Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

→ Kei Tsukishima

Kei Tsukishima as Your Boyfriend
Haikyuu!

Character owns ©Haruichi Furudate
Point ideas ©@meow.otaku
Story ideas ©liziaslavk

[IS, OOC]

###

If Kei as your boyfriend, he will...

Cares about you a lot even though he doesn't admit it

"Kei, sedang apa?"

Kamu datang dari arah belakang laki-laki itu. Tsukishima Kei, dia sedang duduk di tepian pintu utara gym. Tak mendapat jawaban langsung, kau akhirnya menyerobot untuk duduk di sisinya.

Pemuda itu sedang mendengarkan musik lewat headphone-nya ternyata.

"Kei~" Kau menoel pipinya. Menyebabkan Kei tersadar bahwa kini ia tidak lagi duduk menggalau sendirian.

Tangan Kei bergerak mengotak-atik kotak mp3-nya, namun masih tetap tak melepaskan headphone. Dia membuka suara, "ada apa?"

Kau menggeleng. Lalu melemparkan senyum ketika Kei menoleh penuh pada dirimu sambil melepas headphonenya. "Kamu ini, yang lain berlatih kau malah meleseh di sini..." ucapmu malah memandang luar gym lurus.

Kei ikut memandang lurus, namun tidak satu objek. Kau memandang langit, sementara Kei memandang tanah.

"Kau sendiri bukannya mengikuti club, malah mengangguku di sini," ucap Kei agak kejam. Membuat kamu mengerucutkan bibirmu sambil memukul lengannya pelan.

"Aku kan tidak mengikuti club apapun," balasmu, "lagi pula memang salah aku mengunjungi pacarku sendiri?"

Kamu tau, Kei tidak benar-benar bermaksud mengatakannya. Tetapi mendengarnya seperti itu tetap membuatmu sebal. Kei itu susah mengekspresikan dirinya, dan yang kamu inginkan adalah Kei menyampaikan maksudnya dengan benar dengan berkata;

'Lebih baik kau pulang, nanti pulang kesorean jika menungguku.'

Ya tapi mana mungkin Kei akan segamblang itu mengatakannya.

"Pulang sana, aku tidak mau mengantarmu jika kemalaman."

kan gemas.

Kamu terkikik tanpa suara. Kei masih menatap lurus.

"Tidak mau."

Pokoknya kau harus bisa membuka diri Kei jika lelaki itu memang memperdulikanmu. Atau kau tetap tidak mau pulang.

"Terserah."

Kalian terdiam. Dan kamu merasa greget. Hingga akhirnya Kei kembali memasang headphonenya, dan mengutak-atik kotak mp3-nya. Kamu sendiri yang melihatnya kadang merasa seperti; Kei itu mencintaiku atau tidak sih? Atau ajakan waktu itu hanyalah iseng belaka darinya sehingga dia kini berkencan asal-asalan denganku?

Kamu masih ingat. Sebagai kakak kelas Kei, kamu kadang berpapasan dengannya pada awal semester. Lalu entah kenapa makin sering berpapasan ketika seminggu telah berlewat. Kamu sih tidak perduli. Hingga saat itu; kamu melihat Kei yang habis berlari mengitari luar gedung gym. Dia terlihat kelelahan hingga merosot sambil menyadar pada dinding.

Kamu yang memang tidak pernah mengikuti kegiatan club sejak kelas satu, saat itu memang sedang iseng akan mengunjungi temanmu yang ikut club. Tetapi di tengah perjalanan kamu melihat Kei; yang terlihat kesusahan mengambil nafas karena kelelahan.

Kebetulan juga kamu habis membeli botol minum dari vending machine. Merasa Kei seperti akan mati saat itu juga, kau menghampirinya. Entah mungkin karena kalian sering berpapasan sebelumnya, kau jadi merasa familiar dengan sosoknya. Maka dari itu kau berani mendekatinya, dan menyodorkan minummu.

Kei awalnya hanya menatapmu dengan wajah penuh keringatnya. Maniknya bersorot tajam, tapi dengan kondisinya seperti itu jadi terlihat tidak menyeramkan. Hingga akhirnya dia meraih botol minummu.

Kamu baru saja akan memperingatkan sesuatu, tetapi Kei terlanjur meminumnya dari kepala botol itu langsung.

"Ahhhh! Kau ini kenapa tidak ditengak saja minumnya? Itukan bekasku minum,"

"Memang kenapa? Kau yang menyodorkannya padaku."

"Maksudkukan bukan seperti itu juga. Itu indirect kiss namanya!"

"...lalu apa pentingnya?"

"Hei, dengar ya. Walau hanya ciuman tidak langsung, aku tetap menjaga itu tau. Tidak boleh sembarang laki-laki! Aku merasa berdosa pada calon jodohku nanti."

"Ha."

"Jangan menertawakanku ya!"

"Kalau begitu dibuat simpel saja dari pada berisik,"

"He tidak bisa sesimpel it-"

"Kita berkencan. Dengan begitu cepat atau lambat, ciumanmu akan menjadi milikku. Jadi kau tidak perlu merasa berdosa."

"He enak sekali memutuskan ya! Berkencan itu tidak sesimpel itu tau."

"Kenapa tidak? Kau juga belum punya pacar kan?"

Berikutnya, ketika kau berpapasan dengannya lagi, Kei akan mengusikmu. Sampai tak disangka, kalian jadi sering menghabiskan waktu bersama. Sampai ketika kau coba memastikan apa hubunganmu dengannya, dia menjawab dengan simpel.

"Bukannya kita sudah berpacaran? Aku yang menyatakannya waktu itu."

"Waktu itu? Cih, kau tidak romantis sama sekali ya."

"Maaf saja, aku bukan cowok lemah pengumbar kata manis."


Pluk!

Kau tersadar sesaat kemudian. Mendapati wajahmu yang tertutup lengan besar milik Kei. Tangan itu kemudian bergerak, mengacak wajahmu; tidak kasar namun tidak juga lembut.

"Kau mau pulang atau nanti kusuruh mengambili bola di gym?" ucap Kei menarik tangannya kembali begitu mendengarmu merengek meminta dilepaskan.

"Aku mau pulang denganmu, memangnya tidak boleh?" balasmu sambil membenarkan wajah[?

Kei terdiam, sepertinya menahan diri. Hingga suara lain menyeruak masuk di antara mereka.

"Hei Tsukishima, kau ke sini mau berlatih atau berpacaran?"

Itu Tanaka. Teman seangkatanmu namun tidak pernah sekelas dengannya, maupun dengan Nishinoya. Di kelas sepuluh, kau hanya pernah sekelas dengan Ennoshita Chikara saja.

"Lihat Tanaka, dia malah menggalau di sini," ucapmu malah ikut melapor. Jelas kau hanya iseng ingin melihat Kei sebal.

Belum sempat Kei mengeluarkan pembelaannya, Tanaka meraih kerah belakang pemuda itu. Tidak menyeret Kei, Tanaka hanya mengangkatnya; menyuruh Kei untuk segera bangkit.

"Sana, sana Kei, headphonemu aku yang amankan," titahmu sambil mengambil alih headphone dari kepala Kei.

Kei melirikmu sebal.

"Ayo Tsukishima, sebelum Daichi-san marah. [Surname] aku tarik dulu adik kelas tercintamu."

Dengan begitu Kei pun terpaksa berdiri. Kau melemparinya dengan juluran lidah sebelum akhirnya Kei mendengus sebal dan pergi dari sana.

---------

"Kei tega banget..." lirihmu pelan dalam setiap langkah kakimu.

Tadi, kau akhirnya menunggu Kei sampai ia pulang. Kalian pulang bersama, namun ketika saling berbelok arah, Kei dengan cuek melangkah ke arah rumahnya dan hanya mengatakan sampai jumpa. Kamu hanya melongo. Tidak enak juga sih, jika memaksanya mengantar ke rumahmu. Tapi kau merasa makin gelisah.

apa Kei benar-benar mencintaiku atau tidak?

Mengingat sepanjang hubungan kalian sampai saat ini, Kei tidak pernah mengatakan aku mencintaimu atau sebagainya. Ketika kau bertanya, Kei hanya akan memaksamu untuk menganggapnya mengatakan hal itu.

Kau berjalan dengan lunglai dalam keadaan langit yang hampir sepenuhnya gelap.

Tidak mengetahui, di sisi lain yang tak jauh dari sana, laki-laki blonde menatapimu tanpa berpaling. Seolah apabila sedetik saja ia lengah, kau akan menghilang dari pandangannya. Kedua tangannya masuk dalam saku celana. Headphonenya menggantung di leher. Laki-laki itu kadang berhenti untuk tetap menjaga jarak denganmu.

Text with you all night

Malam itu kamu terdiam di meja belajar begitu selesai menuntaskan segala tugas sekolahmu. Pikiranmu membuyar. Kamu sendiri tidak tahu saat ini kamu sedang memikirkan kejadian senja tadi atau mengeluh tentang tugas yang beruntung bisa kau tuntaskan.

Sampai akhirnya getar ponselmu menyatukan pikiranmu kembali. Kau menghampiri ponselmu yang berada di atas ranjangmu. Menjatuhkan dirimu seutuhnya di atas kasur, dan mulai membuka sesuatu yang ternyata dari aplikasi chatting.

[Keiiiii]

Oi, kau diculik tidak?
[Seen 19:23]

[Name]

Jahat. Kau ingin aku diculik ya?
[Seen 19:24]

[Keiiiii]

Tidak. Karena akan lebih merepotkan sepertinya
[Seen 19:26]

[Name]

Bohong.
[Seen 19:26]

Kau pasti malah senang aku menghilang kan?
[Seen 19:26]

Iya. Kau mulai baper lagi.

[Keiiiii]

Kalau penculik itu masih mengusikku juga, ya sama saja merepotkan, dong?
[Seen 19:28]

[Name]

Kalau aku menghilang dan tidak lagi mengusikmu, kau akan senang?
[Seen 19:29]

Kamu menggigit bibir bawahmu begitu jarimu sudah menyentuh tanda kirim. Sebenarnya kau tidak bermaksud seperti ini juga, tapi emosimu terlanjur melakukannya.

Tetapi balasan yang lama dari Kei membuat awan emosimu makin mendung.

[Keiiiii]

Tidak.
[Seen 19:35]

Kau mengendur, hanya seperti itu?

Hingga sebuah balasan kembali masuk.

[Keiiiii]

Jangan menghilang.
[Seen 19:37]

Aku tidak suka.
[Seen 19:37]

Kamu terdiam. Memikirkan balasan apa yang harus kau berikan mengenai hal itu. Kau sendiri mengambang; ragu mau melayang, atau tetap di atas tanah saja tanpa mengharapkan apapun.

[Name]

Kenapa?
[Seen 19:39]

[Keiiiii]

Karna kau bodoh~
[Seen 19:40]

[Name]

Terimakasih. Aku tau aku bodoh karena berpacaran dengan orang sepertimu.
[Seen 19:40]

[Keiiiii]

Iya.
[Seen 19:41]

[Keiiiii]

Dan jangan lupa, aku kehilangan indirect kiss ku karenamu.
[Seen 19:46]

Kau harus bertangung jawab.
[Seen 19:46]

[Name]

Hei! Seharusnya aku yang mengatakan hal itu padamu!
[Seen 19:48]

[Keiiiii]

Makanya jangan menghilang
[Seen 19:49]

Aku merasa berdosa jika ciumanku selanjutnya dengan orang selain dirimu.
[Seen 19:50]

Maksudku aku berdosa dengan orang itu karena tidak merasakan indirect kiss ku.
[Seen 19:50]

Kau tidak tahan lagi. Hingga akhirnya kau berguling penuh di atas kasurmu.

[Keiiiii]

Oi jangan tertawa yang aneh aneh
[Seen 19:57]

Nanti suara tawa lain menyahut loh
[Seen 19:57]

[Name]

Kei! Jangan menakutiku!
[Seen 19:58]

[Keiiiii]

He penakut~
[Seen 19:58]

Baru gitu aja udah takut
[Seen 19:59]

Cemen banget.
[Seen 19:59]

Berikutnya, kau semakin asik chattingan dengan Kei. Melupakan segala kegelisahanmu, karena kau tau, apa yang dikatakannya lewat ketikan tadi merupakan sebuah bentuk kepedulian Kei. Sampai akhirnya laki-laki itu menyuruhmu tidur dengan gayanya sendiri.

[Keiiiii]

Kau tau tidak?
[Seen 22:52]

Tidur di malam selasa lewat dari jam sebelas akan ada sesuatu yang mengejutkan loh
[Seen 22:52]


Can't say no to you

"Yamaguchi, kau hanya makan itu saja? Latihan nanti sore membutuhkan banyak tenaga loh," ujarmu begitu melihat Yamaguchi hanya memakan satu roti isi daging dengan jus kotakan.

Kalian saat ini sedang istirahat bersama. Bertiga. Dan kamu yang mengajak Yamaguchi sendiri tadi saat melihat pemuda berhelai lumut tua itu.

Kei memakan bekal buatanmu yang dimintanya tadi malam. Sementara kamu sendiri memakan bekalmu sendiri. Bekal untuk Kei harus dibedakan karena dia memerlukan banyak sumber energi untuk latihannya. Dan kamu tidak bisa makan sebanyak itu untuk menjaga penampilan.

"Iya, aku hanya kebagian satu roti saja," balas Yamaguchi kemudian sambil tertawa canggung; mengusap belakang lehernya.

Kei makan dengan tenang. Dia tidak peduli banyak. Namun begitu kau menyodorkan kotak bekalmu kepada Yamaguchi, Kei menatap kalian berdua.

"Ini, kau tau aku tidak makan banyak, kan? Lebih baik untukmu saja. Maaf kalau seperti sisa."

Yamaguchi menggeleng cepat. Ia mengibaskan tangannya sambil berucap, "t-tidak usah [surname]-senpai. Itu bekalmu. L-lagipula aku sudah cukup hanya dengan seperti ini."

"Tidak," kau menatap Yamaguchi penuh penekanan, "pantas saja kau sering terlihat lesu. Yamaguchi, kamu harus makan lebih banyak! Seperti Kei!"

Orang yang di bicarakan sedang memandang kalian yang juga memandangnya. Kei hanya mengendikkan bahunya tidak perduli.

"Ayo Yamaguchi makan," kamu menyodorkan kotak bekalmu tambah dekat ke si pemuda, "kau mau aku suapi?"

Membuat Yamaguchi melirik ke arah Kei dengan kaku. Badannya menjauhi dirimu yang malah makin mendekat. Sebelum akhirnya suara lain memotongnya.

"[Name] kau sendiri jika aku paksa makan banyak memang mau?"

Walau masih menyantap makanannya, Kei bertanya dan menatapmu dengan ringan.

"Maksudku bukan seperti itu. Yamaguchi dan kau kan ada latihan sepulang sekolah, makanya harus makan banyak," ujarmu memberikan penjelasan. Lalu atensimu kembali pada Yamaguchi yang terlihat canggung, "ayo Yamaguchi. Aku suapi?"

Yamaguchi lagi-lagi melirik Kei ragu-ragu.

Sementara Kei sendiri mulai terganggu dengan itu.

bagaimana bisa kekasihnya sendiri dibiarkan makan sendiri sementara sahabatnya disuapi?

"[Name] cukup. Kau berisik dan mengganggu makanku."

Kau menatap Kei tidak mengerti. Bagaimana bisa dirimu dibilang mengganggu padahal kau sendiri duduk tidak dekat dengan Kei, melainkan dekat dengan Yamaguchi?

Kalian akhirnya terdiam. Namun kau tidak benar-benar terdiam. Tatapan memaksamu akan selalu ada untuk Yamaguchi.





"Eh? Oh... [Surname] ya?"

Kakian bertiga menoleh ke sumber suara. Di sana, di depan pintu atap berdiri beberapa pemuda; Ennoshita, Narita, dan Tanaka.

"Loh kalian bertiga di sini?" ini Tanaka. Dia yang terakhir kali menyadari kalian bertiga, "Yamaguchi, apa ini? Kau mau jadi orang ketiga?" ucapnya malah jadi mengejek.

"Oh, Ennoshita! Sini, sini makan bersama," kamu malah melambaikan tanganmu, mengajak mereka bertiga untuk ikut bergabung.

Ennoshita menatapmu; meyakinkan apakah mereka bertiga benar diizinkan atau tidak. Melihat Kei hanya kembali makan dengan tenang.

"Tidak apa, sini sini," kau kembali melambaikan tanganmu. Membuat ketiga pemuda itu langsung ikut berkumpul dengan kalian.




"Kalian mau ke karoke?"

Akhirnya, kamu malah berakhir mengobrol bersama ketika rekan angkatanmu itu. Bekalmu jadinya dimakan oleh Tanaka; dengan sumpit yang berbeda tentunya. Sementara Yamaguchi dan Kei hanya berakhir mendengarkan pembicaraan kalian; sesekali menyahut.

"Iya, itu ide Sugawara-san sih. Kebetulan besok kita tidak ada latihan, jadi kami bisa langsung ke sana setelah pulang sekolah," jelas Ennoshita, "kau mau ikut [surname]?"

Kamu berbinar mendengar ajakan itu. Tetapi ketika Ennoshita kembali menyambung, kau langsung menoleh cepat ke arah lain.

"...tapi mungkin Tsukishima tidak akan ikut. Dia menolak di ajak kemarin."

Kau menatap Kei yang menatapmu tanpa emosi, "kau tidak mau ikut?"

"Tidak."

"Tapi aku mau ikut?"

"Lalu?"

Kau menatapinya tanpa kedip sebelum kembali beralih ke Ennoshita, "aku mau ikut. Tidak apa kan?"

"Tentu saja tidak apa-apa, [surname], kau juga teman kami. Sugawara-san dan Daichi-san pun pasti tidak keberatan," balas Tanaka diikuti anggukan Narita.

Kei menatapmu gelisah, namun mencoba tenang. Masalahnya, teman wanitamu hanya akan ada Shimizu. Tapi laki-laki tidak waras tersebar disetiap anak angkatan. Dan melihatmu berbinar tadi, entah kenapa Kei tidak bisa mengatakan penolakannya.


Goes with you to karoke bars

Kamu melongo melihat sosok jangkung dengan helaian blonde tersebut tengah berdiri bersandar; menunggu kumpulnya anggota lain.

"Tsukki berubah pikiran dan dia mau ikut," Yamaguchi memecah keheningan antara kalian, "sepertinya dia tidak mau kau ikut sendiri, [surname]-senpai."

"Berisik, Yamaguchi."

Disusul kemudian cengengesan canggung Yamaguchi, "maaf Tsukki."


"[SURNAME]-SENPAI!!!"

"[SURNAME]-SAN!!!"

Kamu menoleh, memang tidak salah lagi yang bisa berteriak memanggilmu seperti itu pasti adalah duo boncel berisik. Mereka datang bersama anggota yang lain yang selesai mengurus urusan mereka di ruang klub.

"Aku dengar kau ikut, Senpai!" Hinata sampai di hadapanmu lebih dulu, sambil mengumbar senyum lima jarinya.

"Iya, aku ikut, Hinata. Tidak apa, kan, Daichi-san?" Kau langsung menoleh, menatap kapten dari klub voli ini.

"Tidak apa, [surname]. Shimizu juga pasti senang."

Kau tersenyum, lalu langsung melompat ke arah Shimizu, dan mulai mengobrol dengannya.


Sementara Kei;

"Hee, kemarin kau bilang tidak mau ikut, Tsukishima?" Hinata menatapi Tsukishima dengan pandangan mengintimidasi.

Ennoshita yang ada di sana menyambar, "dia mungkin berubah pikiran karena [surname] yang ingin ikut sendirian."

Lalu disusul decihan terganggu dari Kei.


Listening music together

"HINATA BOGE! JANGAN BERNYANYI LAGI KAU MERUSAK PENDENGARAN."

"APASIH YANG LAIN JUGA TIDAK KEBERATAN KOK!"

"HEE BERISIK! LEBIH BAIK AYO BERNYANYI BERSAMA KAGEYAMA!" Berikutnya Nishinoya dan Tanaka sudah berbagi mic bersama. Sementara Hinata mencoba mencuri nyanyian sambil menghindari cakaran Kageyama yang memaksanya berhenti.

Sugawara menatap mereka lelah. Sementara Daichi menelan kesabaran.

"Shimizu-san, kau bisa santai sekali ya dengan yang seperti ini," Kamu ikut menatap mereka lelah. Sudah sedari datang ke sini ke empat orang itu selalu saja ribut. Tetapi kau senang. Bersama mereka entah kenapa terasa lebih hangat.

"Jangan diambil pusing saja, [name]-chan, jika dibiarkan mereka juga akan mengerti sendiri," balas Shimizu sambil melempar senyum.

Kau ikut melempar senyum. Lalu beralih ke arah Ennoshita yang kini berbicara.

"Tapi [surname], lihat Tsukishima. Dia ke karoke tapi malah mendengarkan musik sendiri," ujarnya sambil menunjuk Kei yang hanya bersandar pada kursi; memejamkan mata sambil memakai headphonenya.

Kau sendiri menatapnya juga tak mengerti. Ditengah kebisingan ini, dia masih bisa santai mendengarkan musik sendiri? Lalu apa gunanya dia pergi ke karoke?

"Sepertinya alasan utamanya ke sini itu memang karnamu, [surname]," Ennoshita kembali berbicara. Melempar senyumnya ke arahmu.

Kamu menatap lagi ke arah Kei, sebelum akhirnya beranjak dari sana dan memutuskan mendekat. Yamaguchi yang ada di samping pemuda itu otomatis menggeser, mengambil alih tempatmu yang tadi.

"Kei," kau menyentuh pipinya. Dia terdiam beberapa detik, sebelum kelopaknya terbuka.

"Kau itu kenapa ikut ke sini kalau tetap asik sendiri sih?"

Iyakan. Padahal biasanya Kei itu akan menebar ledekannya. Mengingat Hinata di depan menyanyi dengan tidak tahu malu.

"Aku hanya luang, tapi ini terlalu berisik," balasnya, mengganti posisi duduk dengan yang lebih nyaman.

Kamu terus menatapinya, hingga kembali bersuara, "mau keluar?"




Kalian akhirnya berduaan di sini. Ruang lobby terasa lebih tenang di bandingkan ruangan karoke, tentu saja.

Kau menyodorkan kaleng minuman yang baru saja kau beli ke hadapan Kei. Dia meraihnya, lalu menurunkan headphonenya ke lehernya.

"Harusnya kau tidak usah ikut saja jika memang tidak suka. Aku juga tidak memaksamu," kau memulai pembicaraan, dan duduk di sampingnya.

"Sudahlah diam saja."

Kalian kembali terdiam. Dalam heningnya ruangan itu, kau dapat mendengar samar-samar suara dari headphone Kei yang menggantung di lehernya.

"Kalau dengar musik sekeras itu, kau perlahan bisa jadi tuli loh," ucapmu sambil menatapi Kei yang meneguk softdrink-nya.

"Penyanyinya bukan orang seperti si jeruk boncel itu, jadi tidak akan masalah."

Kau tidak mengindahkan perkataan Kei. Dirimu malah makin mendekatkan kepalamu ke arah kepalanya. Membuat Kei sontak menjadi kikuk dan menjaga jarak.

"Kau kenapa, si-"

Berikutnya, kau langsung mengambil alih headphone Kei dari lehernya. Dan memakainya ke kepalamu sendiri, "kau lagi dengar lagu galau?"

Kei mendesah, melihat perlakuanmu yang tiba-tiba itu, "bukan, itu hanya lagu acak."

Kalian kembali terdiam. Kei sendiri sibuk menatap kaleng softdrink-nya. Sementara dirimu sudah asik dengan lagu yang diputar dari headphone Kei, dan sempat menganti-ganti lagunya.

Kei menoleh, melihat bahwa kau tidak melakukan pembicaraan apapun dan mendapati dirimu yang sudah terlena dengan musik.

"Oi, kau malah mendengarkannya sendiri."

Kamu hanya menatapnya. Tidak dapat mendengar jelas apa yang dikatakan Kei karena musik masih berputar jelas di telingamu. Tapi melihat Kei malah merebut mp3-nya dari tanganmu, kau mengernyit.

Kei merogoh sesuatu dari saku celananya, dan mengeluarkan headseat dari sana. Lalu mencopot saluran headphone, dan menggantinya dengan headset.

"Apasih? Kenapa di ganti? Dan lagi, jadi kamu suka bawa dua begitu?"

Kei tidak menjawabnya. Dia mengotak-atik mp3-nya. Berikutnya Kei memasang set bagian kanan ke telinga kirinya, dan membiarkan set bagian kiri menggantung, "jaga-jaga kalau kau menyita headphone-ku." jawabnya kemudian. Dia lalu menyandar ke kepala kursi.

Kau memerhatikannya, lalu meraih headset bagian kiri yang tidak terpakai, "kau menyisihkan ini untukku?"

"Terserah."

Kau masih menatapnya. Memikirkan kenapa Kei tidak pernah mau menggamblangkan maksudnya. Apalagi dengan pacarnya sendiri.

Sebelum akhirnya kau memakai set itu pada telinga kananmu.

"Jadi kau suka lagu nya titanic?"

"Inikan kau yang dengar tadi."

"Kenapa tidak kau ganti saja?"

Kei mengotak-atik mp3-nya kembali. Sebelum berucap;

"Aku ganti teriakan horror ya?"

"Kenapa kau mengoleksi hal begitu sih?!"


Call you stupid and wonderful in one sentence

"Wah, jadi kalian berdua di sini sedari tadi?"

Mendengar adanya sebuah suara lain, kau membuka kelopakmu yang sempat terpejam menikmati alunan musik. Mendapati anggota yang lain sudah berjalan menghampiri kalian berdua yang saling duduk bersandar.

"Kalian sudah selesai?" kau mencopot set-mu dan menggembalikannya pada Kei. Kei yang merasakan ada pergerakan, ikut membuka kelopaknya yang juga terpejam tadi. Menemukan hadapannya yang sudah ramai oleh anggota voli.

"Kau ikut ke karoke bersama kami tapi tetap saja menikmati musiknya hanya berdua," ujar Tanaka keheranan melihat kalian.

Yamaguchi yang membawakan tas Kei mengembalikannya pada pemuda itu. Sementara tasmu, dibawakan oleh Shimizu.

"Terima kasih, Shimizu-san."

"Jadi kalian akan lanjut kencan berdua saja atau akan ikut kami? Kami akan pergi ke pusat kota sekalian, tapi Shimizu tidak ikut," Daichi memberi penjelasan tentang kegiatan mereka berikutnya. Memang jarang-jarang klub voli bebas bermain keluar bersama seperti ini.

"Ikut saja, [surname]-senpai! Sekali-kali aku ingin melihatmu bermain di luar sekolah," ini Hinata. Dia mengajakmu sambil melemparkan wajah memelasnya. Membuatmu jadi menjawab tanpa berpikir.

"Aku ikut!"


Kei melirik Kageyama yang memulai langkahnya lebih dulu dari yang lain, lalu mengekor di sampingnya, sambil berbisik tajam, "kenapa kau tidak membawa pergi si cebol itu sih?"

"Kenapa kau bertanya padaku? Memangnya aku ibunya si Boge Hinata?"

---------

"TIMEZONEEEEE!!!"

Tanaka, Nishinoya, dan Hinata menjerit heboh setibanya mereka di tempat. Sementara Kageyama hanya menatap tempat itu dengan berbinar, dan dengan mulut yang terbuka. Membuat Narita, Kinoshita, dan Yamaguchi langsung mengekor mengamankan keempat monyet lepas itu; Tanaka dan Nishinoya, Hinata dan Kageyama yang saling mengajak taruhan.

"Wah sudah lama aku tidak menghabiskan uangku di sini," Sugawara menyapu setiap mesin permainan di sana.

"Kalian ini padahal sudah kelas tiga, masih sempat bermain ke sini ya," Ennoshita merespon.

"Ya tidak apalah, Ennoshita. Sebelum sibuk, sesekali kita harus menghabiskan waktu bersama," Daichi berucap. Mulai melangkahkan kaki diikuti oleh Ennoshita. Sementara Sugawara, malah mengikuti Asahi yang diam-diam pergi ke arah game monitor.

"Kei kau mau mencoba game apa? Jangan bilang kau hanya akan menumpang mendengarkan musik lagi di sini," kau mulai berbicara. Melihat anggota yang lain kini sudah berpencar asik dengan game-nya sendiri.

"Entahlah,"

Kamu meluaskan pandanganmu, mecari game yang membuatmu tertarik. Hingga akhirnya kau menarik tangan Kei menuju game balap mobil yang tampak cukup sepi di sana, "itu saja ayo!"

Tapi Kei yang ditarik malah menahannya. Hingga kau berbalik dan menatapnya dengan pandangan ada apa.

"Beli koinnya dulu bodoh."

Berikutnya kau terkekeh. Lalu berganti arah menarik Kei menuju store koin.

Selepas itu, kau langsung berlari ke kursi pengemudi. Meninggalkan Kei dengan dengusannya di belakang sambil menghampiri. Kalian duduk beersampingan. Menyiapkan start bersama.

"Siap ya,"

Kei merespon asal. Begitu kau berkata mulai, dia hanya memasukan koin itu santai dan mulai memilih mobil. Sementara kau malah terlihat exited.

Monitor kalian berdua sama-sama menghitung waktu mundur. Hingga waktunya sudah habis, kau entah kenapa menjerit heboh sambil menancapkan gas. Kei di sampingmu hanya mengemudi dengan tenang.

Kau terus menjerit entah kenapa. Mungkin karena gaya bermainmu yang benar-benar payah; ini balap mobil, tapi melihat permainanmu ini seperti lomba menumbangkan mobil. Kau terus saja menyenggol, menabrak mobil atau pembatas jalan. Membuat kekacauan di jalananmu sendiri.

Berbeda dengan Kei yang terlihat tenang. Bahkan dia sempat-sempatnya melirik ke arah monitormu dan menyeletuk, "wah ya ampun, kau buruk sekali." wajahnya menatap tak percaya dengan gaya bermainmu yang terkesan brutal dan amatir itu.

Dan Kei lebih terperangah melihat kau mendapat peringkat pertama karena hasil kebrutalanmu itu.

"Gila, kau benar-benar gila [name]," pujinya kemudian. Membuatmu menegakan kepala sombong namun merasa tersindir juga.

"Aku jadi ingin berduel play station denganmu Kei,"

"Haha, aku tidak mau bermain dengan amatiran."

"Bilang saja kau takut kalah kan?"


Tries to say serious but ends up laughing around you

"[Name] kau ke kiri-hei kenapa malah mengikutiku?"

"Tidak mau! Kalau aku berpencar lalu bertemu dengan zombie itu gimana?"

"Kau hanya tinggal menembaknya saja."

"Tidak mau!"

Kalian berdua berpindah permainan sekarang. Game tembakan bisa dibilang? Tujuan kalian berdua adalah melarikan diri dari hotel bertingkat yang dipenuhi infected ini. Tapi kau sedari tadi terus mengekor kemana monitor bagian Kei pergi. Iya. Intinya kau takut terkena jumpscare.

"[Name] cari kemana arah lift nya jangan mengikutiku."

"Kita cari bersama saja. Aku tidak mau."

Kei menghela nafas. Bisa-bisanya kekasihnya ini sok berani di awal dengan mengajaknya bermain game ini tapi ditinggal saja tidak mau.

"[Name], tembak zombie yang dari arah sampingku,"

"T-tapi di depan juga banyak."

"Yang di depan biar aku yang urus."

Kau memalingkan monitormu ke arah samping sebelah kanan Kei. Di sana, muncul beberapa zombie yang sudah siap menerkam Kei dari arah samping.

Tapi apalah daya. Bermain balap mobil saja seperti itu, bagaimana bermain survival begini? Kebrutalanmu saat ini tidak berguna. Game ini hanya memandang skill, daripada amatir.

"Sial, tangan itu mulai mencakariku. [Name] tembakan lagi."

"Mereka begitu banyak Kei!"

Kei menyempatkan melirik ke monitor milikmu. Dan memang benar zombie dari arah sampingnya semakin banyak. sementara sebentar lagi ia akan menghabisi zombie yang ada di hadapannya. Untuk sementara itu, Kei memilih menyelesaikan apa yang ada di hadapannya. Sebelum memutuskan untuk membantu dirimu.

Namun ketika bagian Kei sudah selesai, dan ia bersiap mengambil alih bagianmu, kau lengah. Satu zombie berhasil menyeruak dan mengigit lengan Kei. Tanda danger muncul dalam monitor Kei. Membuatmu refleks menjerit.

"[Name] pergi dari sini sekarang."

"Tapi kau bagaimana?"

"HP ku sudah terinfeksi."

"Tapi aku tidak bisa meninggalkanmu."

halah. game aja drama banget.

Kau langsung bergegas pergi ketika HP milik Kei mulai menipis. Layar Kei semakin memerah hingga akhirnya tanda you are infected muncul. Pemain milik Kei sudah game over.

Kini tinggal karaktermu sendiri.

"Kei ini bagaimana? Aku tidak bisa menyelesaikannya sendirian!" kau menjerit dengan gemetar. Membawa monitormu berlari entah ke mana.

Kei yang berada di sampingmu berusaha memberikanmu arahan. Namun kau yang sudah terbawa perasaan game itu tidak bisa menerimanya dengan stabil.

"Cepat masuk ruangan itu."

"Tapi kau tidak lihat? Di sana ada zombienya,"

"Tembak [name], jangan ragu."

"Bagaimana kalau zombie yang lain ikut menghampiri?"

"Tidak akan [name],"

"Apa sebaiknya lari lurus saja?"

"Tidak kau harus masuk. Di sana akan ada hint tentang kuncinya."

".....TAPI KEI....!"

Kau menatap Kei. Dan Kei juga menatapmu saat itu.

Hingga berikutnya ia tertawa.

"A-apasih? Tidak ada yang lucu tau! Kei ini aku harus gimana?"

"Kau tidak lihat, sih, wajah mu itu," dia masih melanjutkan tawanya. Membuat kakimu menggeser-geser; berusaha menendang atau menginjak kaki Kei.

"KEI AKU BISA MATI!"

"Yasudah matikan saja. Hanya game lagipula," laki-laki itu mengusap pinggir matanya. Rasa geli masih tersisa perutnya melihat kau begitu menghayati permainan ini.

Sampai akhirnya kau menjerit lepas, dengan refleksmu yang langsung melompat ke pelukan Kei; melihat monitormu menampakan zombie yang tiba-tiba muncul dengan wajah hancurnya dan menerkam kepalamu.

Kei yang diterjang dirimu hanya bisa tersenyum geli. Dia menatap monitor tanda game overmu, sebelum akhirnya mengusap kepalamu dalam pelukannya.


Blushing when saying i love you

"[Name]-senpai terlihat shock sekali?" Yamaguchi menghampiri Kei yang berjalan di sampingmu. Laki-laki berhelai hijau tua itu dari tadi mendapatimu terdiam dengan wajah tak terbaca. Sementara anggota yang lain masih berada di game center.

Iya. Kei izin pulang lebih dulu ketika melihatmu yang seperti ini. Yamaguchi yang sempat melihatnya, akhirnya ikut pulang bersama kalian.

Kalian terdiam masing-masing Kei sendiri tidak berniat membalas ucapan Yamaguchi tadi. Kalian hanya berjalan dengan tenang, hingga akhirnya Kei berucap.

"Kau pulang saja. Aku akan mengantarnya dulu."

Diikuti anggukan Yamaguchi dan lambaian tangannya. Akhirnya kini hanya tinggal kalian berdua saja.

"[Name] kau masih takut?"

Kamu tersentak, lalu menggeleng perlahan.

"Makanya jangan sok berani bermain game horror," Kei menceramahimu. Kau sendiri tidak terlalu memperdulikannya. Hingga kau tersadar sesuatu dan membuka topik lain.

"Eh, kau mengantarku? Tumben?"

Kau menatapnya. Tapi Kei hanya memandang lurus.

"Memangnya tidak boleh?"

"Bisanya kau tidak mau?" Kamu mulai kembali ke dirimu yang biasa. Entah kenapa kenyataan bahwa Kei akhirnya mengantarmu ke rumah, membuat ketakutanmu terbungkam.

"Ya sudah aku pulang saja berarti," Kei berbalik. Otomatis kau menahannya. Membuat kalian berhenti sejenak.

"Jangan dong. Kau ini, sebenarnya perduli padaku tidak sih?" kau menunduk. Terlihat mengendor.

"Entah? Aku hanya tidak ingin kau akhirnya ketakutan di jalan, dan menangis. Memalukan~"

Kau terdiam. Memilih melanjutkan kembali langkahmu. Kei mengikutimu kemudian.

"Aku bingung. Kau sebenarnya perduli atau hanya berusaha mengejekku?"

Kini Kei yang terdiam. Dia hanya menatapi bahumu dari belakang.

"Kau juga tidak pernah mengatakan sayang padaku atau tidak. Kita selama ini berpacaran tanpa status yang jelas," akhirnya kau mengatakannya. Segala yang menjadi pemikiranmu belakangan ini.

Lalu kini kalian berdualah yang terdiam. Beberapa menit hanya diisi oleh suara sepatu menggesek tanah saja. Hingga Kei bersuara.

"Jadi menurutmu hubungan kita tidak jelas?"

Kau menjawab langsung, "iya."

"Bukannya sudah jelas waktu it-"

"Itu belum menjelaskan semuanya Kei. Kita berpacaran, tapi aku tidak tau bagaimana perasaanmu yang sebenarnya padaku," kau menggigit bibir bawahmu. Jelas Kei tidak akan mendapatimu yang begini. Kau membelakanginya.

Kalian kembali terdiam.


Kau tidak ingin mengatakan apapun lagi. Mengingat ini hanya saatnya bagi Kei untuk menjelaskan semuanya. Tetapi Kei juga tidak ada tanda-tanda akan berbicara lagi. Maka dari itu kau memutuskan untuk diam. Dan menahan sesakmu.

Bahkan sampai di depan rumahmu pun, Kei tetap tidak berkata apa-apa. Dia hanya mengucapkan selamat tinggal, dan kembali berbalik. Meninggalkanmu yang perlahan merelakan diri dan masuk ke dalam rumah.


















Ting! Tong!




"...Kei, kau belum pulang?" kau menghapus bersih jejak air mata di ujung matamu. Padahal kau sudah hampir ingin menangis begitu sampai di kamarmu. Bahkan matamu sudah mulai memerah, dengan hidung yang mulai memproduksikan lendir. Tapi suara bel, dan suara teriakan ibumu membuatmu cepat membatalkan segala ledakan emosimu dan segera berlari ke depan pintu.

Ternyata Kei di sana. Di depagar rumahmu. Rambutnya terlihat agak kusut, dengan seragam dan segala stuff-nya yang masih bersamanya.

"Temani aku sebentar."








Kau berpikir tak mengerti. Kenapa Kei balik lagi ke rumahmu? Apa mungkin Kei tadi belum pulang atau bagaimana? Lalu untuk apa sesi jalan-jalan ini? Kau bahkan belum berganti baju, dan rambutmu sama kusutnya seperti milik Kei. Begitupun dengan wajahmu.

"...Maaf [name] membuatmu menangis."

Kau tertegun. Jadi bisa dilihat dengan jelas bahwa dirinya habis menangis?

"Aku tidak mengerti, dan aku tidak pandai menenangkan seseorang yang menangis," Kei melanjutkan berbicara dan menghentikan langkahnya. Dia hanya membelakangimu pada akhirnya, "...apalagi yang menangis itu kekasihku sendiri dan gara-gara aku."

"...aku tidak menangis," kau berpikir, sebenarnya dirimu ini sama atau tidak dengan Kei yang tak bisa jujur dengan dirinya sendiri?

"Aku pikir dengan hanya menegaskan status kita, aku cukup bisa untuk terus bersama denganmu."

Kau jadi merasa aneh. Kei ini kerasukan apa yang membuatnya balik lagi ke rumahmu dan berkata seserius ini? Dia seperti sudah menyiapkan kata-katanya sebelumnya.

"...tapi jika kita memang tidak bisa bersama hanya karena status, tidak apa."

Kau mencelos. Apa maksudnya tidak apa? Tidak apa? Tidak apa jika kita tidak bisa bersama?


















"Aku akan mengatakannya, bahwa aku menyayangimu. Aku menyukaimu, dan aku ingin terus bersama denganmu."

Kau melebarkan matamu. Wajahmu dan wajah Kei, kini sudah sama-sama memerah. Tapi pikiranmu kosong. Membuat Kei berusaha menarik kembali dirimu ke alam sadar.

"Sekarang siapa yang tidak bisa mengatakan perasaannya sendiri hah?"

jadi Kei ini menunggu untuk di balas?

Kau tersenyum geli, sebelum akhirnya tersenyum dengan mata yang berkaca menahan segala yang berlebihan, "iya Kei. Aku juga pastilah menyayangimu. Aku ingin terus bersamamu, makanya aku sedih kalau kau juga tidak merasakan hal yang sama."

Kei tersenyum geli. Dirinya baru sadar telah menjadi cowok seperti ini hanya dalam beberapa menit dalam perenungan diri tadi.























"Jadi, boleh aku ambil ciuman pertamamu sekarang?"

Fin.

Hey! Maaf menunggu lama. Masihkah ada yang menanti?

Begini, tadinya buku ini mau di stopin aja, tapi berhubung saya orangnya moodyan, jadi akan terus publish aja kalo memang ada mood. Mohon maaf yang menanti~ jadwal updatenya memang tidak akan pernah jelas.

Oh ya, aku buat book baru loh! Kali ini crossover haikyuu, kurobass, dan ankyou. Dengan reader insert juga. Namun dengan kesan yang berbeda! Jika berkenan, bisa di cek di work ku, silahkan. Ceritanya tentang kisah segitiga, atau bisa segiempat. Antara kamu, Daichi, dan yang lain.

Check it!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro