White day
Ini sudah memasuki bulan april. Dan sampai sekarang Yara masih menunggu seseorang untuk memberinya sesuatu. Siapa lagi kalau bukan suami tercinta, Mutsuki Hajime seorang.
Hajime entah ingat atau tidak kalau beberapa Minggu yang lalu adalah white day. Kalau menurutnya sih suaminya itu jelas tidak ingat. Mendekati white day pria itu semakin jarang di rumah.
Beberapa kali terbesit pikiran negatif seperti Hajime yang bisa saja berselingkuh. Tapi, Yara berusaha berpikir positif. Suaminya takkan mungkin selingkuh darinya karena Hajime itu menurut Yara adalah pria yang setia dengan pasangannya. Rival terberatnya hanyalah pekerjaan Hajime.
Meski sudah mengumumkan tentang status Hajime yang sudah menjadi milik Yara itu, Hajime tetap mendapat banyak tawaran pekerjaan. Membuat Yara mau tak mau merelakan waktunya dengan Hajime dirumah.
Yah mari kembali lagi pada Yara. Gadis itu tengah menusuk nusuk pipi balita dipangkuannya. Tolong jangan salah paham cuman anak titipan dari tetangga. Balita itu tak merasa terganggu sama sekali dan tetap fokus menonton kartun we bare bears sambil sesekali tertawa melihatnya.
"Riku, apa karena aku tak memberikan apapun saat valentine kemarin?" tanya Yara yang membuat balita bernama Riku itu berdiri dan duduk di depannya dengan membelakangi tv.
Riku memiringkan kepalanya dengan wajah bingung. Membuat Yara tak bisa menahan rasa gemas melihatnya. Lucunya sudah melewati batas wajar keimutan sampai akhirnya Yara tak sanggup untuk menahan dirinya agar tidak memeluk balita itu.
"Riku, apa Hajime balas dendam padaku?" tanya Yara sekali lagi dengan tangannya yang masih setia memeluk balita itu.
"Aun ... Aun," gumam Riku entah apa maksudnya sambil menepuk-nepuk pipi Yara. Yara yang kesakitan pun akhirnya melepaskan pelukannya dan saat itu juga Riku pun kembali fokus menonton dua beruang dan satu panda itu.
"Riku, jahat sekali sih. Masa Riku lebih milih mereka daripada nee-chan?" tanya Yara dengan wajah yang dibuat-buat. Riku tak membalas ucapan Yara dan masih tetap fokus dengan tontonannya, membuat Yara gemas dan memutuskan untuk mencubit pipi balita itu gemas. "Yasudah, nee-chan mau menelpon mamamu."
Yara pun mengambil ponselnya yang tergeletak di meja makan. Meninggalkan Riku yang sudah tak peduli apapun yang dilakukan Yara sekarang. Selama tidak mengganggunya menonton tidak masalah bagi Riku. Dasar dari kecil sudah mengesalkan.
Yara pun menempelkan ponselnya ditelinganya. Menunggu jawaban dari mamanya Riku. Sampai akhirnya suara operatorlah yang menjawab. Yara pun mencoba menelpon sekali lagi. Hasilnya sama saja, tak diangkat. Yara tak menyerah ditelpon yang kedua diapun terus menelpon sampai 12 kali, dengan hasil yang sama.
"Apa jangan-jangan perempuan gila ini lupa menitipkan anaknya padaku?" tanya Yara sambil memencet tombol panggil sekali lagi, untuk terakhir kalinya.
Yara bersumpah akan merusak pintu rumah tetangganya itu sebagai hadiah karena tak menjawab telponnya.
Menunggu sekian lama akhirnya Yara berhasil mendengar suara halus yang ditunggu sejak tadi.
"Moshi-moshi, ada apa sepertinya darurat sekali?" tanya si penerima seolah tak berdosa.
"Sialan, kemana saja kau ini?! Katamu jam 6 kau jemput Riku ini hampir jam 8 malam astaga! Kemana hilangnya otakmu itu?!" teriak Yara frustasi sekaligus kesal tanpa peduli balita yang masih fokus di depan tv itu.
"Mau bagaimana lagi? Ayahnya juga sedang di luar kota, proyekku tak bisa menunggu aku harus bagaimana lagi, Yara? Tunggulah sebentar lagi aku akan selesai." balas si penerima dengan nada lelah.
"Kenapa juga kau masih harus mengurusi proyek? Kalau setahun yang lalu kau bilang sudah berhenti dari pekerjaanmu?"
"Well, aku hanya mendampingi mereka. Salah satu dari mereka memintaku untuk mendampingi mereka,"
"Kalau begitu bawa saja anakmu, bodoh!"
"Kau ini kenapa sih marah-marah saja daritadi? Ah, atau mungkin karena white day? Lupakan saja, ini sudah bulan april. Sekarang saatnya april mop berhati-hatilah, hahaha. Sudah ya mereka memanggilku. Tunggu saja aku akan pulang secepatnya." Dan sambungan telponpun ditutup secara sepihak oleh ibu dari Riku itu.
Yara sejak telpon ditutup secara sepihak itu hanya bisa menggerutu sebal. Jelas saja, dia diabaikan Riku setelah hampir seharian bersama-sama, menelpon ibu dari Riku sampai 13 kali dengan 12 kali tidak diangkat, ketika sudah diangkat disuruh menunggu lagi sampai perempuan itu datang.
Dengan langkah malas Yara pun duduk di sofa yang ada di depan tv, melihat Riku yang sudah mulai mengucek matanya. Yara tahu kalau balita itu sudah mulai mengantuk.
"Riku mau gendong?" tanya Yara sambil membuka kedua tangannya. Riku pun menggangguk dan Yara langsung menggendong Riku. Riku itu selalu dimanja saat bersama Yara, seperti sekarang ini. Saat Riku mengantuk Yara pasti menggendong balita itu sampai tertidur pulas.
Yara baru saja akan menidurkan Riku di kamarnya saat ia mendengar bunyi bising di depan rumahnya. Tanpa repot menidurkan Riku, Yara pun berlari keluar rumahnya. Mendapati sekumpulan anak kecil yang baru saja menyalakan petasan.
"Hey kalian! Bagaimana jika tangan kalian yang meledak setelah bermain petasan?! Bagaimana jika kalian terluka?!" teriak Yara gemas pada sekumpulan anak-anak yang hanya bisa menundukkan kepalanya mendengar teriakan gemas Yara. Yara yang tak tega akhirnya mengusap rambut salah satu dari mereka sambil tersenyum manis, "Lainkali, ajak aku saat bermain. Tapi, aku tidak akan menerima ajakan di malam hari, kalian mengerti?"
Anak-anak yang tadinya menunduk ketakutan kini menatap Yara yang masih menggendong Riku dengan antusias. Mereka tak menyangka Yara akan bergabung dengan mereka. Dengan lantang dan bersamaan mereka berteriak, "Mengerti, Onee-san!"
Riku menggeliat gelisah dalam gendongan Yara mendengar teriakan dari sekumpulan anak itu. Yara pun menepuk-nepuk punggung Riku berusaha menenangkan balita itu. Anak-anak itu langsung berlarian menuju rumah mereka saat Yara menyuruh mereka pulang. Saat hendak membuka pintu rumahnya, Yara dikejutkan oleh sebuah suara dari tetangganya.
"Ada apa tadi Yara, kok sepertinya ramai sekali?" tanya seorang wanita dengan baju santainya dari depan rumahnya.
Melihat hal itu Yara mendadak kesal. Dia sejak tadi sedang dikerjain oleh tetangganya itu dengan menitipkan anaknya sedangkan dia sendiri bersantai dirumahnya dengan alasan mendampingi mantan anak buahnya. Sial sungguh sial nasib Yara. Ditipu tetangganya sendiri.
"Kau! Teganya membohongiku!" ucap Yara kesal sambil menunjuk wanita itu.
"Hahaha, bagaimana kebohonganku bagus bukan? Kurasa aku bisa mencari uang banyak dengan bakat aktingku ini," balas wanita itu menghampiri Yara yang masih ditempatnya dan mengambil Riku di gendongan Yara. "oh, kalau kau ingat kata-kataku ini sudah bulan april, meski tanggal satu sudah lewat tetap saja namanya april mop karena ini masih bulan april. Informasi saja suamiku masih ada di rumah sekarang, hahaha."
Setelah mengucapkan hal itu wanita itu langsung berjalan pergi dengan tawa yang tak berhenti keluar dari mulutnya. Yara yang kesal hanya bisa mendegus sebal sambil membuka pintu dan menutupnya dengan keras tanpa peduli bagaimana masa depan pintu itu.
"Jangan marah-marah kau jadi terlihat semakin imut," ucap sebuah suara yang jelas membuat Yara terkejut.
Bagaimana tidak terkejut Hajime tanpa tahu kapan masuknya tiba-tiba saja duduk di sofa sambil mengganti-ganti saluran tv. Padahal pria itu bilang kalau dia akan pulang seminggu lagi. Yara pun memutuskan untuk menghampiri Hajime dan duduk di sebelah pria itu.
"Hari ini aku dikerjain tetangga sebelah." curhat Yara dengan mulut yang sudah mengerucut.
"Ya, tidak heran tetangga kita itu memang usil." jawab Hajime tak mengalihkan pandangan dari tvnya.
Yara kesal. Lagi-lagi dia diabaikan. Setelah menyikut perut Hajime, Yara langsung berjalan menuju kamar mereka dengan langkah yang dihentakkan.
Hajime yang bingung pun akhirnya mmematikan tv dan menyusul Yara. Begitu membuka pintu kamar, Hajime bisa melihat gundukan di atas kasurnya, yang jelas Hajime tahu apa yang ada di balik selimut itu. Hajime hanya bisa tersenyum, istrinya itu memang selalu begitu saat kesal. Menyembunyikan seluruh badannya di dalam selimut sambil mengusahakan untuk tidur.
Hajime pun menghampiri kasur yang terletak ditengah-tengah kamar. Duduk di salah satu sisi kasur dan mengelus salah satu bagian yang Hajime tebak sebagai kepala istrinya.
"Itu bukan kepalaku!" teriak Yara dari balik selimutnya. Hajime pun terkekeh mendengar teriakan Yara, karena dia jelas sadar yang di elus adalah kepala Yara.
"Ada apa sebenarnya dengan dirimu? Kau tidak seperti biasanya, Yara," bujuk Hajime dengan tangannya yang tak berhenti mengelus kepala Yara.
"Hari ini aku dikerjain." Hajime menggangguk mengerti. Di balik selimut Yara mulai menghitung alasan kekesalannya hari ini.
"Aku menelpon tetangga kita itu 13 kali dengan 12 kali telpon yang tidak diangkat." Hajime lagi-lagi menggangguk.
"Riku mengabaikanku. Kau juga mengabaikanku."
"Oh, yang paling membuatku kesal ini sudah bulan april dan aku belum juga mendapat coklat darimu." Yara pun menyingkap selimut yang menutupi kepalanya dan menatap Hajime kesal.
Hajime pun tertawa mendengar alasan terakhir. Melihat dan mendengar tawa Hajime Yara merasa ingin menampar tapi juga tak ingin karena masih ingin mendenggar suara tawa Hajime. Yara pun memutuskan untuk menunggu Hajime menyelesaikan tertawanya dan mendengar alasan pria itu menertawakannya.
"Heh ... kau sendiri yang bilang tidak selalu dengan coklat kan? Kalau begitu bukankah sudah kuberikan?" Yara menatap Hajime heran dan Hajime sadar akan perubahan ekspresi istrinya itu, "dengan tetap sabar hidup denganmu selama ini bukankah sudah kuberikan balasan valentinemu?" Hajime tersenyum diakhir kalimat membuat Yara kehabisan kata-kata dengan wajah memerah.
"Hah, april mop!" teriak Hajime tiba-tiba membuat Yara kembali kesal.
Yara pun menutup kembali kepalanya dengan selimut, "Ah, sial lagi-lagi!"
"Hahaha, tunggu sebentar." pamit Hajime meninggalkan Yara di kamar. Tak lama kemudian pintu kamar kembali dibuka. Yara tak peduli.
"Lihatlah aku membawakan sesuatu." bujuk Hajime, Yara masih tak mau menurunkan selimutnya dan memutuskan untuk menutup mata dan telinganya. Ia tak mau ditipu lagi. "hei, lihatlah sebentar aku tak berbohong kali ini, sungguh."
Yara tak peduli dan masih setia berusaha tidur, begitu juga dengan Hajime yang masih gigih membujuk Yara. Sampai akhirnya Yara tak tahan dan menyingkap selimutnya kesal dan bangun dengan kesal.
"Akhirnya," Hajime mendesah lega setelah melihat raut terkejut sekaligus terharu Yara saat perempuan itu melihat sekotak coklat dan ice cream ditangan Hajime. "Karena menunggumu ice creamnya jadi sedikit cair, jadi cepat habiskan."
Dengan senang hati Yara pun menerima dua buah makanan favoritnya. Perempuan itu memakannya dengan lahap sambil sesekali menyuapi Hajime yang memperhatikan Yara makan. Melihat Yara bahagia saja sudah membuat Hajime ikut bahagia.
"Hutang white dayku hari ini lunas ya?" Yara menggangguk sebagai jawaban membuat Hajime lagi-lagi tersenyum. Manis sekali istrinya saat ini. Bahkan coklat dan ice cream ditangan Yara itu tidak ada apa-apanya dengan wajah Yara sekarang.
End
.
.
.
.
Hayhayy kalian yang sedang membaca ff ini:) maap kalau ada typo salah kata maupun ooc. Sengaja tidak diberitahu nama si tetangga karena ingin kalian mengimajinasikan nama si tetangga /alasan sih sebenarnya
Ini adalah gabungan april mop sama white day. Iya tau kalau udah telat banget:) aghu sadar. Ini sadja menyempatkan diri ditengah2 kesibukan latihan yg menggila semakin mendekati hari-H:)) sudah ah malah curhat.
Kalau ada yang bertanya-tanya kemanakah perginya Kuroda jawabannya, Kuroda lagi betah di dorm. Kuroda sudah mulai bosan. lihatlah dan dengarkan duet pasutri:)/astaga aku nyanyi/ Kuroda butuh refreshing:)))
Tidak ingin membuang waktu kalian semakin banyak. Terima kasih sudah bersedia membaca. Mungkin juga mengvote juga berkomentar. Mungkin kita akan bertemu di karya yang lain:D aghu sayang kalian mwahh😘😘😘
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro