Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

→ Karma Akabane

Karma Akabane as Your Boyfriend
Assasination Classroom

Character owns ©Yusei Matsui
Point ideas ©@meow.otaku
Story ideas ©liziaslavk

[AU! OOC]

###

If Karma as your boyfriend, he will...

Going to Lunch Together

Bel istirahat berbunyi.

Begitu juga dengan handphone-mu. Menandakan sebuah pesan baru saja masuk.

Kau yang baru saja menyelesaikan pelajaran kelasmu langsung membuka pesan tersebut. Mengabaikan teman-temanmu, yang mengajakmu ke kantin, atau memakan bekal bersama.

Ternyata Karma Akabane yang mengirim pesan. Dia memintamu untuk datang ke halaman utara sekolah sekarang. Untuk makan siang bersama. Sebenarnya ini bukan sebuah permohonan. Ini adalah sebuah kalimat yang mau tidak mau harus dilaksanakan. Memang, Karma tidaklah semutlak kembarannya di anime sebelah. Tapi jika kau tidak menuruti keinginannya, ia bisa menjadi lebih rese dari perintah mutlak kembarannya tersebut.

Maka dari itu, kau langsung saja mengeluarkan kotak bekalmu. Dan segera pergi ke tempat yang dimaksud.

Karma di sana.

Duduk menyandar di bawah pohon yang tampak rindang tersebut, dengan kedua tangannya yang menjadi bantalannya. Sambil memejamkan matanya.

Kau menghampirinya. Begitu sudah di dekatnya, pemuda bersurai ruby tersebut langsung menampilkan manik keemasannya. Diikuti dengan senyum khasnya kemudian.

"...sini duduk di sampingku~"

Dia menepuk rerumputan di sampingnya. Dan kamu pun menurut. Kini kamu sudah duduk di sampingnya. Karma Akabane. Kekasihmu.

Iya. Kau sudah berpacaran sekitar tiga bulan dengannya. Em, bagaimana ya dia menembakmu? Agak rese, sih, sebenarnya.

Karma itu awalnya hobi mengisengimu. Bukan hanya kau, tapi kepada murid lainnya, manusia lainnya, dan segala makhluk hidup lainnya.

Dia bahkan pernah hampir melakukan pelecehan seksual padamu saking kelewat resenya.

Lalu saat itu, kau menangis. Memikirkan kenapa Karma tidak pernah tidak mengisengimu. Dia yang melihat itu terdiam, lalu mengatakan sesuatu yang membuatmu tambah risih.

'Kalau kau ingin ini berakhir, maka berpacaranlah denganku~'

Kau yang mendengarnya kembali merasa menjadi korban. Kau pikir, dan kau meyakini, bahwa kalimat itu hanyalah salah satu dari tak terbatasnya ide usilnya. Dia akan menjadikanmu sebagai kekasihnya agar bisa lebih leluasa mempermainkanmu. Dan kau mengutarakan pikiranmu tersebut.

Tetapi, kembali tak disangka, Karma berubah menjadi Karma yang serius yang belum pernah kau lihat sama sekali. Dia mengatakan bahwa hal itu bukanlah candaan. Dan dia mengatakannya dengan jelas bahwa ia menyukai dirimu. Walaupun pada akhirnya ia tersenyum. Senyum khasnya. Yang membuatmu ragu, apakah ia mengatakan hal yang sebenarnya atau tidak.

Lalu tiba-tiba saja ia menciummu. Katanya untuk membuktikan bahwa ia benar-benar serius. Walaupun senyum menyebalkan itu tetap terlihat ujungnya. Dan tetap membuatmu jadi tidak percaya.

Hingga ujung-ujungnya, kau pun sudah diklaim sebagai miliknya setelah itu.

Lalu kau menjadi percaya dengan perkataannya saat memintamu menjadi kekasihnya. Karma, sudah tidak pernah lagi mengisengimu. Tidak. Dia masih usil. Malah, tambah usil. Tapi entah kenapa kau tidak menganggap itu sebagai usilan yang membuatmu muak seperti sebelumnya. Karena walaupun begitu, ia juga sangat melindungimu disaat yang bersamaan.

Katanya, hanya dialah yang boleh menjahilimu. Karena kau adalah miliknya. Bisa diartikan secara kasar, kau adalah mainannya. Dan juga yang paling disayanginya.

Baiklah. Mari kembali.

"Kau tidak membawa bekal, Karma-kun?"

Iya. Katanya akan makan siang bersama. Tetapi, kau bahkan tidak melihat suatu makanan bersamanya sekarang. Atau karena kelamaan, kekasihnya itu jadi makan terlebih dulu?

"Biar aku kembalikan pertanyaanmu," balasnya. Kau memandanginya, yang seperti biasa selalu menampilkan senyum khasnya tersebut, "-kau tidak membuatkanku bekal, [name]~?"

Kau baru menyadarinya. Kau lupa membuatkannya bekal. Tadi karena kau terburu-buru, ditambah kau memang dasarnya tulalit, melupakan hal itu. Bahkan kemarin, kau lupa membawa bekalmu sendiri.

"Ah, astaga. Aku benar-benar lupa, Karma-kun..." kau mengatupkan kedua tanganmu dan setengah meringis, tanda kau benar-benar menyesalinya.

"Hee~ jahat. Benar-benar jahat kau melupakanku~" bahkan ketika kau tau, bahwa ekspresi sedihnya adalah pura-pura, kau tetap merasa bersalah. Apalagi karena kesalahan kali ini murni datang dari keteledoranmu sendiri.

"...sekarang, pilih," Karma menatapmu, dengan seringainya, "kau mau aku 'makan' nanti, atau, kau mau menyuapiku sekarang~?"

Opsi pertama pastilah kau tolak mentah-mentah. Maka dari itu kau langsung membuat keputusan untuk memilih opsi kedua. Namun sebelum suaramu keluar, Karma melanjutkan lagi ucapannya.

"-dengan mulutmu~?"

Membuatmu bungkam.

Pilihannya tidak ada yang aman. Tetapi melihatnya menyeringai seperti itu, kau seperti harus membuat keputusannya.

"...aku... Akan menyuapimu."

Seringai menyebalkannya tambah lebar.

Kau langsung saja membuka kotak bekalmu. Isinya terlihat imut. Itu karena kau yang menatanya. Tetapi walaupun begitu, imutnya dirimu tidak akan terkalahkan. Itu sebabnya kini Karma tidak melirik bekalmu sama sekali, dan hanya fokus menatapmu.

Namun, maksudmu menyuapi adalah bukan yang Karma maksudkan. Kau hanya menyodorkan sumpitmu yang sudah mengapit makanan. Menyuapi seperti biasa. Membuat Karma menaikkan sebelah alisnya, dan tak membuka mulutnya.

"...aku mohon, tolong maafkan aku, Karma-kun."

Tanganmu masih menyodorkan sesumpit makanannya.

Karma masih diam menatapmu. Dan kau juga menatapnya. Menit berikutnya, kekasihmulah yang mengalah. Tetapi, bukan berarti kau lebih keras kepala darinya. Dia hanya mau mengalah hanya padamu.

Akhirnya Karma memakannya. Kau pun tersenyum lega.

Always Listens to You and Loves Your Voice

"...aku bahkan masih ingat ketika acara study tour tahun kemarin. Bukan hanya kau, tapi temanku juga usil."

Kau masih menyuapinya. Namun kali ini ocehanmu keluar. Menceritakan betapa buruknya study tour tahun kemarin. Dan kau pun berencana untuk tidak mengikuti study tour tahun ini.

Sementara kekasihmu, kini lebih menjinak. Dia hanya makan apa yang kau suapi, dan hanya mendengarkanmu. Duduk bersila dan bertopang dagu.

"Kau tahu sebuah tambak ikan saat study tour kemarin? Aku hanya sedang berdiri di pinggir tambak. Namun temanku tiba-tiba mendorongku, dan aku pun terjatuh dengan memalukan. Temanku bilang dia memang berniat usil, tapi tidak menyangka aku akan benar-benar jatuh ke kolam."

Kau menyuapi dirimu sendiri. Mengunyah sebentar, lalu kembali berbicara, "lalu setelah itu, kau yang menjahiliku. Aku merasa aku akan mendapatkan hal yang buruk jika aku ikut lagi tahun ini."

"...lalu~?"

"Lalu aku tidak akan ikut study tour tahun ini."

Kau menyudahi curcolanmu. Namun Karma masih statis. Ia mengira kau masih akan melanjutkan ocehanmu. Maka dari itu ia masih siaga mendengarkan.

Very Honest

"...kau tau, [name]~? Daripada ini, aku lebih menyukai suara jeritanmu. Terlihat menggemaskan~"

Iya. Kau jadi tau, kenapa makhluk ini sering membuatmu menjerit.

"Tapi suara biasamu juga tak kalah buruk. Aku menyukainya~"

Kau meminum minumanmu. Sehingga, setidaknya botol minum tersebut bisa menutupi separuh wajahmu yang memerah.

"Kau mau tau sesuatu?"

Dia mengubah posisi. Kembali menyandar dengan kedua tangannya yang menjadi bantalannya. Ia juga memandang lurus ke depan, dengan seringainya yang memang featured pabrik seorang Karma Akabane.

"Waktu itu, bajumu benar-benar basah. Dan aku yakin, bukan hanya aku, tetapi yang lain juga bisa melihat bra milikmu~"

Matamu melebar. Kau tidak menyangkanya.

"Sebenarnya melihat itu aku gemas. Tapi aku tidak ingin yang lain melihatnya juga~ maka dari itu aku menyiramimu lumpur, sehingga kau tanpa sadar tidak menggoda orang lain lagi~"

Sesuatu yang bisa membuat stok malumu habis, adalah Karma. Entah kenapa mulutnya tidak bisa menyaring dulu kalimat yang akan dikeluarkannya. Kadang bisa membuatmu sebal, kadang bisa membuatmu malu. Dia, terlalu jujur. Perkataannya terlalu sederhana, tanpa polesan apapun.

"Oh, kau harus ikut study tour kali ini. Jangan khawatir pada orang yang akan membuat study tour-mu buruk, aku akan membuat hari-harinya buruk kemudian~"

---

"Bra berwarna merah~ entah kenapa, aku malah seperti melihat kepalaku yang ada di sana~" ia menyeletuk asal.

"!?"

Kau mencubit pinggang itu dengan wajah memerah, "h-h-hentikan, Karma-kun!"

Tetapi dia malah hanya tertawa. Kemudian ia mendekatkan wajahnya pada wajahmu. Membuat jarak kalian kini hanya terpisah tujuh sentimeter. Dia menatapmu sayu, lalu berbicara, "kalau begitu~ bungkam aku dengan bibirmu, [name]."

Gets Quit Aggresive When it Comes to Protecting You

"Oh. Ini dia, Karma Akabane."

Karma berhenti. Begitu juga denganmu.

"Ah, sial~ aku lupa kalau jalan ini sekarang dihuni sekumpulan dedemit."

Kau tak mengerti apa yang diucapkan kekasihmu itu. Namun setidaknya kau paham. Jalan ini bukanlah jalan yang aman untuk dilewati. Melihat ada lima orang yang bertampang preman menghadang di sana. Kau mengeratkan genggamanmu pada tangan Karma.

"Ayo, [name]~ kita jalan memutar saja~"

Karma berbalik. Kau pun dibawanya untuk berbalik karena kalian sedang berpegangan tangan.

Namun sebelum jarak kalian menjauh, sebuah suara kembali membuat Karma menghentikan langkahnya.

"[Name]~ hehehe. Nama yang indah."

Dan entah kenapa, kau malah menoleh kembali ke belakang.

"Hehehe, [name]~ kau berpacaran dengan iblis merah itu, kah? Daripada aku, dialah yang sebenarnya lebih brengsek."

Karma masih terdiam. Sementara kau, sudah merasa tidak nyaman karena preman-preman itu menghina kekasihmu.

"...aku heran kau mau berkencan dengannya," preman itu berusaha menyulut emosi, "atau... Kau ini pelacurnya?"

Kau benar-benar tidak terima dengan perkataan busuk itu. Pertama, kekasihmu dihina sebagai orang brengsek yang menyewa pelacur. Dan kedua, kau yang dihina sebagai pelacur.

Namun walaupun begitu, kau hanya terdiam. Dengan kaki yang setengah gemetar. Membuatmu tak sadar, bahwa genggamanmu di tangan Karma semakin mengerat.

Tetapi, Karma menyadarinya. Maka dari itu ia segera membawamu pergi menjauh.

Encouraging

"Hahaha. Dia sok-sok-an kuat. Padahal dihajar oleh satu orang saja sudah tumbang. Berikutnya, habisi saja. Siapa tau dia akan melaporkan ini ke polisi-"

Tap.

Para preman yang sedang ngerumpi itu menoleh. Mendapati sesosok murid SMA berdiri tak jauh di hadapan meraka. Sendirian. Dan berambut merah.

Iya. Karma kembali. Setelah mengantarmu sampai ke rumahnya.

Dirinya pastilah tidak akan menerima kalau kau dihina seperti tadi. Dan sebenarnya, ia sudah cukup keras untuk menahan dirinya sendiri agar tidak menghajar para bajingan ini di hadapanmu.

"Wah, wah, selamat datang kembali, bocah. Ada perlu apa kau ke sini lagi?"

"...sendirian?"

Playful Fights

"Ahh, tidak, kok~" Karma dengan santai berjalan mendekat. Mendekati sarang para bajingan yang sudah menghina dirimu sebagai pelacurnya.

"...hanya saja, Paman. Tolong jangan mengganggu kekasihku seperti tadi. Apalagi sampai memanggil namanya dengan mulut-busuk-pemakan-kotoran milikmu itu~" seringai khasnya muncul.

"Cuih."

Salah satu preman itu meludah. Sebelum yang meludah itu kembali berbicara, Karma lebih dulu memotongnya.

"Eeh? Saking busuknya kotoran yang kau makan, ya, Paman, sampai meludah seperti itu~?" Karma mengeluarkan sesuatu dari dalam saku celananya, "kalau begitu, mau coba dinetralisirkan dengan ini~?"

Wasabi.

Teman dekat kekasihmu. Bahkan sebelum kalian berpacaran, bahkan saling kenal.

Merasa terhina, para preman itu langsung tersulut emosi.

Dua di antara mereka meluncurkan pukulannya. Berusaha mengenai Karma.

Yah. Memang dasarnya kekasihmu ini sebenarnya adalah preman juga, dia bisa dengan santai menghindari dua pukulan langsung itu.

Oh. Diralat. Preman yang sudah memiliki remote control-nya tersendiri. Yaitu dirimu.

Lagi. Kedua preman itu terus melancarkan serangannya. Sementara Karma, dia terus menghindar sambil menyimpan kembali wasabinya di dalam sakunya. Tak lupa, dengan senyum khasnya yang menandakan bahwa ia menikmati permainan ini.

Melihat Karma sepertinya terlalu mempermainkan rekan mereka, satu lagi preman ikut menyerang. Kali ini dengan membawa pisau.

Karma terlihat cukup kaget. Menyadari satu preman lagi yang ikut menyerangnya tidak bertangan kosong.

Tiga lawan satu. Dalam keadaan ini, Karma masih bisa mengimbanginya. Ia bahkan bisa membawa satu preman tersungkur keras ke tanah. Membuat Sang Preman tersebut harus menstabilkan kepalanya yang terasa berdenyut menghantam tanah. Mengundang preman keempat yang membawa tongkat baseball untuk maju.

Buagh.

Satu tinju mengenai dirinya. Membuat irama santainya hancur. Membuat tinju-tinju berikutnya menyusul menyosori pipi, dan bagian wajahnya yang lain.

Hingga Karma akhirnya terpental. Punggunya menabrak sisi lancip dinding. Dia meringis. Walaupun begitu, ia langsung cepat bangkit kembali.

Dagu yang biasanya menengak saat mengahadapi siapapun itu, kini menurun. Ia sudah mengambil serius hal ini.

Tak hanya menghindar dan menyerang seperlunya seperti tadi. Ia kini terus menyerang. Membawa turun satu preman tak bersenjata lagi, menubruk preman yang pertama ambruk tadi.

Kini tinggal dua. Dan satu ketua pengecut yang hanya bisa menonton dari sana.

Dibanding yang melukainya ini, ia akan benar-benar menghabisi bajingan pengecut itu.

Duak.

Bahunya terkena pukulan dari tongkat baseball. Sesaat membuatnya ngilu dan tangan kirinya yang mati rasa. Membuatnya tak bisa memakai dulu kedua tangannya untuk menetralisirnya ngilunya terlebih dulu. Maka, ia gunakan kakinya.

Preman itu tersungkur. Membuat tongkat baseballnya terlepas.

Karma mengambilnya dengan tangan yang gemetar akibat sensasi ngilu tadi. Lalu dengan sekuat tenaga, ia ayunkan tongkat itu ke pemilik sebelumnya. Dan berhasil menumbangkan satu preman lagi.

Tetapi. Hal yang tidak Karma sadari adalah, masih ada satu preman yang memegang pisau. Dan preman itu berhasil mendapatkan momennya.

Menggores Karma tepat dibahu kanannya.

Karma meringis tertahan. Ia bahkan belum sempat membalikan badannya. Dan preman itu langsung melancarkan serangan yang berikutnya.

Kali ini, preman itu berencana untuk menusuk kepala Karma dari belakang.

Begitu jarak mereka sudah dekat, Karma tiba-tiba langsung memutar badan. Ia juga ikut melayangkan tongkat baseballnya.

Karena berbalik, pisau itu memang jadi terarah ke wajahnya. Tapi akhirnya, hanya mengenai bagian pipinya saja, karena tubuh si empunya sudah terpental lebih dulu oleh pukulan tongkat baseball.

Pukulan berikutnya menyusul. Dan membuat preman terakhir itu tak sadarkan diri.

Ah. Tidak. Bukan terakh-

-itu yang terakhir.

Preman yang hanya bisa menonton itu benar-benar pengecut. Mengotori namamu dengan mulutnya, lalu melarikan diri.

Sometimes Call You in The Middle of Night Because He Got Anxious

Kau tidak bisa tidur. Entah kenapa. Membuatmu hanya menatap langit-langit kamar dan kembali mengingat kejadian yang tadi.

Lalu kau menepis pikiran itu. Karma bilang, kau tidak boleh memikirkan hal itu lagi. Dan memang, tidak ada gunanya untuk memikirkan perkataan dari orang yang bahkan tak tau apa-apa.

Kau pun menyamping. Menutupi wajahmu dengan guling. Dan berusaha untuk tidur.

Di tengah usahamu itu, tiba-tiba saja ponselmu berbunyi di atas meja kecil samping tempat tidurmu.

Kau pun mengambilnya. Kalau tebakanmu benar, ini pasti dari dia.

Karma Akabane.

Benar.

"Halo, Karma-kun?"

Hening sejenak. Kau mengerutkan alismu.

Kemudian suara itu akhirnya tiba, "oh, yo~ kau sudah tidur?"

"Belum. Aku tidak bisa tidur."

Kau mencari posisi yang nyaman.

"Hee~ berarti kebetulan, dong, aku menelponmu kali ini~ aku jadi bisa menemanimu sampai bisa tertidur."

Iya. Dan kau beruntung itu adalah Karma.

"...di sana baik-baik saja? Periksa lagi jendela dan pintu rumahmu agar terkuci."

Dia seperti biasa. Menghawatirkanmu.

"Iya, Karma-kun. Aku sudah memeriksanya."

"...tidak ada yang mengganggumu saat kau sampai di rumah, kan?"

"Tidak..."

Biasanya dia memang seperti ini. Dan ada dua alasan yang melatar belakanginya. Hanya iseng. Dan telah terjadi sesuatu.

"...ada apa?"

Kau akhirnya menanyakannya.

Dia terdiam. Lalu seperti terdengar ringisan dari seberang sana. Disusul kemudian suara pemuda berambut ruby tersebut.

"Tidak apa~ aku hanya habis bermain dengan paman-paman yang tadi, kok~"

"-kau berkelahi?"

"'Bermain' yang benar. Tapi sial~ paman itu bermainnya dengan pisau. Sementara aku hanya dengan satu batang odol wasabi~"

"-pisau? Kau tidak apa, Karma-kun?"

Kau bangun. Reflek. Dan sedikit menegang mendengar pisau disebutkan. Apalagi kalau tidak salah, preman-preman yang tadi itu berjumlah lima orang. Dan jika ada yang membawa pisau... Lalu Karma hanya sendiri-

"-apa kau terluka?"

Karma dari seberang sana terdengar tertawa. Namun ringisan muncul memotongnya. Ingat jika ia mempunyai luka gores di pipinya? Itu pasti terasa perih ketika tertarik saat tertawa.

"Saa~? Kalau aku katakan baik-baik saja, pun, kau tidak akan percaya dengan mudah, kan? Makanya, datang dan lihat keadaanku secara langsung. Aku akan merasa baik jika kekasihku datang menjengukku yang bertarung demi dirinya~~"

"-aku akan ke sana sekarang."

Entah apa yang kau pikirkan.

Karma terkekeh sejenak, "maksudku-kau bisa datang besok, Sayang~"

"Tidak bisa! Kau terlanjur mengatakan itu, dan aku pasti tidak akan bisa tidur sebelum melihat apakah kau baik-baik saja atau tidak."

"Oh~? Salahku, ya, berarti~? Tidak apa. Aku tidak akan sudi mati sebelum kau datang ke sini dan memberikanku ciuman yang terakhir, kok~"

"Karma-kun!"

Dia tertawa, dan kembali meringis, "tidak, [name]. Kau bisa ke sini besok saja. Aku benar-benar tidak apa-apa. Jika kau tidak percaya, aku akan bersama denganmu sepanjang malam ini sampai pagi datang~"

His Parents Love You

Ting tong.

Kau menunggu sejenak. Sebelum pintu itu akhirnya terbuka. Menampilkan seorang wanita setengah baya yang merupakan duplikat dari Si Merah kesayanganmu. Atau bisa dikatakan, dialah yang merupakan duplikat dari wanita setengah baya ini.

Ibunya Karma.

"Selamat pagi, Akabane-san. Aku ke sini untuk menjenguk Karma-kun."

"Oh? [Name]-chan? Ayo-ayo, silahkan masuk..."

Iya. Kau dan keluarga Karma memang sudah dekat. Mereka bilang, kau adalah pengontrol Karma dengan baik. Bahkan orang tuanya sendiripun, tidak dapat membuatnya menurut.

Kau pun dibawa masuk.

Sebelumnya kau pernah cukup sering ke sini. Itu karena Karma yang terus membawamu. Dan kamar Karma ada di lantai dua.

Sebelum menaiki tangga, karena harus melewati dapur, kau jadi terlebih dulu ditawari sebuah masakan oleh ibunya Karma.

"Oh iya, [name]-chan, coba cicipi ini. Aku sedang mencoba membuatnya lagi."

Dia memberikanmu satu cup cupcake yang di atasnya dipenuhi berbagai toping.

"Kemarin aku membuatnya. Namun sedikit gagal. Jadi aku pikir, jika aku mencobanya sekali lagi, ini akan berhasil... Dan kebetulan sekali, kau datang. Aku ingin kau mencicipinya sebagai yang pertama, [name]-chan."

Ibunya seperti biasa. Selalu baik terhadapmu.

Kau pun menggigit cupcake yang sedang kau pegang tersebut. Seketika, sebagian krim langsung berpindah ke sekitar mulutmu.

Ibu Karma terkekeh.

Kau mengunyahnya. Dan ternyata ini enak. Kau pun menampilkan wajah sumringahmu.

"Ini benar-benar enak, Akabane-san!"

Dengan begitu kau langsung meraup lagi cupcake tersebut.

Membuat Ibu Karma kembali terkekeh.

"Benarkah? Syukurlah... Setidaknya kau tidak jadi bahan percobaan untuk memakan makanan gagal sebagai yang pertama. Tapi jika ini enak-ini jadi kejutan yang berhasil, kan?"

Kau tersenyum. Lalu teringat kembali tujuan sebenarnya kau datang ke sini. Bukan. Bukan untuk numpang makan cupcake.

"Oh iya, Akabane-san. Aku harus segera melihat Karma-kun."

Kau buru-buru menghabiskan cupcakemu. Dan melihat ibu Karma yang tiba-tiba saja merubah maksud senyumnya.

"Kau sebegitu merindukannya, ya? Sampai buru-buru untuk melihatnya~"

Iya. Ibunya Karma juga sering meledekmu.

"Ah, itu-maksudku, aku khawatir dengannya..."

Ibu Karma paham.

"Dia, sih, kelihatan lebih baik-baik saja daripada harus kau khawatirkan seperti itu."

Tapi pada akhirnya kau pun diberikan izin untuk langsung ke kamar kekasihmu, yang mungkin saja sudah menunggu di sana.

Namun sebelum pergi, kau diminta untuk sekalian membawa beberapa cupcake hangat sebagai jamuannya. Dan membungkuskan cupcake lain sebagai oleh-olehmu.

Setelah itu, kau langsung pergi. Tentunya, kau membungkuk terlebih dulu pada wanita yang sudah seperti ibumu sendiri itu. Sebelum akhirnya kau tertelan tangga menuju lantai dua.

Tok-tok.

"Karma-kun?"

Hening sejenak. Sebelum akhirnya sosok itu datang membukakan pintu.

Dengan plester di pipinya, wajah lebam, dan balutan perban di bahu dibalik bajunya.

Dia tersenyum. Seperti biasa. Dan mempersilahkanmu masuk.

Super Hero Movie Marathon

"Kau terluka oleh pisau itu, Karma-kun?" tanyamu.

Kau mengikuti ke mana tubuh itu pergi. Dengan jalannya yang sedikit tertatih. Ia mengambil sebuah kaset DVD CD lain dari rak koleksinya.

Iya. Sepertinya Karma sedang menonton sesuatu. Terlihat di hadapanmu banyak kepingan kaset berserakan.

"Mnn~ gimana, ya~? Mungkin?"

Setelah itu ia kembali. Duduk di sampingmu. Dan memasang kepingan kaset yang ia bawa tersebut.

"...itu, kau yang membawanya?"

Dia menunjuk senampan cupcake warna-warni yang tersedia di hadapannya.

"Oh, ini dari ibumu. Aku diminta membawanya sekalian."

"Aah, jadi tidak menarik~ kupikir kau yang membuatkannya untukku~"

Setelah kaset yang disetel berputar, Karma diam.

Kau ikut terdiam melihat film yang sedang berputar tersebut.

Iya. Ini hobi sampingannya. Karma biasanya akan mengajakmu menonton film saat main ke rumahnya atau untuk acara kencan.

Tapi, apa yang dilakukan kalian, tidak biasa dengan pasangan yang lain.

Menonton film bergenre super hero?

Biasanya pasangan normal akan menonton film drama atau romansa.

Tapi pada kenyataannya pun, kau tertarik dengan film-film super hero yang Karma jejalkan.

Tok. Tok.

Kau beranjak. Menghampiri pintu, dan membukanya. Ternyata Ibu Karma yang datang. Membawakan semangkuk bubur hangat.

"Aku minta tolong padamu, ya."

Entah apa yang dimaksud. Namun, kau mengerti. Kau dimintai untuk menyuruh Karma makan.

Karna dia sedang melakukan hobinya, makan akan cukup sulit untuk menyuruhnya makan saat ini.

Kau tersenyum, dan mengatakan bahwa kau akan melakukannya.

Ibu Karma juga tersenyum. Lalu segera kembali.

Kau menutup pintu kamar. Membawa senampan mangkuk bubur serta minumnya.

"Karma-kun, ayo makan dulu."

Kau kembali duduk di sampingnya. Menaruh nampan itu di lantai. Dan menyadar di pinggiran kasur milik Karma.

Karma tetap diam. Menonton filmnya dengan tenang. Namun entah kenapa, senyum khasnya itu selalu terpasang di wajahnya kini.

"Karma-kun, maka-"

"Suapi aku."

Kau menatapnya. Atensinya masih menatap ke layar di hadapannya.

"...kau pasti melihatnya, perban di bahu kananku ini, kan~?"

Iya. Kau mengerti.

Akhirnya kau mengambil mangkuk bubur itu. Menyendoknya, dan mulai menyuapi kekasih manjamu ini.

Dia melahapnya. Tapi matanya tetap terpaku pada film di hadapannya itu.

Kau merasa, jadi seperti babysitter yang sedang menyuapi anak bandel sambil bermain.

...

"Dia main heroin character-nya?"

Ujungnya. Kau jadi ikut menikmati film super hero tersebut.

Setelah selesai menyuapi kekasihmu. Kau pun mencoba untuk menikmati film yang sedang diputar. Dan berujung, kau benar-benar menikmatinya.

Kau menggigit satu cup cupcake yang bahkan masih tersedia utuh tak jauh di hadapanmu. Seharusnya, cemilannya adalah popcorn. Tapi ia tak menyangka cupcake juga enak.

Mengingat bahwa Karma tak menyukai krim, pastipah cupcake ini sengaja disediakan ibunya Karma hanya untuk dirinya. Padahal Nyonya Akabane itu sudah membungkus beberapa cupcake untuk dibawa pulang. Tapi ia tetap memberikan untuk cemilan.

Usually Wins, Pins You to The Floor and Kisses You

Entah berapa jam kalian menghabiskan waktu untuk menonton.

Kau bahkan sampai tinggal menyisakan satu cupcake di atas nampan.

Dan pada akhirnya kau bosan. Seperti kekenyangan.

Namun entah kenapa, kekasihmu ini bahkan tidak terlihat kenyang sekali, melotot di depan layar dari pagi hingga ujung siang ini.

Memang seharusnya kau tidak ke sini. Seperti yang dikatakan, dia kelihatan lebih baik dari yang kau pikirkan.

Kau mencoba untuk berpindah posisi. Menjadi terlentang. Karena saat ini Karma menjadikan pahamu sebagai gulingnya, dan kau sendiri terbaring dilantai dengan tanganmu sebagai bantalan, kau jadi tidak bisa bergerak dengan leluasa.

Akhirnya kau hanya bisa menggerakkan tubuhmu menjadi terlentang. Tapi tidak dengan kakimu.

Kau memandangi langit-langit kamar Karma, menelusuri seluruh isi kamar semampu yang matamu bisa jangkau. Sampai, matamu berlabuh pada kolong kasur milik Karma.

Kau menolehkan kepalamu ke arah sana. Mendapati beberapa buku berserakan di kolong kasur.

Tepat disaat itu, Karma akhirnya bangkit. Tidak. Dia hanya berganti posisi, kembali menjadi duduk. Sehingga akhirnya kau bisa menyampingkan tubuhmu ke arah kolong kasur Karma dengan mudah.

Tanganmu terulur, berusaha mengambil entah buku apa yang ada di sana.

Setahumu, Karma memang pintar. Kepintarannya jauh diatasmu. Tapi membuang buku seperti itu, bukanlah hal yang baik. Atau, mungkin saja, Karma tak sengaja menjatuhkannya, dan mungkin saja ia selama ini mencarinya.

Tepat saat itu. Karma melihatmu yang berusaha menggapai sesuatu di kolong kasurnya.

Wajahnya berubah menjadi setengah pucat, saat mengetahui bahwa kau akan mengambil buku-buku yang sengaja ia simpan di bawah kasurnya. Lebih tepatnya majalah-majalahnya. Bukan majalah kosmetik, atau fashion-fashion seperti milik wanita-wanita pada umumnya. Tapi ini majalah 'pria'.

Kau mendapatkannya. Ujung dari salah satu buku tersebut. Kau pun menyeret buku itu untuk keluar dari kolong. Tapi sebelum kau berhasil melihat cover dari buku tersebut, tangan Karma menghentikannya.

Dan akhirnya kau sadari, Karma sudah mengurung tubuhmu. Tangan kirinya menahan berat badannya, sementara tangan kanannya berada di kolong kasur, bersama dengan tanganmu.

"Apa yang kau lakukan, [name]~?"

Kau dapat melihatnya secara jelas sekarang, karena posisimu. Senyum khas milik Karma.

"...aku pikir kau menjatuhkan buku-bukumu ke bawah kasur..."

"Oh, itu bukan buku, lho~ itu majalah porno~"

Iya. Dia benar-benar jujur. Dia bahkan tak menjadikan hal ini rahasia di antara kalian. Tte-ekspresi pucat yang tadi itu untuk apa?

"M-majalah p-por..."

Sontak kau langsung terbangun. Menjadikan hidungmu teratuk dengan dahi Karma. Membuatmu memegangi hidungmu yang memang dasar sudah kelelep, dan kini mungkin tambah kelelep.

Sementara Karma, ia hanya mengusap sebentar dahinya, dan ikut memberi jarak lebih, karena saat ini kau sudah terduduk. Berikutnya seringainya tampak.

"Kenapa~? Itu hal yang wajar, kan, bagi laki-laki~?"

Iya. Lagipula Karma bahkan sudah cukup umur.

Tetapi tetap. Dirinya tetap tidak nyaman bila mendengar hal itu.

"...kau mau melihatnya~?"

"T-tidak!"

"...benarkah~?"

Entah kenapa, kau merasa dia makin mendekat. Membuatmu kembali turun, karena tak ada cara lain untuk menghindarinya dengan posisi yang seperti ini.

Hingga akhirnya kepala dan punggungmu kembali menempel pada lantai. Dia kembali menahan tubuhnya dengan tangan kirinya. Sementara tangan kananya, mengelus pipimu, turun ke dagumu.

Karma memiringkan kepalanya, lalu membawa dagumu naik. Sehingga akhirnya, kedua bibir kalian bertemu. Kau bisa melihat matanya yang terpejam.

Ciuman yang lembut itu, membuatmu ikut memejamkan matamu perlahan. Dan kau merasa, perlahan Karma sudah mulai melumat bibir bawahmu.

Kau mencengkram bahunya. Entah kenapa, ciumannya kali ini tampak lebih posessive.

Dia terus melumat bibirmu, mengecap rasa strawberry kesukaannya pada bibirmu.

Iya. Ingat cupcake warna-warni yang tersaji? Yang warna pink, adalah santapanmu yang terakhir tadi.

Pantas Karma seperti tak ingin melepaskan pangutan kalian sedikitpun. Bahkan kini, ia sudah menghisap dan mulai memasukkan lidahnya ke dalam mulutmu.

Karma benar-benar lancar melakukan permainannya.

Tok. Tok.

"!?"

Kalau saja tidak ada yang menginterupsi kalian, kau mungkin tidak akan tahu, kapan Karma akan menghentikan kegiatannya.

"Cih."

Itu tadi adalah decakan Karma saat melihat bahwa ternyata ibunyalah yang mengganggunya.

Fin.


Jadi gini, saya dapet ide kayak gini itu dari lapak ig. Bentar, kalian pasti ngerti kalo liat gambarnya-

Iya. Jadi karena postingan milik @/meow.otaku ini, aku jadi dapet ide buat ngembangin poin-poinnya. Dan jadilah cerita ini~

Oh iya, karna takut kenapa-napa, aku udah izin ya sebelumnya sama mbak nya di ig.


Daaannn jangan lupa jejak, jika kamu suka dengan cerita ini.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro