→ Haiba Lev
Haiba Lev as Your Boyfriend
Haikyuu!
Character owns ©Haruichi Furudate
Point ideas ©@meow.otaku
Story ideas ©liziaslavk
[IS, OOC]
###
If Haiba as your boyfriend, he will...
Constantly Want to Play Game When He's Bored
Kamu menatap keluar jendela. Rumah, dan segala tiang listrik itu berjalan dengan cepat. Ini bukan hal fantasy. Tetapi kau hanya sedang menaiki kereta.
Iya. Saat ini kau sedang berada di dalam kereta. Hari ini, tim voli favorite kamu akan bertanding. Dan kau tidak akan melewatkan pertandingan kejuaraan tersebut. Apalagi jika diminta langsung oleh salah satu pemainnya. Dan dia kekasihmu.
Haiba Lev.
Pemain tim Nekoma.
Tentu saja kekasihmu itu membutuhkan dirimu di saat-saat pertandingan nanti. Kau adalah sumber semangatnya. Haiba dijamin akan mengeluarkan seluruh tenaganya bahkan sampai harus kehilangan nyawa jika kau menyemangati pemuda itu tanpa lelah.
Kau sendiri sebagai kekasihnya. Merasa wajib untuk datang ke pertandingan kejuaraannya.
Jadilah kau di sini sekarang. Gerbongmu berdominan pemain milik Nekoma. Iya. Haiba memaksamu agar selalu berada di sampingnya. Padahal kau sendiri sudah membawa dua teman untuk menemanimu. Tetapi kau malah direbut oleh kekasihmu. Kau sendiri merasa jahat. Minta ditemani, tetapi ujungnya malah meninggalkan kedua temanmu itu.
Apalah daya. Kau dipaksa orang yang kau cintai. Dan pastilah kau tidak akan menolaknya. Apalagi, kapten dari Nekoma itu juga menginginkan kau untuk bersama mereka.
"[Name] kau mau?"
Kau menoleh. Itu dia kekasihmu. Setelah beberapa menit tadi menghilang dari sampingmu, pemuda itu kini kembali. Membawa keripik kentang.
Kau menatapnya.
"Aku dapat ini dari Kenma-san," ucapnya.
Kau pun mengambilnya. Tentu tak membiarkan tawaran kekasihmu ini menganggur begitu saja. Tetapi sebelum memasukan keripik kentang itu ke dalam mulut, kau menyempatkan untuk berbicara sesuatu, "padahal aku punya, Haiba. Kau tidak harus mengambil itu dari orang lain."
Haiba menyengir memperlihatkan giginya, "simpan saja yang kau bawa untukmu sendiri nanti, [name]."
Terserahlah. Itu yang kau batinkan. Kalian pun kembali menikmati waktu berdua. Walau kadang, ada beberapa anak tim yang iseng. Seperti misalnya, kapten dari tim favorite-nya ini.
"Hei, [name], kau mau?"
Tidak sih. Dia hanya menawarkanmu sekotak pocky. Yang bisa ditebak, pasti makanan itu juga termasuk rampasan.
Tetsurou menyandar pada bangku di depan Haiba. Sementara Haiba sendiri di sampingmu. Memberimu jarak dengan Tetsurou.
"Terima kasih, Kuroo-san."
Bukan. Bukan kau yang mengambilnya. Tetapi kekasihmu, lah, pelakunya. Dia bahkan merampas keseluruhan pocky milik Tetsurou. Membuat Sang Kapten itu menurunkan kedua alisnya. Mungkin merasa sebal.
"Ini, [name]."
Lagi. Kau mengambilnya satu tangkai. Menggigitinya perlahan. Sementara kekasihmu masih menjarah pocky yang dibawa Tetsurou.
"Kembalikan milikku, Lev," ucap Tetsurou pada akhirnya.
"Ini, kalau mau ambil saja. Kita di sini berbagi," Haiba membalas seenaknya.
Membuatmu menggelengkan kepala samar.
Tetsurou yang mendapat jawaban itu, kembali tak acuh. Pemuda itu malah meraih satu batang pocky dari tangan Haiba. Menatapmu, lalu mengajakmu bicara.
"Bagaimana teman-temanmu, [name]?"
"Huh? Dia ada di gerbong lain."
"Kau tidak mau ke sana? Maksudku aku juga merasa tidak enak."
Haiba yang mendengar itu langsung menyambar, "kau akan ke sana? Di sini saja bersamaku. Bukannya aku jahat, sih."
Kau menatap kekasihmu itu. Iya. Kau mengerti. Lagipula temanmu bilang tidak apa-apa untuk membiarkanmu bersama dengan para tim Nekoma ini.
Oh ya. Sebenarnya, kamu dan kekasihmu itu berbeda sekolah. Lalu bagaimana bisa kalian berpacaran, itu sebuah takdir. Saat itu kau sedang menonton pertandingan voli. Dan tidak sengaja bertemu dengan Haiba begitu pertandingan itu selesai. Tidak banyak obrolan. Setelah itu kalian hidup masing-masing kembali.
Kau yang sudah kagum dengan permainan dari tim Nekoma, selalu hadir dalam setiap pertandingannya saat itu. Di pertemuan kedua, kau baru menyadari bahwa Haiba adalah pemain dari tim kesukaanmu.
Dia yang saat itu masih mengenalmu, langsung menyapamu. Kalian kembali berbincang, dan kali ini penuh dengan obrolan darimu. Iya. Kau menceritakan bahwa tim pemuda itu adalah tim kesukaannya.
Dari situlah kalian mulai lebih dekat. Kau tetap hadir dalam setiap pertandingan mereka. Namun kali ini, kalian kadang saling memberi semangat. Hingga akhirnya, saat pengumuman kejuaraan pertandingan, Haiba memintamu untuk menjadi kekasihnya. Alasan yang pemuda itu berikan adalah, karena setiap kau datang apalagi menyemangatinya, ia merasa bisa meraih segalanya.
"Ini---" Tiba-tiba, Haiba mengembalikan sekotak pocky ke pada pemilik awalnya--yang sudah membawanya, "aku bosan. Perjalanannya terlalu lama. Setiap transit juga lama. Aku ingin cepat bermain."
"Kuroo-san, kau pergi, dong. Aku ingin berduaan dengan [name]."
Reflek kau mengalihkan pandanganmu ke arah korban. Dan, ya. Raut kekesalan terpampang di wajah Sang Kapten.
"Begitu. baiklah---" ucap Tetsurou. Kontras sekali nada sebal darinya.
"Eh, tunggu---" Tetapi Haiba malah menahan kaptennya lagi. Membuatmu bingung, sebenarnya apa yang dimau kekasihmu itu.
"---aku bagi lagi pocky-nya."
Kau merasa kekasihmu itu agak menyebalkan. Ya apalagi Tetsurou yang diperlakukan demikian. Pemuda itu menyodorkan kembali pocky-nya dengan malas. Haiba mengambilnya. Hanya satu tangkai.
Tetsurou menurunkan alisnya heran, "ambil yang banyak. Aku tidak akan berbalik jika kau memanggilku lagi."
"Hehe, tidak. Kau kembali saja," ucap Haiba. Sebelum kembali berbalik Tetsurou melihatnya---Haiba yang senyum-senyum.
"Hei, [name]---ayo bermain. Aku bosan," ajak Haiba tiba-tiba. Ia menggigit pocky-nya.
Kamu yang diajak berbicara oleh Haiba, kembali menatap pemuda itu, "main apa?"
Lalu dengan itu, Haiba mengarahkan ujung lain dari batang pocky-nya ke bibirmu. Menempelkannya. Sementara tubuhnya dicondongkan ke arahmu. Salah satu tangannya bertumpu pada kaca kereta. Dia mengurungmu.
"...yang putus sebelum kita berciuman akan diberikan hukuman," ia menyengir. Walaupun begitu giginya masih mengapit ujung yang lain.
Kemudian tanpa aba-aba, ia memasukan ujung pocky itu ke dalam mulutmu. Dengan arti lain, kau benar-benar terjebak dengan semua ketiba-tibaan ini. Menolak pun berarti kau kalah. Dan Haiba pasti sudah menyediakan hukuman yang menyebalkan jika pemuda itu sudah percaya diri seperti ini.
Manikmu mendapatinya. Pocky itu bergetar. Karena ujung lainnya sedang digerogoti saat ini. Dan wajah Haiba semakin dekat denganmu. Melihat itu, membuatmu ikut menggerogotinya juga. Walaupun sedikit ragu. Kecepatanmu dan Haiba berbeda. Dia akan menjemput bibirmu di tempat. Lihat. Bahkan Haiba sudah memiringkan wajahnya, dan menutup matanya. Kamu merasa dia terlalu kepedean. Dan kamu harus membuat Haiba mematahkan gigitannya.
Itu rencanamu.
Tetapi rencana yang bahkan belum matang itu, malah berbalik menyerangmu---
"!?"
---ujung milikmu patah.
Cup.
"!?"
Haiba membuka kembali maniknya. Saat dirasakan pocky-nya itu bertambah manis. Hingga akhirnya ia menyadarinya. Yang manis adalah bibirmu.
Kau menyerangnya lebih dulu.
Kau pun tidak sempat mengendalikannya tadi. Mungkin efek panik melihat pocky-mu patah lebih dulu.
Tidak sampai semenit, kau kembali menjauhkan wajahmu. Haiba memerah---terkejut dan malu atas ketiba-tibaan ini. Sementara kau juga tak kalah merahnya, lalu mengalihkan pandangan. Saat ini kau merasa jadi perempuan nakal yang menyerang lebih dulu.
Di jarak yang masih tinggal beberapa sentimeter sebelum kejadian itu terjadi, Haiba mengeluarkan suaranya, "...astaga. Aku tidak menyangka kau sangat antusias dengan perminan ini sampai menyiumku lebih dulu."
"U-urusai..."
"Tapi [name]---kau tetap kalah. Jangan kira aku tidak tau."
Kau menggeram. Jadi serangan yang diberikan tadi itu untuk apa? Padahal, kau sudah menahan malu dengan keras.
-------------
"Kuroo-san, aku mau meminta pocky lagi."
Tetsurou, Kenma, dan Taketora yang sedang berbincang itu melabuhkan pandangannya ke sumber suara.
"Aku tidak perduli, Lev. Aku sudah bilang untuk mengambil yang banyak tadi. Kau 'ketagihan', kan?"
Menangkap pandangan Tetsurou yang terlihat menyiratkan sesuatu, membuat Haiba setengah exited, "eh? Jangan-jangan kau tau---"
"---aku sudah menebaknya, dan melihatnya tadi."
"Sepertinya Yaku-san punya," Itu Kenma.
Kau yang masih berada di kursimu terus melantunkan umpatan di dalam hati. Lalu melihat kekasihmu itu sedang menghampiri Morisuke.
Love that You Support Him at Becoming The Ace
Kau tersenyum begitu sumringah. Pasalnya, setelah penantian yang panjang, tim favorite kamu hari ini akhirnya akan memperlihatkan cakarnya. Nekoma.
"Yappari, pacarmu tampak menonjol dari sini. Dia tinggi sekali."
Itu salah satu temanmu. Iya. Untuk ini, kan, kau meminta mereka berdua ikut. Menemanimu untuk menonton, memberi semangat, dan tentu saja menemanimu di penginapan yang kamu sewa. Kamu agak kurang suka sendirian di tempat asing.
"Lihat, mereka akan memulai pertandingannya. [Name], ayo teriaki pacarmu!"
Kau ragu. Tentu saja. Berteriak dan membuat semua pandangan ditusukan kepadanya? Tidak. Kau menjauhi hal itu. Memberi semangat di sini dilakukan dengan cara lain. Kamu mendengarnya berkali-kali, Haiba mengatakan kamu adalah semangat mutlaknya. Dengan dirimu yang terefleksi di matanya saat pemuda itu mengatakannya. Mengingat ini membuat darahmu berdesir.
--------
Kamu tidak bisa melepaskan senyuman lebarmu saat ini. Tim kesukaanmu berhasil membalikan keadaan dan berlari cukup jauh dari poin lawan. Dan yang membuat degup jantungmu sesemangat tim Nekoma adalah---kekasihmu, Haiba, ia tampak mendominasi cetaknya poin.
"Kyaah!"
Itu teriakanmu begitu Nekoma kembali mencetak angka. Lagi-lagi Haiba, lah, yang menciptakannya.
Karena jantungmu bahkan sudah bersemangat, seluruh keberanianmu, pun, ikut bersemangat.
"BUAT POIN LEBIH BANYAK LAGI, HAIBA!!!"
...tidak menggelegar, sih. Tetapi mampu membuat beberapa penonton menatapimu. Terutama kedua temanmu.
Tetsurou yang dapat mendengar suara itu juga, tersenyum. Ia lalu menepuk bahu Haiba dengan kepalannya tangannya.
"Kau dengar itu? Buat kami menang, Lev. Kami menyerahkan semua ini padamu."
Haiba tersenyum. Lalu menyambar kepalan Tetsurou dengan kepalannya sendiri. Setelah itu tim kembali bersiap. Sebelum kembali memulai, Haiba menyempatkan untuk menoleh.
Tentu saja ia tau keberadaanmu. Haiba mengenali betul radarmu. Sebut saja mungkin benang merah kalian yang selalu menghubungkan kalian. Ia menatapmu. Dan kau juga menatapnya. Wajahmu masih memerah akibat teriakan memalukan tadi. Memberikan senyuman manis langkamu.
Membuat Haiba memerah dengan samar. Tetapi walaupun begitu, ia mengacungkan jempolnya. Dan memberikanmu sebuah kedipan sebelah matanya. Juga kalimat itu. Kalimat yang dibisikannya entah sudah berapa puluh ribu kali.
'Aku mencintaimu.'
Call You 'Kitten'
"[Name]!"
Itu Haiba. Ia berjalan menghampirimu dengan gerombolannya.
Kamu menoleh.
"Uh, pacarnya datang. Ayo, lebih baik kita pergi sebelum jadi nyamuk."
Nah. Yang itu salah satu temanmu. Berbicara dengan nada meledek, lalu menarik pergi temanmu yang satunya. Si empu yang berbicara melemparkan tatapan meledeknya. Membuat pipimu entah kenapa terserang lagi pembuluh-pembuluh merah itu.
"!?"
Matamu melebar. Dan tubuhmu terasa hangat. Iya. Haiba langsung membawamu ke dalam rengkuhannya.
"H-Haiba?"
"Oya, oya? Seperti baru kembali dari medan perang," Tetsurou menyeletuk begitu dirinya sudah menghampiri kedua insan tersebut.
"...umpamakan seperti itu, Kuroo," Yah. Karena si tersangka---Haiba---sedang sibuk menyesapmu, maka pemuda berambut seperti pudding nanas dengan baluran coklat di atasnya, lah, yang membalas.
"...pamer kemesraan seperti biasa," ucapan yang ini dari wakil kapten Nekoma. Nobuyuki. Berhasil membuat Haiba melepaskan pelukannya padamu---
"Aku t-tidak pamer kemesraan!" ucap Haiba membela, "ini sebagai terima kasih."
---membuatmu merosot. Sambil menutupi wajahmu dengan kedua tangan.
"Eh? [Name]?"
"[Surname]-san?"
"Oya, kau nakal Lev. Menyerangnya di tempat umum."
"---apa salahku? Aku hanya memeluknya," ucap Haiba panik. Ia pun ikut menjongkokkan dirinya agar menyamai dirimu. Tangannya mengelus pucuk kepalamu, lalu turun ke wajahmu yang tertutupi kedua tanganmu. Ia berusaha melepaskannya, "[name] ada apa?"
Tanganmu menurut begitu disuruh menjauhi wajahmu. Padahal, Haiba juga tidak sampai memaksamu untuk menurunkan tanganmu.
Haiba yang akhirnya melihat wajahmu kembali, langsung tertular virus merah. Pasalnya, kau menunjukkan wajah yang menurut Haiba imut---wajah memerah dengan air mata yang menumpuk. Pikirannya bekerja keras menahan hasratnya agar tidak 'menyerang'mu lagi di sini.
Setelah beberapa jeda tadi, kau akhirnya menjawab pertanyaan dari Haiba. Pasalnya, walaupun wajah pemuda itu ikut memerah, raut cemas masih bersama dengannya. Dengan berbisik, membuat hanya kalian berdua yang dapat mendengarnya, "...aku hanya malu dipelukmu di tempat seperti ini."
Wing.
"Gahh---! Lev---lepaskan aku! Atau kutonjok, kau---"
Itu tadi adalah teriakan Morisuke begitu tubuhnya di peluk erat oleh Haiba.
"Tidak mau. Kau menggemaskan [name]---" ucapnya sambil mengeratkan pelukannya pada Morisuke.
"Kau gemas dengan [name], tapi kenapa Yaku-san yang dipeluk?" heran Kenma.
Sementara kau sendiri, hanya bisa memperhatikan kekasihmu dengan geli. Tentu saja dengan degupanmu yang senantiasa tak hilang. Sampai, Tetsurou yang menghampirimu, dan bertanya, "kau tidak apa-apa?"
Tentu saja kau mengangguk.
"[Name]---"
Setelah serangkaian jitakan dan tendangan yang diberikan oleh Morisuke, Haiba kembali memanggilmu. Tetapi kau mengerutkan keningmu begitu panggilan kedua diluncurkan.
"Kitten~!"
"Huh?"
"Itu panggilan sayangku mulai dari sekarang. Kitten~" ucapnya sepihak, "kau menggemaskan seperti kucing."
Ruffle Your Hair
"Terima kasih. Kau benar-benar memberikan seluruh semangatmu tadi."
Iya. Akhirnya setelah serangkaian hal yang membuatmu menunduk malu tadi, Haiba akhirnya menyampaikan kalimat utamanya. Berterima kasih padamu.
Kau tersenyum lembut. Tanda bahwa kau menerima terima kasih itu.
Haiba yang melihatmu tersenyum, juga ikut tersenyum. Tangannya kemudian bergerak ke arah kepalamu. Menepuknya penuh kasih sayang. Lalu ia mengacak-ngacak rambutmu.
Self Picked Bouquets
"Untukmu, Kitten~"
Kau menatapi buket bunga itu. Begitu indah. Dan terlihat segar.
"Terima kasih," Kau pun tersenyum. Membuat keindahan dan kesegaran bunga tersebut kalah telak dari senyummu. Itu yang Haiba pikirkan.
"Kalau begitu ayo!"
Kau mengangguk antusias. Tetapi sebelum itu, kau menaruh buket bunga itu di atas meja. Lalu kembali pada Haiba. Dan kalian siap jalan-jalan.
Iya. Ini hari terakhir kau ada di kota ini setelah pertandingan kejuaraan. Besok kau akan pulang. Dan ngomong-ngomong dengan siapa pemenangnya, intinya dan patut disayangkan, Nekoma tidak mengambil medali emas itu.
Kau tampak kecewa awalnya. Begitu juga Haiba. Tetapi detik berikutnya, lelaki itu menegar, dan berkata bahwa dia bahkan sudah mendapatkan medali emasnya. Yaitu seluruh semangatmu. Haiba lebih memilih tidak mendapatkan emas daripada harus kehilangan dorongan semangat darimu.
Lalu setelah itu, ia mengajakmu kencan di kota ini sebelum kembali. Penginapanmu dan Haiba terpisah. Jadi Haiba tadi menjemputmu lebih dulu. Soal teman-temanmu---kau sudah bilang padanya kemarin. Dan hari ini, kedua temanmu itu sudah pergi duluan sedari tadi untuk memutari kota ini.
"Memangnya kita mau kemana? Kau tau tempat di sini?" Kau memutuskan untuk bertanya.
Haiba terlihat sedang berpikir, sebelum akhirnya menjawab, "nah. Karena aku tidak tau, jadi maaf, kita akan ke taman dekat sini saja, ya?"
Kau menggeleng, lalu tersenyum, "tidak apa, Haiba. Terima kasih telah mengajakku kencan."
"Ayolah. Aku juga ingin menghabiskan waktuku di sini sebagai pasangan," ucapnya, "setelah medali emas kami hilang. Aku tidak akan membiarkanmu hilang juga."
Mendengarnya kau jadi tertawa kecil. Punggung tanganmu menutupi mulutmu, "memang aku mau ke mana, Haiba? Aku akan selalu bersamamu, kok."
Kamu melihatnya, dia memerah. Membuatmu menjadi merah juga, kan.
"P-pokoknya kau harus menghabiskan seharian selagi kita di sini. Bersama denganku," ucapnya. Kau tidak tau kenapa kekasihmu tiba-tiba terserang gugup.
Hanya yang pasti---kau menjawab perintahnya dengan anggukan mantap.
Kalian terus berjalan. Tanpa berpegangan tangan. Haiba tau ini sedang di depan umum. Dan kau menghindari hal seperti itu di depan umum. Padahal sedari tadi tangannya gatal ingin meraih tanganmu.
"Wah---ini taman bunga? Indah sekali."
Matamu berbinar. Kalian melewati sebuah taman. Padahal kau yakin---walaupun tidak tau tempatnya---kalau taman yang dimaksud Haiba belumlah sampai. Tetapi pemandangan ini sudah membuatmu takjub.
"Bagus, kan?" Haiba ikut menimpali. Ia berhenti tepat di sampingmu yang juga berhenti.
"Aku memetik bunga yang kubawa tadi dari sini."
Oh.
Aduh. Romantis, sih.
Tetapi mencuri juga.
Kau pun tidak tau harus makin tersipu atau malah sebal.
"Lain kali, tidak boleh seperti itu, Haiba. Taman ini pasti dirawat dengan baik," ucapmu mencoba menasehati.
"Tapi sedang sepi tadi, kok."
"Tetap saja."
"Maaf."
Kau menunduk. Lalu kembali menatap wajah kekasihmu, "iya. Terima kasih, ya."
He Often Buys You Small Key Chain Cause He Think They're Cute
Setelah melihat-lihat taman bunga sejenak, Haiba mengajakmu untuk melanjutkan perjalanan. Terus mengikuti lantai keramik yang terpasang sejak masuk gerbang masuk tadi. Iya. Sebut saja ini taman kota.
"Hei, kenapa ramai? Apa terjadi sesuatu?" tanya Haiba. Kau pun dapat melihatnya. Memang ada banyak orang berlalu-lalang. Tetapi kau yakin, ini bukanlah sesuatu yang Haiba maksudkan tadi.
"Sepertinya itu pasar festival," ucapmu. Begitu mendapati adanya seseorang yang membawa kantung barang.
"Oh? Kebetulan sekali. Ke sana, yuk, Kitten---!"
Kau, sih, tidak akan menolak. Apalagi tanganmu yang sudah ditarik oleh kekasihmu sendiri.
Iya. Ini seperti pasar festival. Ada beberapa stand yang menjual berbagai macam barang. Ada stand potret juga.
Kau dan Haiba menilik satu persatu barang yang terpaparkan di sana. Mencari yang menarik. Makanan, barang dan lainnya. Sampai akhirnya kau yang berjalan---kembali ditarik Haiba untuk berhenti di salah satu stand.
Stand pernak-pernik.
"Kau suka yang mana, Kitten? Aku akan membelikanmu."
Manikmu menelusur. Dan kau pun bisa pungkiri, barang-barang yang tersaji di hadapanmu begitu imut. Sampai kau bingung akan memilih yang mana.
"Ah---yang ini saja, bagaimana?"
Kau menoleh. Haiba menunjukkan sebuah gantungan kunci kecil berbentuk kucing.
"Ini imut. Sama sepertimu."
Mukamu memerah. Tentu saja. Kekasihmu memujimu seperti itu hadapan sang penjual. Yang kau yakini sekarang penjual itu sedang senyum-senyum.
"Ini---yang ini juga," Haiba menunjukkan gantungan kunci kecil lain ke hadapanmu, "tapi yang ini juga imut~ Kitten, kau harus punya semua ini."
Carries You on His Shoulder
"...kita akhirnya membeli banyak gantungan kunci..."
Kau melirik tas belanjaan kecilmu. Iya isinya penuh dengan gantungan kunci.
"Tidak apa. Kau pantas memilikinya," ucap kekasihmu itu.
Iya. Kalian sudah puas untuk berbelanja. Tidak banyak. Hanya sekantung gantungan kunci, dan beberapa makanan yang sudah habis di sana.
Kalian ada di perjalanan pulang saat ini. Pulang ke penginapanmu. Tentu saja Haiba memilih untuk mengantarkanmu lebih dulu.
"Terima kasih banyak, Haiba. Telah berkencan, dan membelikanku banyak gantungan kunci," ucapmu. Saat ini kalian sudah berada di depan kamar penginapanmu.
"Kalau kau terus berterima kasih seperti itu, kita seperti bukan berpacaran," ucapnya.
"Kenapa begitu? Itu juga karna aku sebagai pacarmu---berterima kasih karena telah membuat hari ini sangat menyenangkan," Kau membalas. Dengan pipi yang bersemu dan raut kebahagiaan terpancar di wajahmu.
"Besok---kau sudah mengizinkanku untuk bersama temanku, kan?"
Iya. Kau memintanya karena masih merasa tidak enak. Setidaknya dari pulang atau pergi, kau harus ada satu waktu bersama dengan temanmu.
"Iya, iya," Masih terdengar tidak rela, namun Haiba tetap menyetujuinya.
Membuatmu tersenyum, "kalau begitu, sampai jumpa besok, Haiba."
Kau berbalik dari kekasihmu. Menatap pintu yang menghadangmu, dan memasukan kunci pintu.
Haiba masih ada di belakangmu. Ia masih memperhatikanmu. Matanya tetap terpaku pada dirimu, namun ia membuka suaranya, "temanmu sudah pulang?"
"Hm?" Kau kembali menoleh pada Haiba, begitu tanganmu sudah berhasil membuka pintu, "belum sepertinya. Mereka bilang akan mengelilingi kota ini sampai tuntas."
...kau tidak tau kenapa kekasihmu tersenyum miring saat ini.
"!?"
Tetapi kejadian yang berikutnya, di luar dugaanmu.
Haiba menggendongmu. Bukan gendongan romantis seperti tuan putri. Tapi ia mengangkatmu ke bahunya. Mengambil alih barang bawaanmu ke tangannya. Boleh dikatakan, persis seperti tukang beras memikul beras.
"H-haiba, t-turunkan aku!"
Dia tinggi. Membuatmu benar-benar terapung dari tanah.
"Sudah kubilang, kan? Kau harus menghabiskan hari ini bersama denganku."
Dengan begitu ia membawamu masuk ke kamar penginapanmu. Menutup kembali pintunya, dan menjatuhkanmu ke atas kasur berseprai putih.
Tahan. Ini bukan fanfic bergairah.
Pillow Fight
Kamu melihat wajah Haiba yang biasa saja. Bukan. Bukan berarti kau ingin dilemparkan tatapan ingin di'makan' darinya. Tetapi merasa tidak adil. Kau sudah semerah ini, sementara Haiba tanpa ekspresi.
Haiba duduk di tepian kasur.
Tetapi sebelum itu, kau lebih dulu memukulnya dengan bantal begitu melihat pergerakannya itu.
"Aw! Aw!"
Setelah beberapa pukulan puas kau luncurkan, kau membalikkan tubuhmu. Kini menjadi tengkurap. Wajahmu kau tenggelamkan ke bantal yang kau gunakan untuk memukul kekasihmu.
"Haiba bodoh!"
Itu umpatanmu. Walau teredam bantal, Haiba masih bisa menafsirkannya. Lalu tertawa geli.
"Kau kenapa?"
"Bodoh!"
Kau merasa, kasurmu bergoyang. Menandakan ada seseorang yang menghempaskan tubuhnya ke kasur. Haiba. Ia duduk, lalu memiringkan tubuhnya menghadapmu.
Kalian sama-sama terdiam. Dan kau tidak berniat menjawab pertanyaan Haiba. Hingga detik berikutnya, kau berbalik---
---kembali memukul Haiba dengan bantal yang kau pegang.
Kau menyebutnya, pillow attacks.
"Aw! Aw!"
Haiba meringis. Ia menutupi mukanya dengan kedua lengannya. Hingga akhirnya, salah satu lengannya berhasil meraih bantal lain.
Dan menangkis pukulan bantalmu dengan bantalnya.
Kau terdiam menatapnya. Wajahmu masih memerah, dan itu membuat Haiba tau apa yang terjadi padamu. Menurutnya, kau benar-benar lucu saat malu-malu ngambek seperti ini.
"Bodoh!"
Ditatapi seperti itu oleh Haiba, membuatmu meluncurkan kembali serangan bantalmu. Tetapi kali ini, Haiba ikut membalasnya dengan bantalnya. Kau masih saja memerah. Sementara Haiba tertawa geli.
Always Tease You When You Want to Kiss Him
"Aku menang!"
Yah. Kalian berdua benar-benar berhasil memberantaki kasur ini. Seprainya tak beraturan, dan selimutnya sudah turun ke bawah.
Tadinya, kau sebal dengan kekasihmu itu. Memukulinya dengan perasaan gemas karena malu. Tetapi ujungnya, kalian malah membuat pertandingan. Siapa yang terkena attack terbanyak, dia yang kalah.
Dan Haiba kalah.
Tentu saja itu karena ia tidak mau memukulimu. Pemuda itu hanya sering menutupi wajahnya menahan serangan. Dan sesekali memukulimu. Memukuli lututmu sehingga kau oleng misalkan. Lalu ketika kau jatuh, dia hanya tertawa. Berikutnya, ia akan merasakan pukulanmu terasa semakin kencang.
"Iya, iya, kau menang," Haiba mengaku. Ia sendiri tidak perduli dengan pertandingan ini.
"Sekarang kau aku hukum," titahmu.
Kening Haiba mengerut, detik berikutnya, salah satu alisnya menaik, "kau juga punya satu hukuman, Kitten~"
Kau ikut menaikkan alis. Ini tanda bahwa kau tidak mengerti.
"Pocky game."
Oh. Kau kembali memerah.
"...baiklah. Apa hukumanku? Tetapi berikutnya, aku akan menghukummu untuk yang ini."
Haiba tampak berpikir. Masih tidak menghapus jarak jauh kalian sehabis pertarungan, Haiba menyuarakan perintahnya.
"Cium aku."
Blush.
"S-selain itu?"
"Tidak ada. Hanya cium aku. Di sini," Haiba menunjuk bibirnya yang sedang menampilkan senyum jailnya.
"Eh," ia terdengar berubah pikiran, "atau kau mau aku gendong seperti tuan putri dan di bawa berkeliling?"
"!? T-tidak!"
Tentu. Itu akan lebih memalukan karena dilihati banyak orang.
Kau memberi jeda, "...aku akan menciummu."
Haiba tersenyum menang. Dan kau merasa itu sangat menyebalkan. Akan kau pastikan hukuman untuknya nanti akan setimpal dengan ini.
Kau pun mendekat. Haiba masih berdiri di tempatnya. Begitu sampai di hadapannya. Kau menutup mata. Lalu mulai berjinjit.
"..."
"Mana? Kau sedang apa, sih?"
Kau terdiam di posisimu. Lalu membuka matamu. Haiba masih jauh di atas sana.
Iya. Kau lupa. Bahkan saat kau sudah berjinjit, bahu Haiba pun belum sampai. Sial.
Dibuatnya malu, kau pun menjawab galak, "itu karena kau ketinggian!"
"Eh? Bukannya kau yang kependekan?"
"Kau yang ketinggian!"
Iya. Kau masih keukeuh.
Menurutmu, tinggimu itu masih rata-rata di sekitar perempuan Jepang. Memang dasar Haiba yang kelebihan zat peninggi.
"Pokoknya cium aku."
Kau yang tambah sebal, pun memutuskan untuk mencoba meloncat. Membuat Haiba yang melihat itu tertawa geli.
Ia lalu menggerakan tangannya. Memeluk pinggangmu. Dan membawamu naik. Hingga akhirnya bibirmu bertemu dengan bibirnya. Dia malah menciummu lebih dulu.
------------
"Aku terima dengan gentle. Jadi apa hukumanku?"
"Kau tidak boleh menciumku selama sebulan."
"Eh? Tapi kau ya, yang menciumku?"
"!?"
Fin.
Oiya. Picture ini udah jelas ya credit-nya. Udah minta izin resmi kok.
Lalu laluuuu salam author. Dan thanksie bagi yang udah nyempetin baca book ini!
Then, bubye!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro