Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

← Koutarou Bokuto

Koutaro Bokuto as Your Boy Friend
Haikyuu!

Character owns ©Haruichi Furudate
Point ideas ©@meow.otaku
Story ideas ©liziaslavk

[OOC]

###

If Koutarou as your boy friend, he will...


'Bro' and Hug

"Hey hey hey [name]!"

Kamu tersenyum, lalu memutuskan untuk mampir dulu ke arah suara; Koutaro Bokuto, sahabat laki-lakimu. Laki-laki itu sedang melakukan pendinginan ringan di depan pintu masuk gym. Tubuhnya menghadap dirimu, yang datang dari arah koridor.

"Yo bro!" kamu sampai di depannya, dan Bokuto langsung mengangkat kedua telapak tangannya di udara. Kau menyambutnya, menyatukan kedua telapak tangan kalian hingga menimbulkan bunyi tepukan.

"Sudah selesai latihannya?" kau melongo ke dalam gym, melihat para anggota voli itu sedang beres-beres, maupun melakukan peregangan.

"Sudah dong! Kami memutuskan untuk selesai lebih cepat hari ini," tubuh Bokuto menyandar ke sisi pintu, "repot banget sih, materi tugas kelas akhir tuh." hingga ujungnya, pemuda itu mengeluh.

Kamu mengerti. Bagaimanapun juga, kamu dan Bokuto sama-sama menginjak kelas akhir. Tugas akhir kelas tiga sudah mulai di umumkan, dan itu mungkin akan menambah beban para pemain voli ini. Melihat bahwa rata-rata pemain inti adalah kelas akhir. Seperti Yamato Sarukui, dan Haruki Komi yang bahkan sekelas denganmu.

"Mau bagaimana lagi? Untung saja pertandingan akhirmu sudah selesai ya," kamu melemparkan senyum. Tetramu kemudian mendapati sosok lain yang datang menghampiri kalian, lalu menyapanya, "Akaashi, Konoha, Sarukui," kau melakukan hal seperti yang Bokuto lakukan tadi; mengangkat satu tanganmu, hingga Yamato membalas tos mu.

Kau menatap Akaashi dan Konoha, meminta mereka juga ikut memberikan tos-an. Sebelum akhirnya tersenyum ketika mereka menyatukan telapak tangannya denganmu.

"Ngomong-ngomong, jadinya akan sepi ya nanti? Pemain inti yang tersisa hanya Akaashi dan Onaga saja," katamu mencoba membuat topik.

"AHHHH BENAR!!! Kalau diingatkan memang sedih juga!" Bokuto menurunkan ekspresi wajahnya, ia kemudian merangkul Yamato dan Konoha, sehingga menyingkirkan Akaashi yang memang berada di antara kedua pemuda itu, "HEY HEY HEY Tiga tahun sudah kita berjuang ya!"

Lalu Bokuto menatap partner rekan seperjuangannya juga, "Akaashi juga! Kau pasti akan merindukanku nanti huhuhuhu!"

Yamato sweatdrop, pemuda itu perlahan menurunkan lengan Bokuto dari bahunya; pun dengan Konoha yang juga demikian. Bokuto sendiri kini malah langsung beralih menerjang Akaashi, yang bahkan tak membalas sama sekali.

"Kau belum pulang, [name]?" Yamato mengabaikan kedua rekannya yang sedang berdrama itu. Dia menatapmu, kemudian beranjak duduk di tangga, sambil mengganti sepatunya.

"Aku habis menyelesaikan urusan club-ku dulu tadi,"

Iya. Kamu memang ikut club, namun menjelang lebih jauh melangkah pada kelas akhir seperti ini, kau pun memutuskan untuk keluar. Berbeda dengan orang-orang ini yang masih mencetak kehadiran dalam clubnya.

"Bokuto-san, tenang. Aku tidak akan menangis,"

Akaashi masih terdengar menenangkan; agar Bokuto tidak semakin mendempetnya yang hampir terjengkang. Sementara yang di tenangkan langsung membalikan kepala; malah menyambar ke arahmu begitu mendengar kalimatmu tadi.

"KALAU GITU [NAME] AYO PULANG BERSAMA!"

Anggota yang lain ternyata sudah menghampiri. Masing-masing dari mereka memberi salam padamu, termasuk anak kelas satu; Wataru Onaga. Sementara Yukie dan Kaori masih terlihat berbicara dengan pelatih.

--------

Jadilah kamu dan para laki-laki ini berjalan bergerombol meninggalkan area sekolah. Dengan Bokuto dan mulutnya yang tak kenal lelah itu selama mood-nya sedang bagus.

"EHHHHHHH! JANGAN PENSIUN DULU DONG KOMIYAN!!! NANTI KAMI KESEPIAN!"

Kini Bokuto sedang menerjang Komi dengan suara berisiknya. Yang diganggu, berusaha memberhentikan teriakan dengan tenang.

"HMPH! Kalau tau begini lebih baik kita tidak usah lulus saja bersama!" ucap Bokuto melipat kedua tangan di depan dada; bertindak setengah ngambek.

Akaashi yang sudah terbisa bertanggung jawab atas kaptennya ini, kini mengambil langkah, "jangan begitu Bokuto-san. Tidakkah kau tau? Pemain voli di kampus itu lebih hebat dibanding tingkat SMA." ucap pemuda itu mencoba menghibur, "atau kau juga bisa berlatih menjadi atlet langsung sekalian."

"Kau akan ikut menjadi atlet juga, Akaashi?"

"Tidak."

"TUH KAN!"

Kau menatap Bokuto, lalu mendekat ke sampingnya, "Bokuto, kau kan tetap bisa bermain voli dan bertemu teman-temanmu. Lulus sekolah bukan berarti berpisah selamanya."

Bokuto yang dinasehati, entah kenapa merasa tersentuh, "ARGGGGGG aku juga akan merindukanmu nanti [name]!!!" dia membuka lebar suaranya, sebelum menjadi sedikit lebih lembut, "kau... kita akan tetap bisa bertemu lagi, kan?"

Mendengarnya kau mengangguk sambil tersenyum. Bersama Bokuto, hal yang simpel bisa menjadi serius, dan hal yang serius bisa menjadi simpel. Begitulah warna-warni sikap dari kapten Fukurodani ini.

"Tentu saja Bro!" kau membalasnya kemudian, memberikan sedikit sentakan dalam kalimatmu.

Membuat Bokuto kembali menggerling riang. Dia mengangkat tinggi tangannya, sebelum tangan itu jatuh merengkuh bahumu, "AKU AKAN MERINDUKANMU!!!"

Akaashi buru-buru mengamankan begitu melihat ekspresimu yang tampak kewalahan untuk bernafas. Sementara anggota yang lain ternyata sudah melangkah di depan mereka. Meninggalkan obrolan setengah drama antara kau dan Bokuto tadi.

Going to Burger Restaurant

"[NAMEEEEE]!!!"

Kau terlonjak kaget. Bokuto tiba-tiba saja menyembul dari pintu kelasmu ketika kau baru akan berjalan keluar kelas. Dia dengan suara berisiknya berhasil menarik perhatian teman kelasmu yang lain. Namun mengetahui bahwa itu hanya burung hantu hyper-active, mereka kembali melanjutkan aktifitasnya masing-masing.

"Bokuto jangan mengagetkanku seperti itu," kau memperingatkan, lalu berjalan keluar kelas. Kau baru akan kembali berbicara, sebelum Bokuto kembali berteriak di samping telingamu.

"SARU! KOMIYAN!" Bokuto melambaikan tangannya pada kedua pemuda teman sekelasmu itu. Yamato mengekor Komi, hendak berjalan ke luar kelas juga.

Mereka bertiga saling melempar tos. Tentu saja Bokuto yang memulainya. Sebelum pemuda itu berbicara padamu, "oh iya! Kau mau ikut [name]? Brokuro mengajakku ke Maji Burger sekarang."

Kau melengah. Padahal tadi kau siap akan mengomelinya karena berteriak di samping telingamu lagi, "Kuroo?"

Kuroo Tetsurou. Sahabat dari sahabatmu ini dikenalkan oleh Bokuto ketika ada suatu latih tanding dulu. Karena saat itu kau sekelas dengan Bokuto, kau jadi dekat dengannya. Bokuto dengan tidak tau malunya, dia berteriak-teriak memanggil dirimu di depan Kuroo saat kau lewat di depan gym. Lalu memperkenalkan Kuroo padamu. Sejak saat itu kau tau, bahwa Kuroo adalah sahabat terbaik Bokuto.

"Komi, Sarukui, kalian mau ikut juga?" ajak Bokuto sekalian pada teman sekelasmu, juga anggotanya.

"Tidak. Kesempatan pulang cepat karena tidak ada jadwal latihan harus digunakan sebaik mungkin," jawab Komi. Diikuti tanggapan setuju juga dari Yamato. Kedua pemuda itu mengangguk pamit padamu, dan melambaikan tangan asal ke arah Bokuto. Membuat Bokuto membalasnya sambil merengut.

Detik berikutnya kau baru menyadari, "eh? Tumben tidak ada latihan?"

Dia menoleh padamu, "iya," lalu menautkan kedua tangannya dan menaruhnya di belakang kepala, "kelas tiga diringankan hari ini. Tapi aku merasa tidak enak juga apabila tidak latihan..."

Hingga berikutnya air wajah Bokuto kembali mencerah, ia kembali bertanya padamu, "jadi? Kau ikut kan ke Maji Burger?"

Sebenarnya kau juga ingin pulang. Tapi menyadari bahwa itu artinya Bokuto akan pergi sendiri malah membuatmu entah kenapa khawatir. Seperti takut tersesat atau malah menarik perhatian polisi misalnya?

"Baiklah, aku ikut," putusmu kemudian. Bokuto langsung semakin cerah saat itu juga.

"Tapi kita ke gym dulu ya! Aku takut Akaashi akan sedih aku tidak ada di sana sekarang."

Friendship bracelet

"HEY HEY HEY [NAME] LIHAT, ADA APA RAMAI-RAMAI SEPERTI ITU?"

Kau mengikuti arah yang ditunjuk Bokuto. Sebuah stand kecil ramai di depan ruko.

"Sepertinya ada obralan di sana," ucapmu setelah mencuri-curi pandang; mendapati tulisan buy 2 get 1.

"Obral apa? Kita keSANA YUK HEY HEY HEY!!!"

Kau langsung mengikutinya menuju stand tersebut. Bokuto menyerobot, memberikanmu sedikit space juga agar bisa melihat apa yang terpajang di sana.

Sebuah perhiasan khas perempuan; semacam kalung, gelang, cincin, dan sebagainya.

lalu untuk apa Bokuto mampir ke tempat ini?

"Lihat [name]! Gelang nama!" Dia menunjuk gantungan gelang tersebut. Entah apalah yang membuat laki-laki itu begitu tertarik dengan hal ini. Catat. Laki-laki.

"[Name] ayo kita beli! Beli dua gratis satu! Di tulis namamu, dan namaku," Bokuto kemudian terdiam sejenak, dia berpikir, "karena gratis satu, jadi satunya lagi Brokuro atau Akaashi ya?"

Kamu hanya menatapnya tak mengerti. Sembari menunggunya menimang, kau menelusur gelang-gelang di sana; sampai suatu model menarik perhatianmu.

"Akaashi kemungkinan tidak akan memakainya, jadi sia-sia. Kalau begitu Brokuro saja!" dia bergumam, lalu memutuskan seenaknya, "[name] kau mau yang mana?"

Bokuto meraih sebuah gelang nama; dengan model yang menurutmu buruk. Buru-buru kau langsung meraih gelang yang membuatmu tertarik tadi, dan menyodorkannya ke Bokuto, menyingkirkan gelang bermodel buruk itu. Satu hal; pilihan Bokuto memang agak aneh.

"Ini saja!" ucapmu entah kenapa terlihat sekali tertarik. Membuat Bokuto bergeling berbinar. Pemuda itu langsung menyodorkannya lagi ke arah pedagang.

"HEY HEY HEY TULISKAN NAMAKU, NAMANYA, DAN NAMA BROKURO, DONG!" ujar Bokuto sambil menunjukmu.

---------

"Sudahlah Bokuto, lagipula kau yang salah juga."

Bokuto berjalan dengan menunduk. Dia merasa kecewa dengan gelang kembarannya. Bagaimana tidak?

Gelang Bokuto bertuliskan 'Namaku'.

Begitu juga gelangmu yang bertuliskan 'Namanya'.

Hanya Kuroo saja yang benar.

pedagang itu benar-benar seperti pelayan yang baik; mutlak melakukan apa yang pembeli katakan.

"TAPI TIDAK LUCU [NAME]! MASA GELANGKU SEPERTI INI?"

"...gelangku juga seperti ituloh."

[Name] tidak tau harus bagaimana. Opsi membeli ulang pun, ia buang karena memang tidak terlalu penting. Apalagi ia tadi langsung menyeret pergi Bokuto ketika ia berteriak-teriak memprotes pada pedagangnya.

"Sudahlah tidak apa Bokuto. Begini saja bagus kok," iya. Pada akhirnya kau dan Bokuto sama-sama memakainya juga.

---------

"BROKUROO HEY HEY HEY KENMAA!!!"

Kau langsung mengekor; ikut berlari di belakang Bokuto begitu pria itu melesat cepat saat menemukan sosok sahabatnya di dalam restoran.

Tadi kau berhasil menenangkannya; membuat Bokuto tak lagi mengurusi gelang aneh itu.

"YO BRO!" Kuroo menyambar. Mereka langsung membagi tos andalan mereka. Dengan Bokuto yang langsung meraih kursi di depan Kenma yang menunduk memegang psp nya.

"Yo [name]!" Kuroo ikut menyapamu, mengangkat tangannya, menunggu balasan darimu. Kau hanya menepuknya sekali, sebelum akhirnya duduk di hadapan Kuroo.

Tapi Kuroo menemukan suatu hal, yang membuat bibirnya terangkat.

"Oya oya, apa ini? Kalian berdua saja? Itu gelang pasangan? Kalian kencan?" Kuroo langsung menggoda kalian. Membuatmu melotot menahan semburat merahmu.

"Akaashi sedang latihan. Dan aku malah ke sini. Rasanya aku seperti pemain yang berdosa telah membolos latihan," jawab Bokuto. Tak berpikir panjang dengan pertanyaan seputar kencan, ia malah mendramatisir jawabannya.

"Oh iya bro! Aku juga membelikanmu gelang loh!!!"

Bokuto merogoh saku celananya.

Namun berikutnya, ia bergerak panik.

"[NAME]! TIDAK ADA!" Bokuto menatapmu dengan wajah paniknya. Berikutnya ia langsung menjerit saat itu juga, "[NAME] GELANGNYA HILANG!!!"

Kau merespon dengan mencoba santai, hingga tidak membuat pengunjung lain makin menatap kalian dengan heran, "mungkin di tas?"

"Tidak [name] aku tidak membuka tas sama sekali!!!"

Kuroo yang menatapi, bertanya kemudian, "apa sih bro? Kau kehilangan apa? Otakmu?"

"BROOOOOO! GELANGNYA HILANG! PADAHAL AKU TELAH MEMBELIKANNYA UNTUKMU," sembur Bokuto langsung. Membuat pengunjung lagi-lagu menatap ke arah mereka.

"DAN GELANGMU ITU GRATISANNYA!1!!"

Kau terdiam; berpikir. Sahabatmu ini memang ceroboh. Lalu kali ini, kecerobohan apa yang ia buat?

"[Name]..." Bokuto menggumam detik berikutnya. Dengan perlahan ia menolehkan kepalanya ke arahmu, "aku ingat aku menaruhnya di atas meja jajaan tadi,"

Langsung saja kau menepuk jidatmu. Iya. Mungkin di sana. Bokuto meninggalkannya di sana.

"[NAME] AYO KITA BALIK LAGI!!!"

Kuroo yang melihat itu mengeluarkan helaan nafas. Rasanya lelah sekali hanya dengan melihat tingkah Bokuto, "sudahlah biarkan. Cepat pesan saja. Aku sudah lapar."

Bokuto memprotes sekali lagi, dan Kuroo makin menekankan bahwa mereka sebaiknya segera memesan. Katanya, ia tidak terlalu peduli gelang itu. Lagian bagian Kuroo di dapat dari gratisan.

Langsung saja kau langsung menyebutkan pesananmu pada Kuroo yang akan memesan. Begitu juga Kenma yang menyebutkan tanpa memalingkan pandangannya dari layar psp-nya. Sementara Bokuto yang sudah lumayan tenang berdiri, katanya mau ikut memesan juga, sehingga kini tinggal kau dan Kenma yang ada di meja itu dalam keheningan.

Bokuto menyipit, menimang-nimang gambar burger mana yang terpampang di atas counter yang dapat mengunggah selera makannya. Hingga maniknya terpaku pada sebuah burger dengan daging double dan saus yang melumer, Bokuto menginginkannya karena di sana tertera bacaan triple cheese.

Sampai akhirnya ia menyikut Kuroo dan berkata;

"Bro, ini kau yang mentraktir, kan?"

"Maaf anda siapa?"

Actually gives really good advice

"HMMM, jadi kau mendaftar di universitas T juga, Bro?" Bokuto kembali mengunyah makananya, setelah sebelumnya ia menundanya untuk berbicara.

"Tentu saja. Siapa yang tidak ingin kuliah di sana?"

"Hmm hmmm," dia mendehem sambil mengunyah. Lalu menelan makanannya dan lanjut berbicara, "berarti kita akan satu universitas dong?"

"Ya kalau keterima."

Kau memerhatikan mereka berdua dengan kalem. Kenma yang duduk bersebrangan denganmu juga tak kalah kalem sedari tadi.

Menelan makananmu, lalu menyedot minumanmu. Kau berbicara kemudian, "enak ya, kalian sudah menentukan masa depan kalian," ucapmu dengan nada yang terdengar iri.

"Memang kau belum memutuskan, [name]?" Kuroo bertanya, menatapmu yang memandang burger di tanganmu.

Kau terdiam sejenak. Bokuto menatapmu sambil mengunyah, sementara Kenma yang merasakan kecanggungan tiba-tiba menoleh, lalu terbatuk pelan sebelum kembali melanjutkan makannya.

"Belum," kau akhirnya melemparkan senyummu, "aku bingung akan melanjutkan kuliah atau tidak."

Kuroo dan Bokuto sama-sama paham. Mereka berdua mengetahui kondisi keuanganmu yang agak kurang itu.

"Kenapa bingung [name]?"

Kuroo yang mendengarnya menatap tak percaya. Si Bokuto itu, sudah tau jawabannya masih saja bertanya.

"Maksudku," dia berdehem, menaruh burgernya yang tersisa di atas piring, "bukankah bisa sambil bekerja?"

"Iyakan, Bro? Banyak yang berkuliah sambil bekerja. Bahkan anak SMA banyak yang mengambil part time," ucap Bokuto lebih jelas. Dia sempat melirik ke arah Kuroo untuk ikut memberikan tanggapan.

Tapi sebelum Kuroo mengeluarkan suaranya, kau lebih dulu memotong, "tapi aku tidak di izinkan bekerja oleh ibuku."

Kuroo tahu. Bokuto pun tahu. Begitu juga dengan Kenma yang hanya mendengarkan, diam-diam memahami.

"Tapi [name], kau ingin kuliah, dan kau juga tidak keberatan untuk bekerja, kenapa kau malah mengikuti perkataan ibumu?"

Kuroo terdiam. Dia tidak ingin ikut-ikutan membicarakan ini.

Bokuto memberimu beberapa kalimat dengan gayanya sendiri, "bukankah kau yang akan menanggung masa depanmu sendiri? Maka dari itu kau harus menapaki jalanmu sendiri."

"Bukan aku bermaksud untuk menjadikanmu durhaka, sih," ujar Bokuto menyambung cepat, "tapi cobalah jelaskan baik-baik pada ibumu. Kalau semisal khawatir, aku akan menjagamu."

Kamu menatap laki-laki itu. Wajahnya lurus, namun sekian detik berikutnya ia melemparkan cengiran, "makanya kau harus satu universitas denganku, ya!"

lah ujung-ujungnya malah ngeracun kayak Ushijima.

Kuroo yang sedari tadi memerhatikan akhirnya bernafas lega. Begitu juga dengan Kenma yang bisa makan dengan santai.

"Tapi universitas T..." kamu minder kembali. Mengingat itu adalah universitas favorit di sekitar pusat ibu kota.

"Jangan terus memandang dirimu rendah, [name]-san," celetuk Kenma akhirnya bersuara.

"Benar! Benar! Kau harus mencoba dulu [name]!" Ucap Bokuto kembali memberi saran, "atau hey hey hey... Kita bisa mendaftar di universitas yang sama semua? Pilihan keduaku universitas K loh!"

"Atau kau bisa mengambil universitas yang sama denganku? Pilihan keduaku universitas O," Kuroo ikut menawarkan. Membuat Bokuto seketika mendelik.

"HEY HEY HEY! [Name] akan satu universitas denganku! Mengingat kita juga satu sekolah,"

"Bukankah itu tidak berhubungan? Bisa saja nanti [name] malah satu universitas T denganku, sementara kau di universitas K sendirian,"

"EH TIDAK BISA! AKU AKAN SEUNIVERSITAS DENGAN [NAME] DI UNIVERSITAS T!"

Ditengah itu, Kenma yang merasa terganggu menggumam, "...kenapa tidak doakan kalian bertiga masuk, sih?"

---------

"Ahaha," Kuroo terus saja tertawa dalam perjalanan mereka. Kau sendiri sudah berpamitan karena berbeda arah, begitupun Kenma yang sudah pulang lebih dulu. Sementara Kuroo dan Bokuto menyisihkan waktu berdua jauh lebih panjang.

"Kenapa sih bro?" Bokuto mengecek penampilannya lewat kaca-kaca toko. Takut-takut ada yang salah dengan dirinya sehingga membuat Kuroo tiba-tiba tertawa tadi.

Kuroo mengusap air mata di ujung pelupuknya, sebelum akhirnya Bokuto menangkap senyum aneh sahabatnya itu lewat kaca toko.

"Kalau ibumu khawatir, aku akan menjagamu!" berikutnya Kuroo lanjut tertawa setelah memperagakan ekspresi dan gaya bicara Bokuto sewaktu di Majiba. Bokuto yang diperlakukan seperti itu hanya menatap Kuroo dengan pandangan, kenapa sih? Kau gila ya?

"Lucu melihatmu berlagak ingin menjaga [name]," jelas Kuroo pada akhirnya. Dia mengomando agar mereka kembali berjalan santai.

"Memangnya kenapa? Aku hanya ingin membantu," jawab Bokuto ringan. Tidak menyadari Kuroo yang melukiskan seringai khasnya.

"Oho? Membantu atau ada maksud lain?" Kuroo mencoba menggoda. Tetapi yang digoda tetap tidak mengerti.

"Maksud lain apa?"

Kuroo melipat tangannya, melirik Bokuto yang menatapnya, "kau bahkan lebih memilih bersamanya dibandingkan denganku," ucapnya.

lah Kuroo baper ternyata.

"...dan kau cemburu jika aku yang bersamanya," lanjut Kuroo makin menekankan maksudnya.

"Kan aku yang sudah bilang akan menjaganya?"

Yep. Bokuto masih berpikiran lurus.

Kuroo masih meliriknya. Dia terdiam sejenak sebelum kemudian berbicara, "kalau gitu aku juga akan menjaganya." putusnya, membuat Bokuto kembali menoleh ke arahnya, "kau tau, kan, universitas O memberikan keringanan penuh bagi yang membutuhkan? Kalau [name] di sana, aku juga akan di sana saja."

Bokuto yang mendengarnya merengut, dia merespon dengan nada kecewa, "brO! TIDAK BISA BEGITU! [NAME] AKAN BERSAMA DENGANKU! DIAKAN SAHABATKU!"

"Sahabatmu, sahabatku juga, kau yang bilang begitu saat memperkenalkannya," Kuroo membalas. Dia mengehla nafas, "sudahlah bro, akui saja. Kau menyukainya, kan?"

"TENTU SAJA AKU MENYUKAINYA!"

...Kuroo lupa, kata umum tidak akan bisa dikelola dengan baik oleh otak sahabatnya ini. Makanya Kuroo langsung meralat, "maksudku menyukainya sebagai wanita. Mencintainya!"

Bokuto melengah. Dia menatap Kuroo. Lalu kembali memandang lurus. Keduanya kini berhenti di sebuah taman kecil. Bokuto membawa mereka duduk di kursi, lalu berbicara, "aku hanya tidak ingin jauh darinya, bro."

"[Name] berjanji kita akan terus bertemu lagi nanti," tambah Bokuto. Kuroo menatapnya, lalu memandang lurus.

"Itu namanya sayang, bro. Lebih murni dari cinta malah," ujar Kuroo memberi penjelasan.

"Tapi aku juga masih memandang dia sebagai sahabat, bro!"

Random Messages

[Name]

Bro, kau mau bicara apa?
[Seen 20:18]

Kata Kuroo kau mau bicara denganku?
[Seen 20:18]

Kau akhirnya memutuskan untuk memberi Bokuto pesan. Kuroo mengirimimu banyak spam yang tidak kau mengerti; katanya Bokuto ingin mengatakan sesuatu; katanya bagaimana jika dengan Bokuto?; katanya bagaimana Bokuto menurutmu? Dan pertanyaan mendadak lainnya yang mengganggu sesi belajarmu.

[Bokuto]

HAH APA?
[Seen 20:21]

BROKURO BILANG BEGITU PADAMU????
[Seen 20:21]

TIDAK [NAME], TIDAK ADA APA APA
[Seen 20:21]

BENERAN DEH TIDAK ADA APA APA
[Seen 20:21]

[Name]

Iya bro iya. Aku percaya
[Seen 20:26]

Kau akhirnya menaruh kembali ponselmu. Dan melanjutkan belajar. Tetapi pesan Bokuto membuatmu teralih sebentar.

[Bokuto]

[Name] aku mau ngomong
[Seen 20:34]

Kau hanya membacanya. Memutuskan untuk menunggu balasan lagi dari Bokuto. Sembari itu kau kembali membaca bukumu.

[Bokuto]

Kira kira gelang brokuro jadinya gimana ya
[Seen 20:38]

Kalo ketinggalan di sana, berarti diliat sama orang lain dong?
[Seen 20:39]

Apa ada yang beli ya?
[Seen 20:39]

AKU YAKIN SIH TIDAK HAHAHA
[Seen 20:39]

BROKURO HAHAHA PALING GELANGNYA DIBUANG KE TEMPAT SAMPAH
[Seen 20:39]

Lalu menit-menit berikutnya kau membuka ponselmu kembali. Dan bahasan sampahlah yang dibawa oleh Bokuto. Kau pun mengetikan balasan.

[Name]

...
[Seen 20:51]

Bro lebih baik kau tidur. Besok masih sekolah
[Seen 20:51]

[Bokuto]

IYA HEY HEY HEY
[Seen 20:53]

BESOK AKU AKAN MENGUNJUNGI AKAASHI SAJA
[Seen 20:53]

KASIAN DIA KESEPIAN HUHU
[Seen 20:53]

[Bokuto]

[Name] kau sudah tidur?
[Seen 21:27]



[Name]

Belum, aku sedang belajar Bokuto...
[Seen 21:44]

[Bokuto]

Aku tiba tiba terpikirkan... Bagaimana jika nanti Akaashi tidak satu universitas denganku ya?
[Seen 21:46]

APAKAH INI AKHIR DARI KEBERSAMAAN KAPTEN DAN WAKIL KAPTEN TERHEBAT DI FUKURODANI???
[Seen 21:46]

Oh iya, kata Brokuro, Daichi dan Sugawara akan mengambil satu universitas yang sama
[Seen 21:47]

Akaashi nanti mengambil universitas di mana ya?
[Seen 21:47]

[Name]

Entahlah. Tapi bro, Kuroo terus bilang katanya kau mau ngomong sesuatu yang serius
[Seen 21:58]

Apa yang mau kau omongkan itu soal Akaashi ini?
[Seen 21:59]

[Bokuto]

Tidak, bukan [name]!
[Seen 22:01]

[Name]

Jadi memang ada yang mau kau bicarakan?
[Seen 22:05]

[Bokuto]

AKAASHI BAGAIMANA INI BAGAIMANA AKU HARUS MENJAWABNYA?!
[Seen 22:05]

AKAASHIIIIII TUH KAN SALAH KIRIM
[Seen 22:05]

MAAF [NAME] MAAF SALAH KIRIM
[Seen 22:05]

Kau hanya membaca pesannya. Sampai akhirnya Bokuto kembali mengirimimu pesan lain. Yah. Dia memang agak mengganggu sih.



[Bokuto]

[Name] dalam sendawaku masih terasa bagaimana enaknya burger tadi
[Seen 22:33]

Besok ke Majiba lagi yuk!
[Seen 22:33]


[Name]

Katanya besok kau mau ke gym saja?
[Seen 22:50]

[Bokuto]

Justru itu! Akaashi malah menyuruhku ke Majiba lagi besok denganmu TT
[Seen 22:52]

Dia berjanji akan memberikanku toss super jika aku pergi denganmu
[Seen 22:52]

[Name]

Kenapa harus denganku?
[Seen 22:59]

Tapi baiklah. Kuroo ke sana lagi kan?
[Seen 22:59]

[Bokuto]

Tidak
[Seen 22:59]

Hanya kita berdua
[Seen 23:00]

Kau membacanya sambil mengerut. Jangan-jangan Bokuto sekalian ingin mencari gelang Kuroo di stand itu lagi?

Would never lie to you

"...Bokuto sudah seperti itu sejak pagi katanya,"

Kau menatapi pemuda itu. Bahkan sejak kau menginjakan kaki ke dalam gym dan melihatnya, kau bisa langsung tau kalau Bokuto moodnya sedang tidak beres.

Sedari pagi kau mencarinya. Mengiriminya pesan tapi tidak dibalas-balas. Padahal tadi malam pemuda itu masih berisik. Entah apalah yang terjadi dalam mimpinya. Lalu ketika bel pulang, Akaashi tiba-tiba mengirimimu pesan, katanya Bokuto ada di gym.

Bukankah semalam ia bilang tidak jadi ke gym dan pergi saja ke Majiba?

Kau melambai pada Akaashi yang saat itu mendapatimu di depan pintu gym. Pemuda itu sempat melirik pada Bokuto yang sedang menatapi bola voli dalam keranjang sebelum pergi menghampirimu.

"Ada apa dengan Bokuto? Kena moodswing?" kau langsung saja bertanya tanpa basa-basi pada pengasuh sahabatnya ini.

"Kupikir tidak," jawab pemuda itu sambil memandang Bokuto, "ada yang sedang dipikirkannya menurutku."

hah. Bokuto bisa berpikir sampai segalau ini?

"Aku pikir dia akan ke Majiba," ujarmu, lalu melanjutkan, "kalau begitu aku pulang saja."

"Tidak,"

Kau memandang pria bergaris cantik itu, matanya masih tetap memandangi partnernya di sana, namun berbicara, "kau ajak saja, mungkin itu bisa membuatnya normal."

----------

Apanya yang kembali normal. Bokuto ini kenapa sih? Biasanya berisik lalu tiba-tiba jadi diam gini rasanya asing. Akaashi yang biasanya mengatasi moodswing-nya pun berkata, tidak ada yang perlu dihibur. Tapi melihat Bokuto terus seperti ini, apakah ada yang bisa kamu lakukan untuk menormalkannya?

Apakah ternyata bayi besar burung hantu ini sudah memasuki fase dewasa?

"Bokuto... Ada apa?" kau bertanya dengan hati-hati. Mengingat begitu sensitifnya moodnya itu.

Dia hanya menatapmu bengong, membuatmu memiringkan kepala, lalu dia tersentak; seperti baru sadar, "tidak apa-apa [name]."

Kalian kembali terdiam.

"Jadikan kita ke Majiba?"

Bokuto bertanya seperti itu ketika kalian sudah sampai di depan restoran itu sendiri. Ya tentu saja kau balas dengan anggukan. Lalu kalian pun masuk; memilih tempat duduk. Bokuto masih diam-diam canggung. Hingga akhirnya kau memutuskan untuk membuka suara kembali.

"Aku yang pesan, kau mau apa bro?"

Tapi Bokuto menggeleng, ia berdiri kemudian, "aku saja yang pesan! Kau mau pesan apa?"

Kau terdiam sejenak, sebelum akhirnya menyebutkan pesananmu. Pesanan yang sama seperti kemarin.

Sembari menunggu, kau berpikir lebih keras. Kenapa Bokuto tiba-tiba menjadi pendiam seperti ini.

Tidak menunggu lama, Bokuto datang membawakan nampan pesananmu. Dia menaruhnya lalu duduk di kursinya. Kau yang menerimanya, mencoba untuk tetap seperti biasa. Walau sikapnya yang seperti ini membuatmu canggung juga.

Sambil mengunyah, kau mencari topik. Hingga kau ingat, ada sebuah kabar yang ingin sekali kau bagi dengan Bokuto.

"Oh iya Bokuto," kau menelan dulu makananmu, Bokuto menatapmu, "aku sudah mencoba menjelaskannya pada ibuku sekali lagi, dan dia akhirnya mengizinkan! Bahkan kalau aku bekerja pun. Lalu aku mencoba mencari universitas murah yang terdekat,"

...tapi Bokuto hanya menatapmu. Kau sendiri yang ditatap, bisa merasakan bahwa Bokuto sedang mencari respon yang bagus. Hingga akhirnya ia bersuara.

"Kau tidak mau di universitas T?"

Kau menggeleng pelan, "sepertinya jika di sana biaya hidupnya akan lebih besar."

Dan jawabanmu kembali membuat Bokuto bungkam. Kau jadi merasa bersalah.

"...jadi kita tidak bisa bersama?" dia merespon beberapa menit kemudian dengan rendah.

Kau hanya terdiam. Jika berbicara soal bersama. Kalau kau memang tidak bisa bersamanya di universitas yang dia inginkan, maka Bokuto lah yang bisa mengikutimu ke universitas pilihanmu. Tapi melihat ambisinya untuk berkuliah di universitas ternama, kau pun menggelengkan kepala lagi.

Dan Bokuto kembali terdiam.

Kalian kembali melanjutkan kegiatan kalian masing-masing. Dengan kadang-kadang kau yang berbicara, tetapi Bokuto hanya merespon tidak lebih. Sepertinya mood-nya tambah memburuk.

Sepanjang kau mengenalnya, kau tidak pernah mengerti bagaimana cara membangkitkan mood-nya lagi. Kau hanya mendiamkannya, selalu berada di sisinya jika hal itu terjadi, dan Bokuto perlahan akan kembali bersemangat. Tapi sekarang, kau merasa kemampuan seperti Akaashi sangat dibutuhkan untuk mengembalikan mood Bokuto.

Bahkan saat kalian berjalan pergi meninggalkan restoran pun, Bokuto masih terdiam.

"[Name]-san!"

"Oh, Satoyama-kun," kau menghentikan langkahmu, begitu juga Bokuto. Berbalik, menemukan laki-laki yang ternyata merupakan tetanggamu.

Laki-laki itu makin berjalan mendekat, lalu berhenti di hadapan kalian sambil memulai berbasa-basi, "pantas aku merasa familiar, ternyata kau, [name]-san."

Yuto Satoyama, tetanggamu itu merupakan satu angkatan yang sama denganmu. Hanya saja ia berbeda sekolah, dan tinggal di asrama. Sudah cukup lama kau tidak melihatnya sejak terakhir kali libur ketika kelas sepuluh. Pemuda itu sudah menjadi laki-laki yang dewasa.

"Aku juga tidak menyangka bisa bertemu denganmu di sini... Kau pulang?" hingga berikutnya kau menyadari bahwa ada sosok lain beraura gelap di sebelahmu, "oh iya, Satoyama-kun, ini Bokuto. Bokuto, ini Satoyama-kun tetanggaku."

Satoyama tersenyum. Sementara Bokuto hanya terbengong.

"Jadi... Kalian sedang berkencan?"

Kau tersentak, langsung saja menggeleng sambil mengibaskan tangan, "tidak tidak, kami hanya jalan jalan. Bokuto hanya temanku," ucapmu melemparkan senyum canggung.

...kau tidak mengetahui, bahwa perkataanmu itu telah memperburuk hati seseorang.

Satoyama tersenyum. Sebelum mengajak kau kembali, "kau mau pulang kan? Ayo kita pulang bersama." laki-laki itu memimpin jalan. Membawa tas penuh di belakangnya. Sepertinya Satoyama baru saja pulang saat itu juga.

Kau dan Bokuto pun mengikutinya. Kalian jalan beriringan, dengan kau yang menengahi kedua pemuda itu.

"Ngomong-ngomong, kau akan berkuliah di mana, [name]-san?" tanya Satoyama.

"Entahlah, aku mencari kampus terdekat yang murah,"

"Bagaimana di universitas S? Dia berbasis asrama, dan juga menyiapkan beasiswa," tawar Satoyama. Dia melanjutkan, "dan lagi, aku ada niatan di sana loh! Kita bisa mendaftar bersama."

Kau tersenyum, merasa itu adalah ide yang bagus. Apalagi berbasis asrama. Uangmu akan terkendalikan jika di sana.

"Akan aku pikirkan. Sepertinya boleh juga,"

Mendengar itu, Bokuto yang di sampingmu melengos. Tidak percaya kau mudah sekali untuk memilih bersama tetanggamu sementara dirinya malah ditolak.

Kau menoleh. Bokuto berhenti tiba-tiba. Membuatmu memutar, dan ikut menjeda langkahmu.

Satoyama mengikutimu, "ada apa?"

Tapi kau malah melemparkan pertanyaan itu pada Bokuto, "ada apa Bokuto?"

Bokuto yang ditanya masih tertunduk. Kau bisa merasakan auranya yang kian memburuk itu. Sampai bertanya-tanya, apakah yang kau lakukan hingga membuat Bokuto tambah kacau?

"Bokuto-"

"[Name]..."

Kau tertegun dengan nada itu. Sontak langsung mengambil langkah; kau menoleh menatap Satoyama, "Satoyama-kun, kau pulang duluan saja. Aku lupa kalau ada urusan yang belum aku selesaikan." Kau melemparkan senyum terbaikmu. Berusaha meyakinkan, karena apabila tidak, Satoyama akan lebih keras kepala.

Tetanggamu memberi jeda sebelum menjawab. Dia akhirnya berbalik dan melambaikan tangan; sambil berucap sampai jumpa di rumah.

Melihat punggung laki-laki itu yang kian menjauh, kau berbalik; menghadapi lagi sahabatmu yang jelas-jelas sedang dalam mode galaunya.

"Bokuto ada apa? Kau sakit perut?"

"...kenapa kau tidak pulang saja dengannya [name]? Kenapa kau tidak meninggalkanku saja di sini?"

Kau menyeka dulu keringat di dahimu; entah kenapa merasa lelah. Ini dia sisi Bokuto yang paling merepotkan dibanding berisik setiap hari.

"Aku tidak bisa meninggalkanmu yang seperti ini Bokuto," kau berucap jujur. Meninggalkan Bokuto dalam kondisi seperti ini adalah pilihan yang buruk. Bisa saja dia berakhir tidak pulang karena kesasar atau mencari gara-gara dengan manusia yang lain.

"Katakan padaku, kenapa kau seharian ini?" kau makin melembut. Bokuto yang menyadari itu tanpa sadar melunak, "kau tidak mau cerita padaku? Akaashi bilang ada yang kau pikirkan?"

Bokuto terdiam beberapa detik. Setelah memikirkannya, ia pun bersuara, "aku memikirkan tentangmu," ia menjawab dengan jujur.

"...aku mau kita di universitas yang sama. Tapi kau malah menolakku dan memilih bersama tetanggamu."

Kau menghembuskan nafas. Jadi Bokuto ini ngambek hanya karena itu? Kekanakan sekali.

"Padahal aku yang bilang akan menjagamu waktu itu, dan kau juga berjanji kita akan selalu bersama," Bokuto melanjutkan.

Kamu ingat. Karena Bokuto lah kamu jadi mencari kesempatan untuk meminta lagi izin kepada ibumu. Karena Bokuto lah pikiranmu kembali tidak menyerah tentang impianmu.

"Bokuto... Kita pisah universitas bukan berarti tidak bisa bersama," kau berusaha melembut. Bokuto ini kadang bisa jadi dewasa, kadang berpikiran pendek. Padahal waktu itu dia cukup keren memberikanmu nasehat agar tidak putus asa terhadap impianmu, "kita bisa terus bersama, tapi untuk impian kau harus meraihnya sendiri. Kau selamanya akan jadi sahabatku, bro."

"HMPH!"

Kau mengernyit bingung melihat Bokuto malah membuang wajahnya setelah kau berbicara seperti itu. Apa laki-laki itu masih keras kepala menginginkanmu untuk satu universitas dengannya?

"Aku mau pulang! Tidak usah mengikutiku!"

-----------

Kamu tak habis pikir. Kenapa Kuroo begitu menyebalkan?

Kau baru saja bercerita tentang kejadian Bokuto kemarin padanya, dan laki-laki itu langsung saja tertawa begitu selesai mendengarnya. Dasar gila.

Padahal Akaashi yang juga dipanggil olehmu untuk bercurhat tentang Bokuto biasa saja mendengarnya.

"Jadi sampai sekarang dia tidak berbicara denganmu?" ucap Akaashi. Mengabaikan Kuroo yang masih terdapat sisa-sisa tawanya di sampingmu.

Kau mengangguk. Bokuto memang belum berbicara denganmu lagi sejak kemarin. Bahkan chat darimu hanya dibaca olehnya. Yang ada dipikiranmu adalah; dia saat ini sedang berada di masa-masa paling terburuknya selama ini. Maka dari itu kau bercurhat dengan kedua laki-laki ini.

"Hm, aneh,"

Akaashi bergumam. Kau hanya mendengarnya. Hingga Kuroo yang telah puas tertawa sendiri pun akhirnya berbicara.

"Aku tau Bokuto itu bodoh, tapi kenapa ia jadi sebodoh itu?" Kuroo lanjut tertawa. Membuatmu sweatdrop; karena merasa tak ada yang perlu ditertawakan.

"Kau tau [name]-san?"

Kau kembali mengabaikan Kuroo dan malah menoleh ke arah Akaashi.

"Kemarin malam dia chattingan denganku, dan bercerita tentangmu,"

Ah. Kau ingat waktu itu Bokuto sempat salah kirim pesan padamu.

"Katanya, akibat pembicaraan dengan Kuroo sepulang sekolah saat itu, dia jadi benar-benar ingin satu universitas denganmu,"

"Oh, benarkah?" Kuroo merespon.

Sementara kau langsung menoleh ke arah pemuda itu, "memang kau bicara apa dengannya?" entah kenapa kau sudah bisa menebak bahwa Kuroo adalah dalang dari semua ini. Melihat kembali respon pemuda itu yang malah tertawa tanpa sebab tadi.

"Hanya pengulangan topik saat di Majiba," jawab Kuroo asal sambil mengendikkan bahunya.

"Bokuto-san bilang dia tidak ingin Kuroo sampai satu universitas denganmu berdua saja,"

Kuroo menyeringai. Dia tau maksud dari pembicaraan ini.

"Burung hantu itu sedang cemburu, benar?"

"Iya aku pikir juga begitu. Dia memintaku saran apa yang harus dilakukannya. Tapi kesempatan kencan berdua kemarin dengan [name]-san tidak dipergunakan dengan baik."

"Mau bagaimana? Lihat kelakuan sehari-harinya saja dia pasti bodoh dalam hal ini."

"Itu karena ini pertama kalinya dia merasakan itu, Kuroo-san."

"Ya... Burung hantu itu sudah dewasa."

Kau melongo. Inikan sesi curhatmu, kenapa malah seperti kedua pemuda ini yang saling curhat? Dan lagi-

"Apa yang kalian bicarakan?"

Baik Kuroo dan Akaashi kini menatapmu. Sebelum akhirnya Akaashi berbicara.





"Bokuto-san sepertinya jatuh cinta padamu, [name]-san."

Continue.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro