Chapter 25
Jendela di dekat Caster berhasil meloloskan cahaya yang segar. Dia sengaja menarik gorden agar kehangatannya dapat menyebar ke seisi ruangan.
Dia mengambil duduk. Di tangannya terdapat amplop yang sudah dibuka segelnya. Caster menarik napas panjang sembari menutup matanya. Perasaannya begitu tenang sekarang. Kemudian membuka surat tersebut dan membacanya pelan-pelan.
20 Maret
Untuk Caster. Ini aku, Kyle Screen. Yah, kuyakin kau juga sudah melihatnya sendiri di amplop suratnya. Aku tidak suka menulis surat, jadi kurasa kata-kataku di sini akan membuatmu kebingungan, tetapi kuharap itu tidak terjadi.
Kepalaku sangat sakit. Sejak dulu dan sampai sekarang. Sejak tiga bulan lalu sampai hari ini. Keluargaku membuangku, jadi aku hidup di jalanan dengan banyak rasa sakit. Suatu hari aku menemukan senjata api di sebuah tempat sampah yang masih punya banyak peluru. Aku tidak pernah ingin membunuh seseorang, hanya akan kugunakan untuk mengancam agar mereka memberiku uang.
Aku sungguh tidak tahu apa yang aku tulis di atas. Sebenarnya aku menulis surat ini selama dua hari. Saat kubaca ulang kembali memang kata-kataku di atas benar-benar bodoh. Bahkan aku sudah menulis sembilan surat lebih tapi tak pernah mengirimnya padamu. Isinya sama konyolnya dengan diriku. Apa yang sebenarnya ingin kutulis adalah, akhirnya aku tahu dari mana sakit kepalaku itu. Tumor otak.
Mungkin ini balasannya. Aku tidak akan pernah bisa mengabulkan keinginanmu saat di pengadilan. Kembalikan keluargaku, aku masih bisa mengingatnya dan itu selalu menghantuiku. Tapi aku tahu kau berharap balasan yang setimpal. Aku tidak berusaha membuatmu merasa bersalah, tentu saja kau tidak akan merasa bersalah karena berharap aku mati, bodoh sekali diriku. Pada akhirnya aku bisa ke neraka.
Sungguh, aku tidak mengharapkan maaf atau apapun darimu. Seharusnya memang aku yang mengerti. Jika akhirnya aku punya keberanian untuk mengirimkan semua surat ini, aku akan siap jika kau datang ke rumah sakit jiwa dan membunuhku di tempat. Atau kau mau menyiksa diriku dengan tumor otak ini sampai aku tewas, itu juga lebih baik.
Aku tidak pantas hidup tenang, tetapi kau pantas. Dan bodohnya aku merenggut itu darimu.
Tertanda
Kyle.
Caster menghela napas sekali lagi. Kemudian menunduk sedikit, melihat pria yang tengah terbaring lemah di hadapannya. Tidak lama dia membuka mata, dan menatap Caster yang tengah tersenyum.
"Aku memaafkanmu," ucap Caster. Dia bisa melihat balasan senyum yang hangat. Seperti matahari pagi ini. Begitu terang, dan menenangkan.
***
Rantai borgol itu tak berhenti untuk bergemerincing. Nemesis mengangkat tangan berusaha mencakar Caster di hadapannya. Hanya saja tidak pernah sampai. Caster juga hanya terduduk dengan wajah yang kaku dan tangan menyilang.
"Kau harusnya senang. Kita tidak akan bertemu lagi setelah ini." Sudah seminggu sejak penangkapan Nemesis. Federasi memberikan kabar pada kepolisian kalau pria itu akan dipindahkan. Caster sampai sekarang belum tahu apa yang akan terjadi, penanganan jiwa seumur hidup mungkin, tetapi tidak masuk akal. Mungkin hukuman mati adalah yang paling pantas.
Jadi sebelum itu terjadi, Caster ingin menemuinya sekali lagi. Hal pertama yang dia dapatkan adalah amukan Nemesis.
"TIDAK!" teriaknya. "Aku harusnya tetap di kota ini! Aku adalah musuhmu, dan seharusnya tetap seperti itu! Aku tidak mau pergi dari sini!"
"Federasi akan mengurusmu dengan baik. Mungkin kau akan menemukan musuh baru di sana, yang lebih baik daripada aku tentunya," balas Caster tetap berusaha tenang.
"Aku akan membunuh mereka semua!"
Nemesis masih terus mengamuk. Caster ingin mencari momen yang tepat agar setidaknya dia bisa mengendalikan pembicaraan Nemesis. Namun, sepertinya itu tidak akan pernah terjadi. Dia juga kehabisan waktu. "Apa yang sebenarnya kau inginkan, Nemesis?"
Sontak Nemesis terdiam. Sebelah alis Caster terangkat karena tak mengerti. Hingga tak lama terdengar suara tawa yang singkat. "Pesta. Aku membuat pesta."
Wajah Caster mengerut. Nemesis justru tertawa lagi. "Mereka bilang kalau kau berpikir aku hanya ingin menciptakan diriku sendiri? Kau salah besar. Bukan itu tujuanku. Aku hanya ingin membuat pesta khusus untukmu, Caster Patrick. Sayangnya kau dikeluarkan dari kepolisian, jadi kumulai dengan undangan yang lebih besar."
"Apa sebenarnya yang kau bicarakan?"
"Miles Anderson, Jared Anagram, Agatha Lindsey. Lalu Kyle Screen, Violet Patrick, dan Nate Patrick. Mereka semua adalah kesalahanmu. Mereka semua adalah rasa sakitmu. Jadi kenapa tidak mengumpulkan mereka semua. Jadi kau bisa menyadari kalau semua kesalahan itu akan menyiksamu dan membawamu sampai kau mati."
Tangan Caster turun, matanya melebar dengan segera. "Kau tidak tahu apapun."
"Tentu saja ku tahu, Caster. Aku Nemesis." Dia kembali berusaha memajukan tubuhnya yang terkunci dengan borgol di meja itu. Tujuannya bukan untuk mencapai Nemesis, tetapi hanya agar dia bisa lebih dekat dengan suaranya yang mulai mendesis.
"Aku lah rasa sakit terbesarmu. Aku tidak akan membunuhmu. Aku hanya akan menyiksamu, aku akan menyakitimu, dan akan terus begitu sampai kita berdua mati bersama."
Tangan Caster mengepal dengan erat. Dia membenci ini, sekarang malah Nemesis yang memgendalikannya. "Kau akan pergi dari sini."
Nemesis tertawa kembali. "Ya, tetapi hidupmu juga tidak akan pernah tenang. Agatha ingin sekuat dirimu, dan kau tahu itu bahaya yang besar. Jared masih tidak percaya padamu. Kau tidak benar-benar memaafkan Kyle, kau hanay ingin membuatnya merasa bersalah. Kematian keluargamu adalah kesalahanmu. Miles jadi segila diriku karena kau mengabaikannya. Lalu aku ...."
Nemesis menyeringai dengan puas saat menemukan rahang Caster menegang karena amarah. "Aku adalah kesalahan terbesarmu. Kau tidak akan pernah bisa membunuhku karena kau sadar, hanya aku satu-satunya yang bisa menyadarkanmu kalau semua itu adalah rasa sakitmu. Kau takut pada mereka semua. Kau takut padaku."
Caster seketika berdiri sampai kursinya tergeser mundur. Melihat itu membuat Nemesis benar-benar tertawa keras hingga kali ini benar-benar menggema ke telinga Caster. "Semua itu tidak benar. Sedikitpun tidak!"
Pria itu bergegas keluar, tetapi dia masih bisa mendengarkan ada tawa yang nyaring meski pintu sudah benar-benar tertutup. Langkahnya begitu buru-buru hingga tanpa sengaja hampir menabrak seorang petugas yang juga baru keluar dari salah satu ruang isolasi.
"Michael ... maaf."
"Sudah selesai dengan Nemesis?" tanya Michael, Caster hanya mengangguk. Dia masih berusaha menyembunyikan kegelisahannya saat menoleh ke pintu kaca dari ruangan Michael tadi.
Di dalam ruang serba putih tersebut ada Miles. Mengenakan pakaian yang juga putih, tetapi membungkus dan bahkan melilit hampir seluruh tubuhnya kecuali kepala, sehingga Miles tidak dapat melakukan apapun. Dia tidak bisa mendengar apapun di dalam sana, tetapi dari tempat melihatnya Caster tahu Miles sedang berteriak.
Sampai kemudian Miles menoleh, menatap Caster dengan tajam, tetapi sedang menangis.
"Miles akan baik-baik saja," ucap Michael. Psikiater itu sepertinya sudah semakin akrab dengannya.
Caster berdehem, dan menarik senyum kecil. "Tentu, Michael. Aku percaya padamu, tapi ... bagaimana Miles sejauh ini?"
"Dia belum sebulan di sini, jadi kami masih melakukan analisis. Namun, bisa kukatakan akan butuh waktu yang lama. Setahun kalau dia beruntung."
Caster mengangguk sekali lagi, tanda paham. Setelah itu dia keluar dari asylum. Di dalam mobilnya, dia sempat terdiam sejenak hanya untuk mengela napas pendek. Ponselnya kemudian berdering.
"Halo, Gerald ...."
Agatha turun dari treadmill dengan keringat yang sudah membanjiri tubuhnya. Dia segera mengambil duduk yang cukup dekat dengan pendingin ruangan, serta menarik handuk di dekatnya untuk mengeringkan diri.
Sudah seminggu lebih. Agatha mendapatkan kabar dari ayahnya kalau Nemesis akan dipindahkan, dan benar-benar jauh dari kota. Pikirnya Nemesis akan ditaruh di penjara pulau terpencil atau mungkin hukuman mati, pilihan kedua lebih bagus. Agatha sebenarnya sempat bertanya kemana, tetapi ayahnya mengatakan itu sudah menjadi rahasia federasi.
Setidaknya dia tahu sudah bisa tenang sekarang. Walau tidak benar-benar lega karena masih ada hal yang wanita itu khawatirkan. Tentang di mana ada bagaimana Jared sekarang.
Dia tidak pernah lagi muncul, bahkan di hadapan Caster. Agatha gelisah setiap hari hanya memikirkannya. Di bioskop Jared pergi begitu saja dan tidak mengatakan apapun soal kembali atau lainnya.
Menghubunginya pun tidak menjadi pilihan. Mereka tidak saling bertukar nomor ponsel saat itu. Sekarang dia hanya bisa menunggu pria itu benar-benar kembali, setidaknya mengatakan apa pilihannya ke depan.
Diamnya terganggu saat sesuatu yang dingin menyentuh pipinya. Agatha berbalik dengan terkejut dan menemukan itu hanya botol air dingin.
"Pras. Terima kasih ...."
Saat Agatha baru saja meneguknya, Pras juga mengambil duduk. "Hei ... ini jadi hari terakhir untuk terapi fisikmu."
"Yah ...." Agatha menyunggingkan senyum. "Terima kasih untuk semuanya, Pras. Kau benar-benar membantuku."
"Yap, tapi kalau mau kita amsih bisa terus latihan, cukup kabari aku."
"Tentu, Pras. Aku tidak mungkin berhenti melatih kaki-kakiku ini." Agatha segera menghabiskan sisa air minumnya. Saat selesai, dia baru menyadari Pras benar-benar berada di dekatnya. Wajahnya perlahan-lahan jadi seperti kepiting rebus.
"Omong-omong, kalau kau tidak sibuk ... aku ingin mengajakmu makan malam. Maksudku ...." Suaranya patah-patah, sampai kemudian memalingkan wajahnya agar tak dilihat Agatha. "Maksudnya, kalau kau mau. Aku bisa memesan meja, dan ...."
Agatha yang sebelumnya terperanjat seketika tertawa kecil. Kemudian tersenyum dan meminta Pras agar melihatnya kembali. "Tentu, aku mau ...."
Waktu sudah cukup pagi untuk orang-orang beraktivitas. Sebagian besar ruangan di apartemen pastinya kosong, termasuk di hadapan Jared. Pemiliknya tidak ada di dalam sana, dan lagipula Jared tadi melihatnya pergi sejam lalu.
Jared memeriksa sekelilingnya. Tak ada siapapun sejauh yang mendekat sejauh ini. Dia melihat kertas di tangannya, yang berisi tulisannya sendiri. Dia baca kembali meski sudah dilakukan sebanyak lima kali.
Untuk Agatha
Aku tahu kau marah padaku. Kau mungkin kecewa, tetapi aku tidak mau kau berpikir aku hampir saja mati karena ingin membalas dendam untukmu. Aku selalu egois dan tempramen sejak awal, bahkan hingga akhir aku masih tidak mau berbicara dengan Caster.
Aku mau mengubah itu semua, tetapi aku tidak bisa melakukannya tanpamu. Kita berdua adalah korban Nemesis, tetapi kau adalah yang paling kuat. Aku kagum akan dirimu, kekuatanmu, keyakinanmu, dan hatimu. Apa yang terjadi malam itu mungkin tidak sengaja, tetapi aku merasa itu saat paling tenang dalam hidup setelah semua yang terjadi.
Kupikir kembali menjadi polisi dan berbicara dengan semuanya masih bukan pilihan yang bagus, dan kupikir aku bisa menjadi sesuatu yang lain. Mungkin hanya menjadi Jared saja. Apapun itu, yang ingin kulakukan adalah membuktikan padamu kalau aku masih bisa jadi lebih baik, dan mungkin akan membuatmu bangga, dan bahagia untukku.
Tapi kalau kau pikir aku sudah tidak punya kesempatan, atau mungkin aku tidak bisa berubah, maka buang saja surat ini. Aku tidak akan marah, aku tidak akan mengatakan apapun jika misalnya kita bertemu lagi, aku akan mengerti. Apapun yang terjadi, aku mencintaimu.
Jared Anagram
Napas pendek dikeluarkan. Kemudian memotong selotip dan menempelkan kertas tersebut di pintu. Jared lalu pergi, dan tidak sedikitpun menoleh ke belakang.
Selama beberapa menit lorong di sana kosong. Hingga seorang petugas kebersihan datang dan membuka beberapa jendela untuk membiarkan angin masuk. Dalam sekian detik, kertas itu bergerak-gerak, dan akhirnya selotip kecil tadi tidak lagi kuat untuk menahan. Kertas itu terjatuh.
Sambil bersiul, petugas kebersihan itu mengambil sapu, dan membersihkan semua yang ada di lantai.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro