adalah Nemesis, kriminal yang telah meneror kota ini dua tahun lalu, dan dua jam setelah berkeliaran di kota tiga mayat ditemukan dalam keadaan mengenaskan. Apa butuh lebih daripada itu untuk federasi agar mau menangani kriminal itu?"
"Ya," jawab Andy langsung. "Maksudku, dua tahun lalu kalian berhasil menangkapnya. Bukannya aku—maksudku kami menganggap remeh kasus ini, tetapi sepertinya Nemesis yang dijelaskan padaku tidak lebih daripada orang sakit jiwa yang berbahaya. Departemen Kepolisian akan cukup untuk menangani kasus ini."
"Aku memanggil federasi kemari justru karena yakin kali ini kami tidak akan bisa menangkapnya." Gerald menambahkan. "Kami bahkan tidak tahu kalau Nemesis sebelumnya adalah seorang ahli biologi sampai beberapa bulan lalu karena dia terus-terusan merusak sidik jarinya. Pada intinya pria itu lebih daripada yang bisa kau bayangkan."
Kembali Andy menatap rekan dari pria berjasnya yang masih memilih untuk diam. Mereka seolah sedang melakukan komunikasi dalam hati walau hanya terlihat saling mengangguk. "Begini saja, Gerald. Jika dalam seminggu dan kalian benar-benar tidak bisa menanganinya, federasi akan memberikan bantuan, tetapi mau bagaimanapun ini akan tetap jadi tanggung jawab Kepolisian."
Seisi ruangan jadi senyap, antara sepakat atau tidak dengan tawaran tersebut, tetapi Andy menganggap sebagai iya. Setelah pamit, kedua orang-orang federasi tersebut akhirnya pergi. Menyisakan Komisaris dan tiga anggotanya di dalam sana, masih dalam diam satu sama lain.
Gerald menarik napas panjang. "Kurasa kalian bertiga sudah menyadari kenapa hanya kalian yang dipanggil kemari sejak awal."
"Ya," salah satu menjawab dengan lemah. "Apa ini artinya kita hanya harus bertahan selama seminggu atau ... entahlah."
"Sungguh bukan sikap seorang polisi, Ferry," gerutu Miles.
"Berhenti membohongi dirimu sendiri, Anderson! Jauh di dalam dirimu kau juga ketakutan sepertiku. Dan tanpa mengurangi segala hormat." Ferry melirik Gerald. "Anda juga ketakutan, kan?"
"Tidak, lebih kepada ini akan sangat merepotkan, dan Miles benar, Ferry. Kau adalah polisi, kalian bertiga adalah polisi terbaik yang dimiliki departemen ini. Namun, kita semua tahu siapa Nemesis dan apa yang telah dia lakukan pada kota ini dua tahun yang lalu."
Ferry menghela napas dengan gugup. "Jadi apa rencananya?"
"Akan ada dua tim yang terdiri dari tiga orang. Dua di antara kalian akan bergabung denganku, tim kedua akan dibawah kendali salah satu dari kalian, tetapi bukan aku yang menentukan. Kalian sendiri yang harus memilih."
Sontak ketiganya saling menatap canggung, menyikut, dan berbisik samar. Gerald sudah mengetahui kalau Ferry sangat jelas tidak akan mau mengambil tempat itu, itu berarti hanya menyisahkan dua orang saja. Dia baru saja menduga sampai orang tersebut akhirnya mengangkat tangan. "Miles ...."
"Aku bukan ingin jadi ketua tim, aku ingin memberikan saran untuk penyelidikan ini. Kita butuh satu orang lagi."
"Dan siapa itu?"
"Caster. Caster Patrick," pungkas Miles. Seketika Ferry tertawa singkat.
"Haha! Tidak akan, maksudku tidak bisa. Selama dua bulan dia kembali dari cutinya dan pria itu hanya membuat masalah."
"Jadi kau mau memimpin tim yang kedua, Ferry?" balas Miles yang seketika membuat Ferry memalingkan wajah. "Entah skorsing berapa lama yang anda berikan kemarin padanya, Komisaris, tetapi dua tahun yang lalu Caster satu-satunya yang berhasil menemukan sekaligus menahan Nemesis. Kita akan membutuhkannya kali ini."
Lagi-lagi Gerald mendesau. "Maafkan aku, Miles. Hanya saja, aku setuju pada Ferry kali ini."
Miles tidak menyerah. "Membawa masalah dalam penyelidikan memang tindakan yang buruk, tetapi kita akan sangat membutuhkan Caster."
"Maafkan aku, Miles, tetapi aku tidak memberikan pria itu skorsing." Gerald menarik lacinya, kemudian menjatuhkan sesuatu di atas mejanya yang berdenting ke seluruh ruangan. Miles hanya bisa melebarkan mata begitu sadar benda apa itu.
"Anda bercanda ...," tutur Miles tidak percaya, hingga menemukan Gerald menggelengkan kepala membuatnya bernapas pendek. Oh Caster ....
"Aku tahu yang kau pikirkan, Miles. Caster baru saja menghabiskan waktu untuk sendiri, tetapi aku juga tidak bisa membiarkannya terus membuat masalah. Kita bekerja untuk hukum, bukan mempermainkannya. Bahkan kalau aku memang mau pria itu menangani kasus ini, dia sendiri tidak akan mau setelah melepaskan lencana ini."
Lampu kuning menyala di atas kepalanya. "Kalau begitu biar aku yang berbicara dengannya, tetapi anda harus membiarkannya bergabung."
"Dan apa yang membuatmu yakin kalau Caster akan menerimanya?" Ferry yang bertanya.
"Karena aku adalah mitranya," ucap Miles yakin. "Dia adalah rekanku. Jika ada orang di markas ini yang mengenal Caster cukup jauh, itu adalah aku."
Sekali lagi Gerald yang menarik napas panjang, lalu berdiri dari tempatnya. "Terserah kau saja, tetapi hanya sampai tengah malam, dan karena kau sudah mengangkat tangan, kuharap kau siap bersama dua orang pilihanmu di markas ini untuk memimpin tim kedua kalau Caster menolak. Besok pagi kalian kembali lagi kemari."
Satu per satu meninggalkan ruangan, Miles yang terakhir. Tepat ketika melewati pintu dia langsung memutar mata. "Bukankah sudah kubilang padamu—"
"Apa ayahku sudah selesai?" Agatha masih ada di tempatnya. Miles memukul dahinya kesal dan beringsut dari depan pintu. Membiarkan Agatha melesat masuk. Dia tidak ingin tahu pembicaraan apa yang terjadi, melainkan bergegas meninggalkan markas.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro