Chapter 3: Perpustakaan Kota
20 Mei 2012
"Di dunia yang sudah kotor seperti ini, melakukan sebuah perbuatan berdosa sekalipun akan dianggap wajar jika mayoritas manusia melakukannya.
Contohnya adalah membayar uang damai saat ditilang oleh polisi. Tidakkah terpikirkan bahwa perbuatan itu adalah salah satu bentuk suap, yaitu memberikan hadiah kepada sesorang agar orang itu melupakan kejahatan yang pernah seseorang itu lakukan.
Selain itu, hal yang baik dan buruk sudah saling bertentangan. Ada perbuatan baik yang caranya buruk dan ada perbuatan buruk yang caranya baik.
Kemudian, sosok yang berdiri di tengah berkata dengan lantang, 'Karena itu, kami mendeklarasikan berdirinya geng yang akan menghapuskan tindak kejahatan dengan cara melakukan tindak kejahatan juga!' Perkataan itu kemudian disambut oleh sorakan.
Mereka berjalan turun dari panggung. Dan dengan secepat kilat ...," aku mengalihkan pandanganku. Membaca buku semenarik ini benar-benar membuatku lupa waktu.
Parahnya lagi, aku membaca buku ini sambil tiduran di atas kasur. Bukankah sudah menjadi pelajaran di sekolah dasar kalau membaca buku sambil tiduran tidak sehat bagi mata?
Aku menutup buku dan melihat sampul depannya. Di sampul buku itu tergambar karikatur yang menggambarkan ironisnya dunia ini.
Di bawah gambar karikatur ada sepotong kertas lusuh. Kertas yang warna awalnya putih itu sudah berubah menjadi abu-abu. Di atas kertas tertulis, "Kode: 96024"
Aku terperanjat. Kemudian, aku membuka buku yang kupegang ke halaman paling belakang. Dugaanku benar. Di halaman ini ada potongan kertas yang sama.
Bedanya, kertas ini sedikit lebih panjang. Sebuah tabel dengan 3 kolom dan 8 baris tergambar di kertas. Kolom di tabel terisi hingga baris ke-5.
Aku memperhatikan tulisan bolpoin hitam di baris ke-5. Di kolom pertamanya tertulis, "Syco Net" Di kolom keduanya tertulis, "13 Mei 2012—20 Mei 2012"Di kolom ketiga terdapat sebuah tanda tangan dan cap berwarna merah.
Aku menutup buku ini dan menaruhnya di sebelah kiriku. Lalu, aku beranjak dari tempat tidur dan berjalan ke meja belajar di samping tempat tidur.
Meja belajar ini tidak tampak mejanya, tertutup oleh tumpukan buku-buku tebal di atasnya. Di sela-sela buku itu, aku mengambil sebuah kartu anggota perpustakaan yang berwarna putih.
Kartu itu kumasukkan ke saku celana. Tak lupa juga, aku memakai jaket kain berwarna hijau yang kuletakkan di atas tempat tidur.
Hari ini, hari minggu. Aku memutuskan untuk pergi ke perpustakaan, mengembalikan sekaligus meminjam buku baru karena buku yang kubawa sekarang sudah habis masa peminjamannya.
Sebelum berangkat, aku meminta izin dulu dengan ibuku yang berada di lantai bawah. Ibuku sedang di dapur, memasak makanan untuk makan siang nanti.
***
Perpustakaan kota terletak di lokasi yang strategis, berada di persimpang tiga jalan. Perpustakaan dihimpit oleh jalan raya di sebelah selatan dan baratnya.
Untuk memasuki halaman perpustakaan, dapat melalui dua pintu masuk, yang masing-masing berada di sebelah selatan dan barat.
Sementara itu, pintu masuk ke bangunan perpustakaan hanya berada di sebelah selatan saja. Karena itulah, aku tiba di perpustakaan kota melalui pintu masuk sebelah selatannya.
Sebuah gapura berwarna hijau gelap menyambut pendatang yang tiba di pintu masuk sebelah selatan. Di atas gapura terdapat tulisan, "City Library"
Aku melangkah, memasuki bangunan perpustakaan. Perpustakaan kota ini memiliki dua lantai. Lantai pertama yang merupakan lobby dan lantai kedua yang merupakan ruang baca.
Setibanya di lobby, pegawai yang berjaga di sebelah pintu masuk menyapaku.
"Oh, nak Syco. Meminjam buku lagi ya," sapanya.
"Iya mbak. Saya selalu datang setiap hari minggu," balasku seraya menundukkan badan.
"Bagus. Jarang lho ada yang serajin ini untuk mengunjungi perpustakaan."
"Terima kasih mbak."
Aku bergegas naik ke lantai 2 melalui tangga di barat lobby. Ruang baca berada tepat di depan tangga.
Sesaat sebelum memasuki ruang baca, aku harus mengisi buku tamu yang diletakkan di atas meja di depan pintu masuknya.
Dengan menggunakan bolpoin yang telah disediakan, aku pun menulis, "Syco Net. SMP Negeri 1. Meminjam buku."
Setelah itu, barulah aku bisa memasuki ruangan itu. Di dalam ruang baca, terdapat ratusan buku yang masing-masing disusun di dalam rak buku secara teratur. Susunan buku itu selalu membuatku terpukau.
Aku punya cita - cita untuk membaca semua buku yang terdapat di perpustakaan ini. Setelah semuanya sudah kubaca, aku akan pergi mencari perpustakaan lain. Begitu seterusnya hingga aku sudah membaca semua buku yang ada di dunia.
Sebagai langkah awal, aku sudah mempersiapkan buku yang akan kupinjam pada hari ini. Kalau diingat-ingat, aku sudah meminjam sekitar dua puluh buku di perpustakaan ini, masih sedikit dari keseluruhan progress yang akan kutempuh.
Aku berjalan ke depan rak buku yang menyimpan buku bacaan dengan genre fiksi dan fantasi, dan mulai mencari judul dari buku yang sudah kupersiapkan itu.
Buku yang akan kupinjam hari ini adalah kelanjutan dari buku yang kubaca tadi pagi. Bisa dibilang kalau aku sedang membaca sebuah seri.
Tanpa alasan yang jelas, aku suka membaca seri. Mungkin, itu karena seri tersusun dari banyak buku, dan mataku terasa sejuk saat memandang banyak buku sekaligus. Aku tidak perlu takut kehabisan uang untuk mengoleksi semua serinya, karena itulah alasan perpustakaan diciptakan, bukan?
Ada lima buku di seri yang sedang kubaca saat ini. Buku yang kubaca tadi pagi adalah buku ke-2. Itu berarti, aku akan meminjam buku ke-3.
Tapi, kemudian aku merasa janggal. Bagaimana tidak, judul buku yang kucari tak kunjung ketemu. Bagaimana kalau buku itu sudah dipinjam oleh pengunjung lain? Itu tidak mungkin karena perpustakaan ini menyediakan puluhan buku dengan judul yang sama.
Bagiamana bisa aku lupa kalau perpustakaan ini menyediakan database buku. Di database, aku bisa melihat buku apa yang sedang tersedia dan buku apa yang sedang dipinjam.
Untuk mengakses database, dapat dilakukan melalui layar komputer yang berada di bagian samping kanan setiap rak.
Aku pun mencoba mengakses database. Melalui papan ketiknya, aku menulis pada menu pencarian, judul dari buku yang kucari.
Setelah menekan tombol "enter" pada papan ketik, muncul peringatan di layar yang mengatakan, "Buku tidak tersedia. Harap mengecek ulang judul yang Anda ketikkan."
Aku menghela nafas dengan kecewa. Siapa sangka kalau buku yang kucari ternyata tidak ada di perpustakaan ini. Kalau begini, terpaksa mencari buku lain untuk kupinjam.
Tak lama, aku menemukan novel yang berjudul "Story of The Wind" di rak yang sama. Sinopsisnya mengatakan kalau novel ini bercerita tentang kemampuan hebat.
Novel itu kubawa untuk kubaca sejenak sebelum kupinjam. Aku pun berjalan ke sisi ruang baca yang berisi meja dan kursi.
Aku bergegas mencari tempat duduk kesukaanku, yaitu di meja dan kursi yang berada di sebelah jendela. Saat duduk di situ, aku bisa merasakan angin luar yang sejuk, berkebalikan dengan udara di ruang baca yang panas dan pengap.
Lantas, aku membuka novel yang kubawa ke halaman pertama. Di halaman ini, ada kata pengantar dari pengarangnya. Dia memberikan sedikit gambaran tentang cerita di dalam novel ini.
Karena tidak terlalu penting, aku melewatinya dan membuka novel ke halaman kedua. Cerita dimulai di halaman ini dengan bab pertamanya yang berjudul, "Prolog"
"Bangunan itu hampir roboh. Puing puing yang berjatuhan langsung dilalap api yang mengamuk. Aku terus berjalan melintasi lorong. Berhati-hati. Entah sampai kapan bangunan ini akan bertahan. Mungkin tak lama lagi.
Sambaran api kulangkahi begitu saja. Panasnya api terasa di betisku. Sesekali aku melirik ke ruang kelasku. Api menyambar apa pun di dekatnya hingga hangus menjadi abu.
Dimana dia? Orang yang melakukan ini semua. Suatu saat akan kutemukan jawabannya. Aku tidak sendiri. Ada orang lain di bangunan yang hampir rubuh ini.
Suara itu .... Tapi itu tidak mungkin. Dia ... dia .... Tak bisa kupercaya. Dia sudah berdiri di depanku dengan tatapan mengancam. Inilah akhir semuanya."
Aku menarik nafas sejenak. Novel ini, masih prolog namun ceritanya sudah menegangkan. Apa yang akan kulakukan, misalnya aku terjebak di situasi yang sama dengan si tokoh utama?
***
Terdengar suara keributan di luar ruang baca. Terjadi cekcok antara sekelompok orang dengan pegawai perpustakaan. Sekelompok orang memaksa untuk masuk ke ruang baca, sementara pegawai perpustakaan berusaha menahan mereka.
Tapi, kenapa pegawai perpustakaan tidak memperbolehkan mereka masuk? Aku melihat sekilas kalau setiap orang di kelompok itu membawa sebuah senjata api. Wajar saja pegawai perpustakaan menahan mereka.
Tunggu ... aku tidak salah lihat bukan? Mereka membawa senjata api ... yang berarti ....
Gawat! Pegawai perpustakaan itu tertembak di lengan oleh senjata api yang dibawa kelompok itu. Lalu, mereka mendobrak pintu masuk ruang baca seraya menodongkan senjata api itu kepada pengunjung perpustakaan, termasuk aku.
"Jangan bergerak jika kalian ingin selamat!" gertak pemimpin dari kelompok itu.
Dia adalah seorang wanita, rambutnya terurai panjang. Dia memakai sebuah jaket kulit. Di belakangnya, ada kumpulan pria yang memakai kacamata hitam dan setelan jas. Terdapat logo yang asing di lengan jas mereka.
Aku menutup novel yang kubawa, berdiri dari tempat duduk, dan mengangkat kedua tangan ke atas, begitu pula yang dilakukan pengunjung lain.
Kumpulan pria berjas hitam itu berpencar ke setiap sudut ruangan dan tetap menodong senjata api. Ada yang pergi ke sebelahku dan berdiri di sana.
Kucoba melirik pria yang ada di sebelahku itu. Saat aku kembali melihat logo asing di lengan jasnya, tiba-tiba aku teringat akan pesan dari kakakku.
"Berhati-hatilah, Syco. Akhir-akhir ini, ada sekelompok orang yang mengincar para pemilik Clothes of Chaos. Mereka menggunakan jas hitam dengan logo seperti ini."
Apakah kelompok ini yang dimaksud kakakku? Aku bertambah yakin saat melihat logo itu, logo yang sama dengan yang ditunjukkan kakak.
Kalau begini, mereka pasti datang untuk mencariku. Akan gawat jika mereka menyadari bahwa jaket yang kupakai saat ini adalah Clothes of Chaos.
Sepertinya masih aman. Pria berjas di sebelahku belum menyadarinya. Baguslah! Aku menghela nafas. Semoga saja setelah ini, mereka langsung keluar dari perpustakaan karena orang yang mereka cari tidak ada di sini.
Satu hingga dua menit, seorang pria berjas berjalan mondar-mandir mengelilingi ruang baca. Tiga menit, seorang pengunjung mengajak pria berjas di sebelahnya untuk berbicara santai. Tentu saja pria berjas itu tidak menghiraukannya.
Empat menit, para pengunjung mulai tak sabar. Mereka—termasuk aku—mengeluh kesal. Bayangkan, empat menit berdiri tegak dengan mengangkat tangan, tidak boleh bergerak sedikit pun.
Lima menit, wanita pemimpin kelompok berseru, "Terima kasih atas kerjasamanya. Kalian boleh menurunkan tangan!"
Aku menarik nafas lega. Saat aku hendak menurunkan tangan, tiba-tiba pria berjas yang berdiri di sebelahku memegang lengan kiriku.
"Ada a—," kataku tertahan.
"Ini dia! Aku menemukannya!" kata pria berjas dengan lantang.
Hal ini tentu saja menarik perhatian wanita pemimpin kelompok. Dia tertegun lalu berjalan ke arahku. Tidak akan kubiarkan! Aku harus melakukan sesuatu untuk mencegahnya.
Tanpa pikir panjang, kuaktifkan Spirit Ability dari jaket yang kupakai ini. Kemampuannya adalah telekinesis, yaitu kemampuan untuk menggerakkan benda-benda di sekitarku tanpa harus menyentuhnya.
Hal pertama yang kulakukan dengan aktifnya Spirit Ability ini adalah merubuhkan rak buku yang berada di samping wanita pemimpin kelompok.
Rubuhnya rak buku membuat panik pengunjung perpustakaan. Ibu-ibu yang latah menjerit sekencang-kencangnya. Seorang remaja perempuan seusiaku memasang wajah terkejut.
"Awas!" remaja laki-laki berseru memperingatkan wanita pemimpin kelompok.
Tapi, pria berjas yang memegang tanganku tetap tenang, seolah sudah menduga hal ini. Tatapannya seolah mengatakan kalau apa yang kulakukan adalah kesalahan besar.
Wanita pemimpin kelompok mengayunkan tangan kanan ke depan rak buku yang akan rubuh menimpanya. Lalu, seperti ada suara benda disayat, rak buku itu terbelah menjadi dua.
Saat inilah aku menyadari kesalahanku. Dengan mengaktifkan Spirit Ability, itu menunjukkan kalau apa yang dikatakan pria berjas itu benar.
Jika aku tidak mengaktifkannya, mungkin aku mendapatkan kesempatan untuk menyanggah perkataan pria berjas itu, sehingga wanita pemimpin kelompok berpikir kalau ini hanya kesalahpahaman, dan aku bisa kabur dari situasi ini.
Karena terlambat, aku pun berpikir untuk juga menyingkirkan pria berjas yang memegang lenganku. Dengan telekinesis, aku bisa melempar tubuhnya menjauh ke depanku.
Pria berjas itu berguling-guling di lantai. Dia mengerang kesakitan. Para pengunjung merasa terkejut, sekaligus iba dengannya.
Salah seorang hendak menolongnya, meski tidak jadi karena pria berjas lainya tiba-tiba menodongkan senjata api yang mereka bawa ke arahku.
"Jangan tembak! Itu tidak akan berpengaruh padanya," perintah wanita pemimpin kelompok.
"Nyonya Visty! Apa Anda sudah tahu Spirit Ability yang barusan dia gunakan?" tanya seorang pria berjas.
"Jangan panggil nyonya!" balas wanita pemimpin kelompok yang ternyata bernama Visty.
"Maaf!"
Sementara mereka sedang bercakap-cakap, aku menggunakan Spirit Ability untuk menyerang Visty, dengan melemparkan buku-buku yang tersusun di rak.
Visty mengayunkan tangannya lagi dan buku-buku itu terbelah seperti rak buku yang sebelumnya.
Aku tidak mengerti, kenapa buku itu bisa terbelah. Visty hanya menggerakkan tangannya saja, tidak lebih tidak kurang. Bahkan buku itu tidak menyentuh tangannya, jika dia memiliki kekuatan fisik di atas manusia normal.
Atau, Visty juga memakai Clothes of Chaos. Kalau begitu, jaket kulit yang dipakainya pasti merupakan Clothes of Chaos. Hanya ini alasan yang masuk akal, atau setidaknya yang kupikirkan.
Diingat-ingat dari perkataan kakak juga, hanya pemilik Clothes of Chaos yang berani mengincar pemilik Clothes of Chaos lain. Orang normal mana berani.
Sekarang, apa Spirit Abilitynya? Menghancurkan benda dengan ayunan tangan? Bukankan tidak efektif, mengingat telekinesis yang kugunakan juga bisa menghancurkan benda, tidak perlu ayunan tangan malah.
Aku akan segera mengetahuinya. Setelah menyerah dengan buku, aku menggunakan telekinesis untuk melempar meja dan kursi di ruang baca.
Lagi-lagi, dengan cara yang sama Visty membuat kaki dari meja dan kursi terpisah dari badannya. Kemudian, badan meja dan kursi itu terbelah menjadi dua bagian yang sama besar.
Pengunjung perpustakaan mengamati kami dengan ngeri. Mereka pasti berpikir kalau benda-benda barusan berterbangan dan berhamburan hancur karena ulah makhluk tak kasat mata.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro